61.

3K 354 45
                                    

Kali ini berbeda.

Tidak seperti sebelumnya, dimana biasanya Ezra akan membentak, membabi buta, dan berlagak seperti orang gila. Ketika melihat sesuatu di luar dari kehendaknya, apalagi menyangkut Yasmin.

Kali ini Ezra tidak murka. Tidak. Bahkan sekedar membentak Mikepun, tidak Ezra lakukan. Satu-satunya hal yang di lakukan laki-laki itu setelah kejadian tak terduga tadi, hanyalah mengambil tas Yasmin yang ia taruh di dalam loker gym, kemudian ia tanpa berkata apa-apa lagi, berjalan pergi menuju ke mobilnya di parkiran.

Pun laki-laki itu tidak menoleh ke arah Yasmin yang refleks mengikuti langkah kaki Ezra. Sikap Ezra berubah dingin. Membuat Yasmin setengah mati menahan kebingungannya.

Maksudnya, apakah Ezra marah? Ataukah kecewa? Atau malah mungkin dia sudah lelah dengan Yasmin?

Yasmin tahu, kali ini kesalahan sepenuhnya ada pada dirinya. Pertama, ia tidak memberikan informasi apapun kepada Ezra, padahal sebelumnya mereka sudah membicarakan tentang 'komunikasi-komunikasi' itu beberapa pekan yang lalu. Kemudian yang kedua, ia pergi dengan Mike, padahal dia tahu kalau Ezra tidak suka akan hal itu.

Ezra pasti marah, atau kesal, atau mungkin khawatir. Apalagi setelah mengecek ponselnya dan melihat ada puluhan panggilan tak terjawab dari Ezra. Oh, rasanya Yasmin sudah tidak bisa berusaha mengelak, atau membela dirinya.

Jadi wajar kalau Ezra bersikap demikian, apapun alasannya.

Yasmin menarik nafasnya, ia menoleh kekanan, ke arah kursi kemudi. Menoleh ke arah Ezra yang sedang mengemudikan mobilnya dengan diam.

"Zaa..." Yasmin memanggil, dengan nada paling lembut.

Tetapi Ezra masih tidak bergeming. Laki-laki itu masih sibuk dengan kemudinya, tidak menoleh, melirik, atau bahkan terlihat seperti tidak menganggap Yasmin ada di sebelahnya yang barusan memanggil namanya.

Yasmin menyatukan kedua tanganya. Memlinnya. Perasaannya seakarang sudah tidak karuan, entah bagaimana menyebutnya. Intinya, jantungnya berdebar hebat, nafasnya memburu, dan tangannya mulai sedikit bergemetar.

Takut. Yasmin takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Maaf," Yasmin mulai bersuara lagi. Berharap Ezra akan meresponnya, marah, seperti biasa.

Perempuan itu menunduk, menatap jemari-jemarinya yang sedang terjalin di atas paha besarnya.

"Aku tadi cuman nge-gym. Berusaha nurunin berat badan aku lagi, yang belakangan ini semakin membengkak." Yasmin melirik Ezra. Mengecek apakah Ezra sudah mau menanggapinya atau belum.

"..." Tetapi Ezra lagi-lagi tidak membalas, pun bereaksi.

"Mike juga cuman bantuin aku. Dia expert dan nawarin dirinya untuk jadi PT. Aku udah nge-gym bareng dia cukup lama. Aku yakin kamu juga tahu," Yasmin melirik ke arah Ezra lagi.

Dan seolah seperti tidak mendengar Yasmin. Ezra memutar setirnya kekanan, berbelok dengan santai, padahal barusan Yasmin sudah menjelaskan sepenuh hati.

"Aku gak niat apa-apa kok. Hanya olah raga dan berusaha membuat aku paling tidak tampak pantas di samping kamu. Kejadian tadi sebelumnya gak pernah terjadi. Itu tadi gak sengaja, karena..." Yasmin melirik Ezra untuk yang kesekian kalinya. Kemudian ia menghembuskan nafasnya.

Ezra fokus menatap jalanan. Nafasnya teratur. Gerakan tangannya lihai, dan gesturnya seolah mengatakan kalau Ezra tidak perduli dengan apapun yang barusan keluar dari mulut Yasmin.

Bodoh.

Diamlah, kalau kamu tidak ingin membuat Ezra semakin muak dengan kelakuan kamu.

Lupa, kalau waktu itu Ezra berkata kalau ia menyukai Yasmin karena Yasmin itu penurut? Jangan berlagak seolah kamu benar, hanya karena berpikir jika yang kamu lakukan adalah hal yang terbaik untuk diri kamu, Yasmin.

Diary Gadis CoklatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang