71.

3.2K 299 18
                                    

Yasmin mengulum bibirnya.

Ketika Ezra semakin mengeratkan pelukannya, dan wajah laki-laki itu semakin di tenggelamkan pada kepala Yasmin yang besar. Hatinya yang sedari tadi sedang gelisah karena Selena, berangsur-angsur terasa membaik karena mendapat pelukan hangat dari Ezra.

"Don't do that again," Ezra bergumam, meminta Yasmin untuk berjanji, agar perempuan itu tidak akan pernah mengabaikan teleponnya lagi, dan membuat dirinya khawatir setengah mati, sembari menghirup wangi rambut Yasmin.

Yasmin menghembuskan nafasnya lagi -setelah mungkin sudah ke puluhan kalinya ia melakukan itu hari ini. Bedanya, kali ini ia menghela nafas bukan perkara buku Selena yang belum bisa ia mengerti itu. Tetapi tentang hubungannya dengan Ezra.

"Za..." Yasmin menengur, bergerak sedikit tidak nyaman karena dekapan Ezra terasa begitu erat, hingga membuat dirinya sesak. "Aku gak bisa napas,"

"That is exactly what i felt. Kemarin, ketika kamu mengabaikan semua panggilan aku. " Ezra mencengkram pinggang Yasmin selagi laki-laki itu semakin erat merengkuh Yasmin. "Aku tidak bisa bernapas. Tidak bisa berpikir, dan sama sekali tidak bisa tenang."

Yasmin menghela nafasnya lagi dan lagi. Badannya yang sedang duduk di atas sofa, bukannya terasa rilex sehabis setengah mati membaca buku semalaman penuh, malah jadi terasa kaku.

Bukannya apa, hanya saja Yasmin takut kalau ia salah-salah bergerak, dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang seharusnya ia tidak sentuh. Ezra akan langsung tegangan tinggi dan menyerangnya tanpa tedeng aling-aling.

Masalahnya, entah Ezra menyadarinya atau tidak, karena mungkin Having sex adalah hal yang biasa bagi laki-laki itu. Tapi bagi Yasmin, hubungan yang mereka jalani sekarang ini sudah jauh melampaui batas.

Mereka terlalu sering melakukannya.

Tungguh. Jangan cap Yasmin sebagai perempuan sok baik. Bukannya Yasmin mau bersikap munafik, ia jelas menikmati permainan Ezra.

Maksudnya siapa yang tidak? Dengan wajah Ezra yang rupawan, dengan badan laki-laki itu yang sangat panas. Dan dengan segala skill dan perhatian yang dimiliki laki-laki itu. Jelas Yasmin mengakui permainan Ezra sangat piawai. Apalagi Ezra memang laki-laki yang Yasmin inginkan.

Tentu ia sangat menikmatinya. Kelewat menikmati malah.

Namun, ia pikir, tanpa kejelasan hubungannya di mata keluarga Yasmin, tanpa tahu apakah keluarganya akan menyetujui hubungannya dengan. Yasmin rasa sebagai perempuan berpendidikan yang tau akhlak. Ada baiknya untuk ia bisa membatasi hal itu.

Having sex, maksud Yasmin.

Bukannya bagaimana, biar bagaimanapun Yasmin bukan wanita murahan yang dengan mudah bisa terlena dengan rayuan Ezra. Seharusnya, sudah sepantasnya, Yasmin harus bisa membatasi hal itu, mengatakan tidak dengan tegas, sebelum sesuatu yang buruk benar terjadi kepada dirinya.

"Za." Yasmin menegur Ezra sekali lagi, sembari berusaha menjauhkan badan Ezra.

"I'm sorry," Ezra merengek, menahan dorongan tangan Yasmin. "I'm sorry for whatever i have done. Don't do this to me, Yasmin. Let me breath,"

"Apasih," Yasmin mendorong badan Ezra semakin kencang. "Za!"

Ezra menggeleng, hidung laki-laki itu terasa bergerak di atas kepalanya. Menggesek, menghirup. Kemudian setelah puas, laki-laki itu menangkap tangan Yasmin, menahan tangan perempuan itu agar tidak berontak.

Ezra kekeh, tetap ingin memeluk Yasmin, padahal jelas Yasmin memintanya untuk berhenti. Sementara Yasmin yang mulai kehabisan nafasnya mulai memukul dada Ezra dengan sedikit kencang.

Diary Gadis CoklatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang