PART 18

7K 459 17
                                    

Felix tersenyum lebar saat mendengar jawaban Lili. Pria tampan itu pun memeluk Lili. "Aku senang mendengarnya."

"Setelah ini kita cari kontrakan? Aku ada uang untuk kita mengontrak." Lili menawarkan uangnya. Karena Lili berpikir Felix sudah tak mempunyai apa-apa, saat memilihnya daripada menikah dengan pilihan mamanya.

"Gak usah, uang yang kamu punya, kamu simpan aja." Tentu saja Felix menolak. Karena dia pria, sehingga pantang untuk menerima uang dari wanita.

"Tapi Felix, kita gak punya tempat tinggal sekarang."

"Kamu percaya sama aku, 'kan?" tanya Felix diangguki Lili.

"Aku gak mungkin membiarkan kita gak punya tempat tinggal," lanjut Felix seraya terkekeh. Meski Felix sekarang bukan penerus Lawrence, bukan berarti dia tak memiliki apa-apa.

"Di mana pun berada, aku selalu ikut kamu." Lili tersenyum. Mereka pun keluar dari gedung apartemen.

Felix membukakan pintu mobil dan membiarkan Lili masuk. Lalu dia sendiri pun masuk ke bagian mengemudi dan segera menjalankan mobilnya.

"Apa gak apa-apa kita pakai mobil ini?" tanya Lili ragu.

"Gak apa-apa. Ini milikku sendiri." Felix tersenyum tipis, sepertinya Lili terlalu banyak berpikir.

Lili menyandarkan punggungnya, Lili merasa lelah sehingga tanpa sadar dia pun jatuh tertidur. Felix melihat Lili yang tidur lelap menarik sudut bibirnya, tangannya terulur mengusap perut buncit Lili sebelum fokus menyetir mobil.

Satu jam kemudian mobil Felix berhenti di depan rumah lantai dua. Rumah itu tak besar, tapi juga tak kecil. Rumah yang memang sudah Felix beli karena jika membiarkan Lili tinggal diapartemennya, pasti tak akan nyaman saat Lilil sudah hamil tua.

Dan Felix tak menyangka akan menempati rumah itu pada saat ini. Felix menekan bel mobilnya sehingga penjaga rumah yang bekerja di sana membukanya.

"Makasih, Pak." Felix mengangguk ramah.

"Sama-sama, Mas Felix." Penjaga rumah tersenyum tipis. Saat mobil Felix sudah masuk, Satpam segera menutup pagar rumah.

Memarkirkan mobil ke garasi, dengan  pelan-pelan Felix menggendong Lili yang masih tidur menuju ke dalam rumah. Bisa saja Felix membangunkan Lili, sayangnya pria itu tak tega membangunkannya, apalagi saat melihat betapa lelapnya Lili tidur.

"Felix?" Lili membuka mata saat masih berada digendongan Felix.

Felix menaikan alisnya dan menatap Lili. Namun langkahnya tak berhenti, malah terus melangkah menuju ke lantai atas.
"Kenapa bangun?"

"Aku ngerasa ada yang aneh. Kamu bisa turunin aku." Lili merasa tak enak saat digendong seperti ini. Lebih baik dia berjalan sendiri, mengingat berat badannya kini semakin naik seiringin berjalanannya waktu kehamilan.

"Gak masalah. Tinggal sedikit lagi." Felix tak menurunkan Lili. Hingga tak lama kemudian mereka sampai ke depan kamar. Meski dalam menggendong, entah kenapa Felix dengan mudah membuka pintu kamar.

Wajah Lili memerah, sikap Felix kali ini romantis menurutnya. Sebelumnya, ada jarak diantara mereka, meski mereka dekat. Saat diturunkan di ranjang, Lili mengamati seisi ruangan. Kamarnya luas, dengan parabotan sederhana. Ada tiga pintu di sini, dua diantaranya untuk keluar masuk dan kamar mandi. Dan untuk satunya Lili belum bisa menebak.

"Ini kamar kita. Kamu suka?"

"Ka-kamar kita?" gagap Lili, takut jika salah mendengar.

"Ya. Kita akan menikah, gak mungkin kita pisah kamar." Felix melepas dasi yang masih terpasang di kerah lehernya.

Lili semakin merona. Tak pernah Lili membayangkan akan satu kamar dengan Felix.
"Aku suka." Senyum Lili semakin melebar.

"Tapi Felix, ini rumah siapa?" tanya Lili saat sadar bahwa dia tak tahu berada di rumah siapa. Meski ada tebakan dalam diri Lili saat mendengar kata 'ini kamar kita' dari bibir Felix, seolah menunjukkan ini rumah Felix sendiri.

"Rumah kita. Yah, meski rumah ini gak besar," jawab Felix tenang. "Aku mandi dulu ya." Tanpa menunggu jawaban Lili, Felix sudah memasuki kamar mandi.

Lili mengamati punggung Felix sebelum pria itu masuk ke kamar mandi.
"Tuhan, jika memang dia untukku, aku mohon mudahkanlah hubungan kami," do'a Lili pada sang pencipta.

Felix pria yang membuat Lili jatuh cinta, sampai membuatnya melakukan perbuatan dosa, sehingga menghadirkan sosok janin yang kini tumbuh di dalam rahimnya.

****

Mata Lili berkedip, tidur satu ranjang dengan Felix membuatnya gugup. Bahkan kini dia sendiri malah tak bisa tidur.

"Gak bisa tidur?"

Lili meringis kecil, lalu membalikkan badannya dengan posisi miring menghadap ke arah Felix.
"Belum mengantuk." Itu hanya alasan. Andai Felix tahu kalau Lili saat ini gugup setengah mati saat tidur satu ranjang bersamanya.

Srek.

Felix mendekati Lili, lalu membawa ibu hamil itu ke dalam dekapannya, bahkan tangannya juga mengelus perut besar Lili supaya Lili dapat tidur lelap.

"Kalau begini, bisa tidur, 'kan?" Suara bas Felix terdengar serak di telinga Lili. Lili hanya mengangguk dan merasa nyaman dalam dekapan hangat itu.

Lili tersenyum saat mendengar suara detak jantung Felix. Terdengar cepat, tapi tak secepat irama detak jantungnya.
"Aku suka," gumamnya pelan. Menikmati elusan tangan Felix ke perutnya.

Kehamilan Lili akan beranjak di bulan ke lima. Dan hubungan mereka hanya begini-begini saja. Bukan berarti Lili ingin segera dinikahi. Hanya saja, akan aneh bila hubungan mereka yang tak pasti, sampai anak mereka lahir ke dunia.

Lalu apakah sampai anak mereka besar, hubungan mereka tak akan diresmikan? Ingin bertanya pun, Lili tak berani. Lili hanya menghela napas disela-sela menikmati dekapan hangat Felix.

"Belum bisa tidur?" Felix mendengar helaan napas Lili. Mengurai dekapan itu sedikit, sehingga Felix dapat melihat Lili masih membuka mata.

"Aku belum mengantuk." Sekarang bukan karena tidur satu ranjang bersama Felix yang membuatnya tak bisa tidur. Akan tetapi pikiran-pikiran lain membuat Lili mendesah dalam hati.

"Ada sesuatu yang kamu pikirkan?" tebak Felix dan itu benar. Namun, Lili hanya tersenyum tipis, menyandarkan kepalanya di dada bidang Felix. Haruskah Lili mengatakannya?

Felix menghela napas pelan saat tak mendengar jawaban Lili, tapi malah merasakan jemari Lili mengetuk-ngetuk dadanya. Itu terasa geli, ada sesuatu yang membuat Felix menggeram dalam hati. Kenapa Lili malah menguji?!

"Lili," geram Felix dan menggenggam tangan Lili yang ada di dadanya.

Felix pria normal, tentu saja. Bisakah Lili mengerti?

"Apa?" Lili mendongak. Matanya berkedip, menatap Felix penuh tanya.

"Tanganmu," ujar Felix.

"Kenapa sama tanganku?" Lili tak mengerti. Ada apa dengan tangannya? Lili rasa tangannya baik-baik saja deh. Kecuali, errr... agak gemukan. Aish, tiba-tiba Lili malu sendiri.

"Jangan nakal," bisik Felix.

Na-nakal? Lili terperangah.

Felix memejamkan matanya sejenak, sebelum membuka matanya kembali. Felix menatap Lili dalam, mereka sedekat ini, sekian lama mereka hanya tegur sapa.

Bisa tidak sih, Felix menyerang Lili?!

....
28/11/22

Alhamdulillah, bisa up lagi.

Vote yuk, biar semangat nulisnya. Kasih semangat dong!!

(𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧) 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐌𝐚𝐥𝐚𝐦 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang