Egosurfing | O2

364 11 9
                                    

"Kamu bangun, kan...?" Tanya Chanyeol dengan nada dingin, sambil masih mencoba menenangkan nafasnya yang sedang terburu-buru.

Yeo-reum merasakan detak jantungnya berdegup dengan sangat kencang, hingga paru-parunya terasa harus berjuang untuk mengambil udara. Persis seperti apa yang dirasakan oleh Chanyeol saat itu juga. Kedua mata mereka saling terpaku satu sama lain, seolah sedang bertahan dalam suatu pertarungan.

Keberanian diri Yeo-reum seakan lenyap begitu saja, ketika mata cerah berwarna hazel miliknya bertemu dengan mata hitam pekat milik Chanyeol. Chanyeol mungkin tidak berniat untuk menyakiti Yeo-reum, namun kegelapan mata miliknya mencerminkan intimidasi yang sangat kuat, nan menghentikan sang gadis untuk memalingkan pandangannya.

"A,appa... Pulang...?" Suara Yeo-reum bergetar saat berbicara. Wajahnya memerah penuh seperti gurita yang sedang direbus matang. Berada begitu dekat dengan seorang pria untuk pertama kali dalam hidupnya, membuat Yeo-reum merasakan rasa malu yang sangat sulit untuk dijelaskan. Keadaan semakin parah saat sang ayah tidak mengenakan pakaian atas apa pun di hadapannya.

Dengan bibir yang bengkak nan basah, serta dada yang naik dan turun setiap kali ia mengambil nafas pendek, Yeo-reum benar-benar terlihat cantik, seperti menggambarkan wanita yang sedang mabuk di mata Chanyeol. Kehabisan nafas dan bingung, pancaran kecantikan putri bungsunya tersebut tidak berubah sedikitpun.

Yeo-reum belum pernah berada dekat dengan ayahnya sendiri seperti ini sebelumnya. Dia dapat merasakan hembusan nafas Chanyeol terasa hangat menerpa wajahnya. Aroma pahit rokok yang menyengat di hidung Yeo-reum, adalah satu-satunya penghalang yang memisahkan jarak tipis antara bibir sang ayah dengan bibirnya sendiri.

Waktu terasa berjalan sangat lambat, sementara atmosfer ruangan seolah memancarkan ketengangan seksual di antara mereka berdua, yang memiliki pandangan berbeda. Chanyeol tak akan sadar bahwa ia masih memperhatikan ekspresi cantik di wajah Yeo-reum sebelum akhirnya, ia sendiri mendengar tangisan putrinya seakan ingin pecah.

"...Ampun..." Yeo-reum seperti rusa betina kecil yang ketakutan, memohon belas kasihan agar diberi jalan keluar dari situasi yang tidak nyaman ini. Suara itu pelan sekali, hampir tidak mencapai telinga Chanyeol.

Terdengar suara derit kasur dan gesekan kain sprei saat sosok Chanyeol yang lebar bergerak dengan perlahan, dari sebelumnya melayang di atas tubuh kecil Yeo-reum, kini duduk di pinggiran tempat tidur. Kegelisahan bersembunyi dari ekspresi wajahnya yang mengeras, seolah-olah Chanyeol sedang menyusun teka-teki di dalam pikirannya sendiri.

"Udah minum obat kamu?" Nada bicara Chanyeol yang dingin terasa seperti jarum es yang menusuk kulit. Meski begitu, kedua matanya menolak untuk melihat Yeo-reum, bahkan wajahnya berpaling, dan hanya tertuju ke arah lantai di bawah.

Baik Chanyeol maupun Yeo-reum tampak cangung dan saling menghindari pandangan satu sama lain. Yeo-reum merapatkan dan menempelkan kedua tanganya di depan dada, dengan ujung jari yang saling bersentuhan. Eskpresi anak bungsu Chanyeol itu terlihat malu dan gugup, karena bajunya basah di bagian dada, dan bermaksud menutupi area berbentuk bulat nan kembar miliknya, yang basah itu.

"L... Lupa..." Jawab Yeo-reum terdengar bingung sekaligus tak yakin. Itu adalah bisikan yang lemah, hampir tidak melebihi suara berisik nyalanya AC.

"Yeo-reumie..." Dengan suara yang berat, Chanyeol mengeluarkan nafasnya dengan keras. "Kamu tau, kan? Kamu gak boleh lupa minum obatnya..."

DILF | Park ChanyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang