Ya Allah, setahun banget ini nunggunya?????
Makanya langsung dibaca aja, daripada nggak jadi update :D
🍂🍂🍂
Debar itu muncul seperti saat beberapa tahun yang lalu Zaya merasakan suasana daftar ulang di perguruan tinggi. Rasanya sama, meski berbeda pengantar.
Jika kala itu ayahnya yang menemani, sedangkan sekarang ia ditemani oleh suami dan buah hatinya yang baru genap berusia empat puluh hari. Bila saat itu ayahnya mengantar mengendarai sepeda motor dan dalam keadaan hujan lebat, sedangkan kini ia tak terganggu cuaca apa pun karena mengendarai mobil pribadi.
Satu yang pasti, kesempatan kedua yang Zaya dapatkan kini akan ia gunakan sebaik-baiknya.
Pandangan Zaya beralih ke bayi mungil yang tengah tertidur pulas di pangkuannya. Lalu dielusnya pipi yang mulai tembam itu dengan ibu jari, sembari memperhatikan kedua mata si bayi pula.
"Aku kok agak deg-degan, ya, Mas."
"Ya wajar, namanya orang hidup kan pasti deg-degan. Kalau enggak, ya repot."
"Mulai," cibir Zaya yang mulai hafal dengan jokes bapak-bapak yang belakangan kerap Afriz lontarkan. Tetapi diam-diam ia tersenyum juga.
Tak lama, gerbang gedung sebuah perguruan tinggi yang dituju pun sudah nampak. Terlihat pula papan nama permanen yang membuat debar jantung Zaya muncul lagi.
"Degan, degan apa yang ada di dekat kamu?" tanya Afriz sembari fokus mengendalikan setir mobil dan mengikuti arahan dari juru parkir.
Zaya yang sedang tidak terkoneksi, jelas saja sedikit berdecak. "Apa sih, Mas?"
"Deg-degan."
Bersamaan dengan Zaya yang makin tak habis pikir atas tingkah sang suami, putrinya yang semula tidur pulas kini merengek. Mungkin haus, entah mulai risi dengan ayahnya yang sok cari perhatian itu.
"Haus, Dek?" tanya Zaya, mencoba membaca isi pikiran bayinya.
"Bisa?" tanya Afriz, memastikan bahwa keadaan bisa dikendalikan oleh sang istri.
"Bisa, Mas."
Tanpa rasa sungkan, Zaya melepas dua kancing atas kemeja yang ia kenakan---kemeja putih polos yang sebenarnya milik Afriz. Setelahnya, ia berikan hak anaknya itu, sebelum si Kecil makin kehausan.
Afriz mengamati adegan itu dalam diam, menghela napas sebentar, kemudian mengalihkan pandangan agar pikirannya tidak berfantasi ke mana-mana. Dia sadar, hasratnya makin menggebu, tetapi tak sepatutnya dia cemburu. Kepada bayi pula.
"Mas tunggu di luar," ucap Afriz.
***
Mas Afriz
[masih lama?]
[Kenapa mas? Afya nangis?]
[barusan ngompol. tapi sudah tidur lagi setelah ganti popok dan senyum² sebentar]
[Bentar ya mas. Tunggu 1 orang lagi baru giliranku]
[heem]
Zaya menyimpan lagi ponselnya. Lalu ia menatap seseorang yang ada di sebelahnya, yang tengah melakukan proses daftar ulang sepertinya. Dari berkas-berkas yang tak sengaja ia baca, mereka satu jurusan.
Tadi Zaya pun berbincang sebentar dengan si mahasiswi baru tersebut, sekaligus mengonfirmasi apa yang menjadi dugaannya. Bahkan ia sempat diminta untuk mengikuti beberapa akun media sosial teman barunya itu, walau kenyataannya ia tak begitu aktif di dunia maya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangkut Paut
General FictionZaya kuliah lagi. Sebagai seorang istri dan ibu baru, tentu ia perlu pandai mengolah waktu. Beruntung, sang suami, Afriz, tak segan-segan mendukung penuh dari segala aspek. Dukungan penuh dari suami dan kesungguhan Zaya mengenyam pendidikan sembari...