~f o u r t h~

5.2K 420 17
                                    

Matahari yang yang sudah selesai menyinari bumi pun, kini berganti dengan rembulan yang terang.

Suasana malam yang sunyi dengan cahaya rembulan yang menyinari, membuat hawa begitu damai tak menenangkan.

Malam yang selalu menemani dikala matahari telah pergi, rembulan yang selalu menerangi dikala kita sedang sendiri.

Tetapi dikala malam tiba, seseorang akan mengeluarkan keluh kesah mereka, dengan menangis tak bersuara, walau sakit tapi terasa lega.

Seperti sekarang ini, keluarga Dwinata sedang dilanda kesedihan yang luarbiasa tak kala sang anak tengah mengalami kejang-kejang hebat.

Dengan segala khawatir yang mereka perlihatkan membuat siapa saja akan ikut merasakannya.

"Tuhan tolong jangan bawa anakku pergi, aku belum memberikan permintaan yang ia minta, hiks ku mohon tuhan tolong hiks." Tangis pilu itu terdengar begitu menyakitkan, dengan keadaan yang berantakan menambahkan kesan menyedihkan.

"Sayang ku mohon jangan seperti ini, asa anak yang kuat ia pasti bisa sayang."

"Daddy benar mom. Bang asa orang yang kuat pasti bisa ngelewatin masa kritisnya,"

"Aku tak bisa, putraku sedang tidak baik-baik saja hiks." Ujar Ana frustasi.

"Dengan mommy menangis tidak akan membuat adikku sadar." Datar Ken, ia sungguh jengah melihat mommynya menangis tak henti-hentinya, terserah mau dicap anak yang kurang ajar atau apa ia tak perduli, persetan dengan itu semua ia sungguh jengah.

"Dimana sopan santun mu Ken, ia mommy mu hormati dia." Dingin Adi ia sangat kesal dengan putra sulungnya itu sangat kurang ajar.

Gitu-gitu juga turunan Lo ya om, hasil dari kecebong Lo jadi jangan sembarangan 😌

"Sudahlah mas, benar kata Ken, dengan aku menangis terus menerus tidak akan membuat Asa sadar." Ucap Ana ia pun membenarkan penampilannya, sudah cukup ia menangis terus menerus sampai lupa dengan penampilannya.

Adi dan Daniella yang melihat perubahan dari Ana pun heran, dan menatap Kenzie dan Ana bergantian, sungguh di luar nalar menurut mereka dengan Kenzie yang berucap demikian dan perubahan dari Ana yang mencengangkan.

.

.

.

.

.

.

.

Terlihat pemuda yang tengah tidur dengan peluh yang mengalir di dahi dan pelipisnya, bahkan sesekali terlihat kerutan di dahi bocah itu.

"Dimana"

"Tempat apa"

Pemuda itu berujar dan sesekali menyerit heran.

"Aneh"

Ujar pemuda itu, ia masih bingung dirinya berada dimana, apakah dirinya sudah berada di surga pikirnya.

"Hai"

Pemuda itu pun terjengit kaget kala mendengar pekikan dari sesosok mungil di depannya.

"Siapa?"

"Berlin, salam kenal kakak dingin." Ucap si mungil kan mengulurkan tangannya pada pemuda didepannya.

"Angkasa" balasnya dan menerima uluran tangan si kecil.

"Bungsu Adijaya?" Tanyanya pasalnya yang ia kenal orang bernama Berlin hanya pemuda yang sekarang tubuhnya ia tempati.

"Eung, benar sekali kakak sepertinya tidak membuat keributan dengan tubuh ku."

_CHANGE_Where stories live. Discover now