Psikopat (Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 9)
Hari beranjak malam, aku baru saja selesai membedah dua orang pasien di rumahku.
Setelah membersihkan badan, aku memilih untuk beristirahat sejenak, dengan duduk santai di teras depan. Dengan bertemankan secangkir kopi hitam dan sebungkus rokok dihadapan.
Sembari memeriksa tiga ponsel milik gadis-gadis selingkuhan suamiku satu persatu.
Mulai dari pesan chat mereka, hingga foto galeri gadis-gadis belia itu.
Ternyata benar, bahwa kedua gadis itu merupakan dua orang sahabat yang cukup dekat. Dari histori media sosial mereka terlihat bahwa kedua wanita itu selalu bersama.
Raut wajah mereka terlihat ayu dan cantik-cantik. Namun sayang, dengan kecantikan itu pula mereka manfaatkan untuk menjerat laki-laki hidung belang.
Sampai detik ini saja, puluhan chat silih berganti masuk ke aplikasi whatsapps yang mereka punya.
Namanya, Nirina, biasa dipanggil Nina. Dan dialah orang yang menghubungi suamiku kala itu.
[Nin, kamu dimana, sih? Kok chat aku nggak dibales-bales? Aku ada job ini buat kamu.]
Aku tertarik membuka salah satu pesan dari sahabatnya. Pesan ini masuk ke ponsel Nina yang baru aku sita. Sepertinya ponsel ini masih baru, dapat terlihat dari kontak yang tercantum di sana hanya ada beberapa nomor saja.
Ya, orang itu, gadis yang juga ikut tertangkap basah olehku waktu itu.
[Nin, bales dong chat aku. Aku mencemaskan kamu, tau.]
Aku mengabaikan pesan darinya.
Sebenarnya jika aku mau, aku bisa saja menyuruhnya untuk datang ke sini. Namun niatan itu harus kutunda terlebih dahulu, sebab dua pasien yang ada dilantai dua rumahku belum juga selesai urusannya.
Jika aku menyuruh gadis itu untuk datang sekarang, aku sangsi jika aku akan kesulitan untuk menyingkirkan jasad mereka nanti.
Sedangkan untuk pasien yang dua ini saja aku sudah mulai kewalahan ingin membuangnya kemana.
Apa aku cincang-cingcang aja ya, biar halus sekalian. Terus setelah itu diblender buat di jadiin bakso. Pasti enak tuh dagingnya, masih muda, masih enak-enaknya.
Eh, ternyata gadis itu aktif juga disebuah aplikasi khusus untuk Curhat. Dia selalu menuliskan curahan hatinya di sana.
'Dear untuk diriku sendiri.'
'Malam tadi aku baru saja ketahuan sedang berpesta di sebuah kamar hotel dengan seorang pria hidung belang. Nama inisial orang itu ialah MA. Aku dan dia baru beberapa bulan ini berkenalan. Aku mengenalnya lewat aplikasi Tiktok, dimana aku sedang melakukan siaran langsung dengan teman baikku, namanya Linda (Nama samaran.)
Orang itu, memberi gift yang cukup banyak untuk kami. Bahkan dia sampai meminta nomor ponselku. Tentu, sebagai seorang konten kreator, kami harus senantiasa dekat dengan semua penggemar kami. Aku memberi nomor pribadiku untuknya.
Setelah selesai melakukan live streaming, orang itu menghubungiku. Pesannya sudah puluhan sampai belasan, berjejer di halaman whatsappku. Dengan senang hati, aku membalas pesan darinya. Tak lama kemudian, orang itu menghubungiku melalui panggilan video call.
Karena tidak ada kegiatan lain, aku mengangkatnya. Apalagi dia bilang ingin menggunakan jasa kami untuk menjual barang miliknya. Aku tidak tahu barang apa yang ingin dia jual.
Setelah itu, kami ngobrol bersama hingga sampailah pada penawaran itu.
Ternyata orang itu ingin menyewa jasa kami untuk menemaninya. Dia menawarkan harga yang sangat fantastis dan menggiurkan untuk kaula muda seperti kami. Apalagi tugas itu tidak begitu sulit, cukup hanya menemaninya tidur sampai pagi.
Tanpa menunggu lama, dia langsung mentransfer separuh harga yang ia janjikan ke rekeningku. Jadi, aku menerima dan menepati janji untuk menemuinya di sebuah apartemen ternama di kotaku.
Dan setelah malam itu, pria itu selalu membokingku dan juga sahabatku Linda. Ternyata pria berinisial MA itu merupakan seorang maniak s*ks.
Setelah mengenalnya, dan bermain bersamanya, aku juga ikut kecanduan seperti penyakit yang ia derita. Entah kenapa aku selalu merindukan orang itu. Belaiannya, goyangannya, selalu mengisi hari-hariku. Dan kalian tahu, bahwa itu rasanya..., ah entahlah. Aku tidak bisa menggambarkannya.'
Masih sampai di situ, aku sudah mual untuk melanjutkan curahan hati gadis itu. Darahku kembali mendidih, membayangkan bagaimana liarnya tingkah laku suamiku ketika melayani wanita murahan itu.
Sangat berbanding terbalik ketika suamiku melayaniku akhir-akhir ini. Sepertinya suamiku sudah kehilangan gairah untuk menyentuhku. Bahkan aku harus rela kehilangan waktu selama berjam-jam hanya untuk sebuah pemanasan.
Kesal gak tuh?
Aku kembali naik kelantai dua. Sebenarnya aku masih lelah, namun setelah membaca curahan hati gadis itu, tenagaku rasanya kembali pulih. Aku merasa bahwa tubuhku mendapatkan sebuah suntikan energi yang sangat besar.
Tanpa menunggu hari esok, aku harus menghabisi wanita rendahan itu malam ini juga. Sebelum penyakit yang ia derita menular kepada orang lain.
Bukankah mencegah itu lebih baik dari pada mengobati, bukan?
Apalagi dia adalah sebuah duri bagiku. Dan duri itu harus segera cepat-cepat aku singkirkan sebelum dia terlalu dalam menusuk hingga ke tulang-belulang.
Aku mengambil sebilah pisau yang biasa digunakan oleh orang-orang untuk menyembelih hewan.
Sebuah pisau yang selama ini belum pernah dipergunakan.
Aku mendekati wanita itu, yang masih terbaring di lantai. Sepertinya gadis itu belum siuman semenjak aku bedah tadi.
"Prak. Prak. Prak."
Selesai.
Sekarang dirinya hanyalah tinggal sebuah nama.
Nirina alias Nina. Sungguh, betapa malang nasibmu!
"Nina bobo, oh Nina bobo. Kalau tidak bobok digigit nyamuk." Aku bernyanyi mengiringi kepergiannya.
"Nina bobo, oh Nina bobo. Kalau tidak bobok digigit nyamuk." Aku bernyanyi di keheningan malam, menghibur diri, pelipur lara, mengenang betapa kejamnya dunia ini.
"Nina bobo, oh Nina bobo. Kalau tidak bobok digigit nyamuk." Selamat jalan kawan, pergilah engkau ke neraka.
Aku mengambil sebuah pengeras suara, yang biasa aku pergunakan untuk berkaraoke ria, ketika hatiku sedang dilanda kegalauan.
Bentuknya agak mirip dengan junior suamiku. Namun, kepala pengeras suara ini lebih sedikit besar dan batangnya juga lebih keras.
Aku menyodokkan benda tumpul itu kebagian bawah tubuh gadis yang sedang terbujur kaku, dan sudah terpotong menjadi dua.
Beginilah kesudahan bagi orang-orang yang telah berani mengusik hidupku.
Hidup dan matinya tidak akan pernah tenang aku perbuat. Selama aku masih bisa bernapas, dan nyawa masih dikandung badan. Tak akan aku biarkan hidup mereka-mereka yang berani menghina dan merendahkan harga diriku bisa bernapas dengan tenang.
"Nina bobo, oh nina bobo. Kalau tidak bobok digigit nyamuk." Aku terus mengumandangkan lagu itu, karena aku merasa sangat bahagia.
"Nina bobo, oh nina bobo. Kalau tidak bobok digigit nyamuk."
Rasanya sangat puas sekali.
"Hihihihihi...."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan(selesai)
AcciónIndah terpaksa menghabisi suaminya karena merasa telah dikhianati oleh pria yang sepuluh tahun menikahinya.