Modar

215 6 0
                                    

Psikopat ( Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan 7)

"Ini Mas, jamunya diminum dulu!" Aku menyerahkan segelas jamu yang baru kuseduh pada suamiku. 

Tentu dengan gaya manja yang sengaja kubuat-buat agar suamiku tergoda.

"Kok dingin?" protes suamiku, ketika gelas itu baru saja menyentuh kulitnya.

"Tidak apa-apa, Mas. Biar seger. Nanti kalau mau panas, biar Indah yang panasin." Aku masih bersikap lembut, sembari memberi kode dengan lidah dan bibirku agar suamiku segera meminum jamu yang telah aku persiapkan untuknya.

"Ini jamunya beli atau racik sendiri?" 

"Beli dong, Mas. Tapi ini harganya mahal banget lho. Jamu ini khusus Indah pesen buat Mas seorang. Pokoknya jamu ini limited edition, deh."

"Oh, gitu ya." Mas Andra mencicipi sedikit jamu itu dengan ragu-ragu.

Sepertinya tingkat kewaspadaan suamiku memang benar-benar sangat tinggi. Dia sangat peka terhadap gerak-gerik orang disekitarnya. Sehingga mempersulit diriku untuk mengeksekusi suamiku ini.

Aku harus bisa mengontrol emosi dan bersikap setenang mungkin agar suamiku merasa nyaman. Agar dia lalai, dan kemudian baru aku sikat.

"Dihabisin dong, Mas! Biar mainnya kuat."

"Tapi sepertinya ini sudah cukup, Sayang! Mas paling nggak bisa minum yang pahit-pahit."

"Yah, gak asik dong. Masa dosisnya cuman sedikit. Entar belum apa-apa sudah keok duluan itu juniornya, Mas." Aku memasang wajah kecut, pura-pura kecewa pada Mas Andra.

"Ya udah, Mas habisin. Tapi kamu harus janji kalau siap melayani Mas sampai tuntas."

"Oke." Aku kembali tersenyum.

*

"Sayang! Perasaan kaki Mas kok kram, ya? Kok nggak berasa gitu." Suamiku memijat-mijat bagian kakinya.

"Nggak apa-apa itu, Mas. Itu hanya reaksi dari jamu tadi." Aku berucap santai di depan meja rias.

Mempersiapkan segala sesuatu yang telah aku persiapkan sebelumnya untuk menghabisi suamiku.

"Tapi ini lain, Sayang. Bahkan kaki Mas nggak bisa digerakin sama sekali. Emangnya jamunya beli dimana, sih?"

"Jamunya ya dibeli di toko obat dong, Mas!" jawabku santai, sembari berjalan kembali menuju ketempat suamiku berbaring. " Eh, iya. Indah baru inget kalau kemarin itu sempet mencampurnya dengan sedikit zat kimia sejenis Sianida. Tapi zat ini katanya lebih lunak dan lembut, serta membunuh secara perlahan."

"Apa?" Mata Mas Andra melotot, dan mulutnya ternganga lebar ketika mendengar penjelasan dariku.

"Tenang saja, Mas! Jangan panik. Indah tidak akan langsung menghabisi nyaw4 Mas seperti apa yang biasa Mas lakukan pada musuh-musuh Mas sebelumnya. Indah akan memberi tenggat waktu untuk Mas hidup lebih lama agar Mas dapat menyesali segala perbuatan Mas selama ini."

Aku mengeluarkan alat bedah berupa gunting, jarum, pinset dan pisau di sebelah kaki Mas Andra yang sudah tidak bisa lagi bergerak.

Mau lari kemana dia? Ayo loh. Ayo loh.

"Apa yang ingin kamu lakukan?" Tubuh Mas Andra tampak bergetar, namun hanya sebagian saja, sedangkan sebagian lagi sudah mati rasa akibat reaksi dari racun yang sudah aku campurkan pada jamunya tadi.

Aku melirik ke arah junior Mas Andra, kemudian membuka paksa celananya.

Tidak susah, karena saat ini suamiku sedang mengenakan celana pendek yang terbuat dari bahan karet. Tinggal tarik saja kebawah langsung melorot. Dan tampaklah ia, junior yang masih tegak berdiri, sedangkan kepalanya masih dibalut dengan perban, bekas gigitan dua wanita itu kemarin.

"Jangan Indah. Jangan lakukan itu! Mas mohon Indah, Mas mohon jangan lakukan itu pada Mas." Mas Andra teriak-teriak dan menangis, memohon ampunan kepadaku.

Sedangkan dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Untuk menggerakkan tubuhnya saja pun dia sudah tidak sanggup lagi.

Rasakan kamu, Mas! Kamu telah merendahkan harga diriku selama ini, dengan memperlakukan aku tak ubah hanya seperti kasur, yang kamu datangi ketika ingin tidur saja.

Aku sudah tidak peduli lagi dengan ucapannya. Semakin dia berteriak, aku semakin bergairah. Semakin dia teraniaya, aku semakin bahagia. Semakin dia menderita, dan aku pun semakin puas melihatnya.

Aku langsung saja memotong sumber masalah yang ada dibagian tubuh suamiku sampai keakar-akarnya agar jangan bisa tumbuh lagi. Setelah itu, dengan bermodalkan tutorial dari youtube, aku menjahit kembali bagian tubuhnya yang terluka, secara otodidak.

Beres. Bagian yang luka sudah tertutup sempurna.

Eh, kalau mau pipis keluar dari mana ya?

Aku kembali mengecek dan mengamati bekas luka yang baru saja aku operasi tadi.

Sedangkan Mas Andra sudah tidak sadarkan diri. Namun dia masih bernapas. Dapat kusimpulkan bahwa dia masih hidup.

Aku memain-mainkan senjata tumpul milik suamiku itu. Senjata yang telah sering dia salah gunakan untuk mengelabui wanita-wanita bodoh diluaran sana. Dan bodohnya lagi,  aku masih mau memakainya kembali ketika suamiku pulang dan meminta jatah padaku.

Sangat-sangat menjijikkan sekali ini barang.

Tapi lihatlah kini, bahwa senjata yang dia bangga-banggakan selama ini bukan lagi berarti apa-apa. Dia hanya segumpal daging yang tidak berguna ditanganku.

Aku masih saja memain-mainkan junior suamiku, memencet-mencetnya layaknya seperti mainan anak-anak yang pernah viral. Kalau tidak salah squishy namanya. Lembek-lembek menggemaskan.

Enaknya diapain ya ini barang? Di jadiin sosis atau sate?

Merasa bosan, aku menyimpan squishy cap  Mas Andra ke freezer agar masih bisa digunakan lagi nanti, ketika sewaktu-waktu aku sedang butuh. Tak lupa, aku juga telah menyuntikkan zat pengawet kedalamnya agar bisa bertahan lebih lama.

Tak lama, suara ponsel berdering. Ternyata sumber suara itu dari ponsel suamiku. Aku mengecek panggilan yang masuk, ada nama Nina tertera dilayarnya.

Oh, ternyata dari calon pelakor itu ternyata.

Pas banget, lebih baik aku undang saja dia untuk datang ke sini agar kami bisa main bersama.

"Halo? Ini siapa ya?" tanyaku dengan lembut, pura-pura tidak mengenalnya.

"Ini Nina. Kamu siapa? Kenapa kamu yang mengangkat telepon Mas Andra?"

Eh, ternyata ini bocah tidak mengenali suaraku. Bodoh sekali dia.

"Saya pacarnya Mas Andra. Kamu siapa? Istrinya Mas Andra ya?"

"Kamu tidak perlu tahu aku siapanya dia. Mana Mas Andra? Tolong berikan hapenya padanya! Aku mau bicara."

"Oh, pacar saya sedang kelelahan. Jadi dia masih tertidur pulas. Saya nggak berani membangunkannya. Takut nanti dia marah."

"Ada dimana dia sekarang, ha? Aku mau ketemu sama dia sekarang juga. Cepat katakan, kalau tidak aku akan viralkan videonya." Ancam wanita itu dari sana.

Oke. Ini merupakan kesempatan emas bagiku.

Aku ada ide cemerlang untuknya. Akan aku kerjain aja dia sekalian.

"Ya udah, kalau kamu mau ketemu sama Mas Andra, datang aja langsung ke sini. Nanti aku kirim lokasinya." Aku bersikap seramah mungkin, agar wanita itu mau datang ke rumahku.

"Cepat kirim sekarang!" Dia mematikan panggilannya.

Aku tersenyum sinis. Ternyata anak itu barbar juga. Tidak ada takut-takutnya sama sekali.

Oke. Sangat berbakat. Ini pasti menyenangkan.

*****

Kuhabisi Suamiku Dengan Elegan(selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang