▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya~~~
Alesha bangun sambil mengernyit melihat ke sekeliling. Dia mengucek mata dengan berkedip beberapa kali untuk menjernihkan penglihatannya. Setelah sadar bahwa saat ini dia berada di atas kasur Bagas, wanita itu memperhatikan seluruh kamar untuk mencari keberadaan kekasihnya. Dia duduk dan mencoba mengingat-ingat kejadian semalam hingga berakhir di sini.
Wanita yang belum mengganti pakaiannya sejak kemarin itu turun dari kasur dan berjalan ke luar kamar. Dia menemukan Bagas tidur di sofa. Alesha bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Setelah selesai, dia masih melihat kekasihnya tetap meringkuk di sofa. Akhirnya, wanita itu pergi ke dapur dan membuka kulkas untuk melihat bahan yang ada sebelum memasak sarapan.
Kurang dari satu jam, semua menu sarapan sudah tersaji di meja makan. Alesha mendekat ke sofa berniat membangunkan Bagas. Namun, dia justru terdiam sambil memandangi wajah damai pria yang masih terlelap itu.
Perlahan, tangan Alesha terangkat untuk menyentuh wajah di hadapannya itu. Jarinya terus menelusuri kening, hidung, mata, hingga bibir. Tatapannya beralih ke pundak Bagas. Dia masih mengingat dengan jelas luka yang berada di sana. Luka yang didapat pria itu karena menolongnya sewaktu mereka masih kecil.
"Jadi, lo beneran Restu yang gue kenal dulu? Luka itu nggak pernah bisa gue lupain. Harusnya, gue langsung ngenalin lo malam itu. Tapi, gue nggak pernah bayangin lo yang dewasa bisa berubah 180 derajat dari Restu kecil. Maaf, karena gue udah sempet marah sama lo." Alesha bergumam dengan jarinya masih tetap di atas bibir Bagas.
Wanita itu terkejut hingga mundur dan hampir menabrak meja saat pria yang masih terlelap tadi tiba-tiba memegang tangannya. Mereka sempat bertatapan beberapa detik sebelum Alesha mengalihkan pandangan. Dia berdiri begitu pula dengan Bagas yang langsung duduk. Wanita itu mengajak kekasihnya untuk sarapan.
"Bapak mandi dulu aja. Saya mau ke tempat Aqila buat ngecek kondisinya sambil naruh barang-barang saya." Alesha bicara setelah mereka menghabiskan makanan.
"Ya udah, abis itu saya ke kantor buat nyiapain pertemuan dengan Pak Wawan. Proposalnya udah selesai, kan?"
"Ah, iya. Udah, kok, kemarin. Nanti saya kasih ke Bapak buat dicek lagi. Nanti saya ikut Bapak terus turunin di rumah sakit, ya?"
"Iya. Saya juga mau ke sana liat kondisi Om Anton."
Alesha tersenyum sambil mengangguk lalu bergegas keluar dari unit Bagas, sementara pria itu masuk ke kamar mandi. Tiba di dalam unit Aqila, wanita itu memanggil-manggil nama sahabatnya dan tidak mendapat jawaban. Dia makin curiga dengan keadaan apartemen yang gelap dan sunyi. Wanita itu menghidupkan lampu dan terkejut melihat unit sahabatnya itu kosong.
Wanita itu berlari ke kamar dan tidak menemukan Aqila. Dia justru menemukan secarik kertas di atas meja rias. Alesha membaca isi surat yang ditinggalkan sahabatnya itu sambil menangis.
Dalam surat tersebut, Aqila menjelaskan pilihannya untuk pergi setelah bertemu dengan Reza yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Dia juga merasa bersalah karena secara tidak langsung telah membuat Alesha terlibat masalah. Wanita itu berjanji akan kembali lagi ketika merasa lebih tenang dan bisa menerima keadaannya sendiri.
Alesha mengusap air mata yang terus menetes ke pipi. Dia menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Setelah merasa lebih tenang, wanita itu membuka laci meja rias untuk mencari diari Aqila yang selalu di simpan di sana. Namun, diari tersebut ikut menghilang bersama dengan pemiliknya. Dia bergegas keluar dari unit tersebut dan kembali ke apartemen Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secretary [TAMAT] - SEGERA TERBIT
RomanceTidak selamanya menjadi putri tunggal dari orang tua kaya raya membuat hidup seseorang bahagia. Alesha Kinan Wijaya justru memilih pergi dari rumah dan hidup mandiri karena menolak untuk dijodohkan dengan putra dari sahabat ayahnya. Wanita manja dan...