8.pengadu

0 0 0
                                    

Setelah pulang sekolah kelas XI IPA 1 berencana menengok aura yang kini berada di rumah sakit.

"Kita beli buah tangan dulu buat aura ya guys" ucap Andre sebagai ketua kelas.

"Kita patungan atau beli sendiri-sendiri?" Tanya Chika

"Emm enaknya gimana nih?" Andre cukup bingung juga pasalnya mereka semua berjumlah sekitar 30 orang.

"Mending patungan aja lah, kalau kita beli sendiri-sendiri nanti yang ada malah dikira jualan si aura" saran Alena

"Ya udah kalau  gitu kita beli 2 aja yah" ucap meta

"Nah ayo keluarin uang kalian" Chika berkata dengan penuh semangat

"Vin bayarin dong gue gak bawa uang simpanan nih" Bima menoleh kearah devin seraya menengadahkan tangannya.

"Gaya doang elit uang sulit" celetuk satria

Sedangkan devin hanya memutar bola matanya malas. Bima selalu meminjam uang devin jika terjadi hal mendadak seperti ini. Bima bukannya tak punya uang justru uang sakunya 500 ribu perhari namun ia menabungnya setengahnya agar ketika ia membutuhkan sesuatu yang di inginkan ia bisa membeli sendiri tanpa harus meminta terlebih dahulu kepada orangtuanya begitu kata Bima.

Meski sering menyisihkan sebagian uang sakunya Bima bukan tipikal orang yang pelit justru ia yang paling royal jika urusan membantu orang susah.

Semua uang sudah terkumpul di tangan Chika selaku bendahara kelas. Mereka semua berangkat menuju rumah sakit Harapan kasih.

***
RS Harapan kasih

Di kamar rumah sakit aura memandang taman RS Harapan kasih dengan tatapan kosong lewat jendela ruangannya. Tak ada yang menemaninya, tadi kedua orangtuanya hanya datang untuk memarahinya.

Flashback on

"Bodoh apa yang kau lakukan hah!" Teriak Adelin mama aura saat pertama kali ia masuk bukannya menanyakan prihal kondisinya mamanya malah berteriak memarahinya.

"Jika kau memang tak bisa menjadi yang terbaik jangan melakukan hal bodoh seperti ini" kini papa aura yang membuka suara

"Cih memalukan kenapa juga aku harus melahirkan mu" mama aura pergi setelah mengucapkan kata yang tak seharusnya ia ucapkan

Flashback off

Tanpa sadar air mata aura mulai turun membasahi pipinya. Harusnya mama dan papanya bertanya kenapa ia melukai
dirinya sendiri bukan malah memarahinya lalu pergi

Cklek
Pintu ruangan aura terbuka namun sang empunya masih tak menyadari akan kehadiran para temannya.

Tanpa kata liona langsung memeluk tubuh aura yang mulai bergetar karena menangis.

"It's okey semua akan baik-baik saja" ucap liona menenangkan aura

"Mereka jahat na" lirih aura

Liona terus mengusap punggung aura agar ia tenang

"Mereka gak nanya apa gue baik-baik aja atau gak? Mereka cuman marah-marah habis itu pergi begitu aja" cerita aura

"Bahkan mereka bilang kenapa gue harus lahir. Kalau aja gue bisa milih gue juga gak mau na"

Semua yang mendengar cerita aura menundukkan kepalanya.

"Gue capek pengen menyerah aja. Gue gak punya siapa-siapa"

"Ra lo gak anggap kita semua?" Tanya Chika yang kini mulai mendekati aura dan liona

"Lo punya kita ra jangan takut" ucap Bima

"Lo bisa berbagi ke kita bukannya kita semua udah bilang kalau kita itu keluarga jadi jangan merasa sendiri ya ra" kata devin seraya mengelus rambut aura.

"Jadi jangan sedih kita semua ada untuk lo" kini Andre menimpalinya

"SEMANGAT AURA!" Seru semuanya

"Maaf dek ini rumah sakit harap tenang nanti pasien yang lain terganggu" tegur suster yang kebetulan lewat.
Mereka semua malu begitu di tegur suster lalu tak lama mereka semua tertawa setelah saling pandang satu sama lain.

"Udah woy nanti kita ditegur lagi" ucap satria

"Sebagian keluar ini ruangan sempit kasian aura jadi pengap" titah alena

Kamar terasa sangat sempit karena kedatangan teman sekelasnya. Sebagian sudah pamit karena hari juga sudah mulai sore.

Di ruangan aura hanya tersisa liona, Alena, Chika, meta, Andre, Bima, satria, dan devin saja.

"Guys gue, Chika, meta sama alena pamit dulu ya nanti malem kita kesini lagi buat jaga aura" pamit liona

"Gak usah kesini lagi na gue gak papa kok" tolak aura

"Kita gk menerima penolakan" kata meta

"Dan buat kalian berempat jaga aura selagi kita pulang ok" titah Chika

***
Mansion Damian

Begitu sampai mansion liona langsung masuk ke dalam namun langkah kakinya harus terhenti saat ana berada di depannya menghentikan langkahnya.

"What happen?" Tanya liona

"Lo dipanggil papa di ruang kerja" ucap ana dengan mengangkat dagunya

Liona berlalu pergi ke ruang kerja milik Erick.

Cklek
Liona tak perlu repot-repot untuk mengetok pintu karena malas bersikap sopan kepada Erick.

"Kau! Sangat tidak sopan. Apa kau tidak diajari tata Krama?" Ucap Erick begitu Iona masuk

"So?" Tanya liona tanpa menghiraukan ucapan Erick ia bahkan kini duduk didepan papanya dengan gaya angkuh.

"Apa yang kau perbuat hari ini di sekolah liona?" Tanya Erick penuh penekanan

"Tanpa saya memberi tau anda pasti sudah tau, entah dari putri barumu atau orang suruhan mu itu?"

"Bagaimana kau tau?"

"Gampang saja, guru BHS tak akan menelpon anda karena mereka belum tau kejadian tadi. Jadi hanya ada dua kesimpulan pertama suruhan anda yang melaporkan atau putri anda itu"

"Kau tau apa yang kau lakukan itu tindak kriminal jika media tau nama baik keluarga ini akan tercoreng!"

"Apakah saya peduli dengan ucapan anda? Tidak, saya tidak peduli sama sekali" liona lantas berdiri berlalu pergi. Saat sampai pintu ia menghentikan langkahnya tanpa menoleh sedikitpun

"Oh iya jangan lupa marga yang anda sandang dan semua harta yang anda punya adalah milik ibu saya"

Setelah mengatakan itu liona pergi menuju kamarnya namun lagi-lagi ana berada di hadapannya dengan senyum puas.

"Berhenti lah bersikap seperti an**ng yang hanya tau cara menjilat orang lain" ucapan liona sungguh membuat ana kesal terbukti kini tangan ana mengepal bahkan wajahnya kini memerah.

Liona menyunggingkan senyum saat melewati ana. Ia sungguh puas dengan reaksi ana yang begitu menggelikan.

*******

LIONA YORA DAMIAN
22  April 2022

dark night (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang