13. Kumbang

34 9 2
                                    

TUBUH XIRAN tetap bergeming di atas kubangan yang menggenang seperti danau berwarna merah gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TUBUH XIRAN tetap bergeming di atas kubangan yang menggenang seperti danau berwarna merah gelap. Meskipun hari sudah meninggi, cahaya dari luar tampak remang-remang di dasar tangga. Itu membuat darah genangan tersebut terlihat lebih gelap, nyaris seperti sebuah lubang hitam yang sedang menganga.

Satu jam sudah berlalu. Saat itu ruang lobi ini dipenuhi oleh seluruh penghuni penginapan, yang terperanjat begitu mendapati pembunuhan yang kembali terjadi. Kepanikan meluap dan melanda semua yang berkumpul di situ, sebab tidak hanya karena mereka menemukan Xiran yang tewas di dasar tangga, melainkan juga kenyataan bahwa ternyata Orlen-lah yang ada di balik momok yang selama ini menghantui mereka.

Namun, gadis itu sendiri tampak tidak yakin dengan keadaannya. Pengakuan dan penyangkalan bergantian keluar dari mulutnya, sampai Nollan memutuskan untuk membawanya pergi. Akhirnya, satu demi satu penghuni lainnya juga berlalu pergi. Hanya Erika yang tetap berada di dekat meja resepsionis.

Erika merapatkan punggungnya pada dinding lobi dan mengangkat sedikit wajahnya. Dia mengamati bercak-bercak hujan yang mengetuk kaca jendela, yang kemudian mengalir turun membentuk garis-garis air.

Apakah benar Orlen pembunuhnya?

Erika membenamkan tangannya ke dalam saku celana panjangnya. Di dasar saku tersebut, jari-jarinya mengelus sesuatu yang tipis menyerupai koin. Sedikit bergerigi di sisi-sisinya dan licin di permukaannya. Benda itulah yang diberikan Nicco ketika dia sempat membuka matanya di pagi hari, sebelum benar-benar terpejam untuk selamanya.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang mendekat dari arah belakang. Erika beringsut dan menoleh. Seorang laki-laki muda datang dari dapur, mendekati dasar tangga, lalu berhenti agak jauh dari tubuh Xiran. Dia mengamat-amati sekeliling tangga sampai ke puncaknya, sambil membekap mulut dan hidungnya sendiri dengan sapu tangan.

Nollan.

"Ada sesuatu?" Erika menghampiri. Tangan kirinya masih berada di dalam saku.

Dari balik sapu tangan di wajahnya, Nollan memicingkan mata. "Ini tidak baik," ungkapnya. "Rupanya kami kehabisan cairan pengelantang. Padahal, kamper yang disimpan di gudang semuanya basah karena rembesan air hujan."

Erika menatap Nollan sejenak. Terkadang, sulit rasanya mengerti apa yang ada di dalam kepala orang lain. Itukah yang terpikirkan olehmu dalam keadaan seperti ini?

"Tolong jangan berprasangka buruk." Nollan menyahut, seolah-olah menepis apa yang barusan terlintas dalam benak Erika. "Aku masih punya nurani. Tapi, bukan sesuatu yang baik membiarkan bebauan ini tetap tercium sampai ke penjuru penginapan. Suasana sekarang ini sudah sangat buruk. Setidaknya, ada sesuatu yang bisa kita lakukan untuk membuatnya sedikit lebih baik."

"Aku mengerti." Erika mengalihkan pandangannya dari Nollan sembari berdesah pelan. "Mungkin ini tidak akan membantu banyak. Masih ingat dengan kotak P3K yang waktu itu Vanya berikan untukku?"

Something in The StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang