14. Nestapa

42 9 1
                                    


Suara samar dari lantai bawah tak memecahkan fokus Orlen dalam memandang pisau bebercak darah kering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara samar dari lantai bawah tak memecahkan fokus Orlen dalam memandang pisau bebercak darah kering. Otaknya kembali mengulang kejadian beberapa jam sebelumnya, kala orang yang dirinya kasihi terlentang dengan besi menghujam jantung. Melihat pemandangan itu membuat seluruh tubuhnya kehilangan kekuatan. Dengan tangan gemetar hebat dan air mata yang dia paksa agar tak keluar, tangan gadis itu menarik pisau berimbas pada semakin banyaknya darah keluar dari lubang mengangga. Jemarinya kemudian beralih pada luka Xiran, menekannya dengan harapan darahnya akan terhenti dan Xiran membuka matanya. Namun, usahanya memanglah sia-sia, mau selama apapun dia mencoba bukannya terbangun malah tangannya sendiri yang ternoda darah.

Ironis, cintanya pergi sebelum mengetahui perasaannya. Padahal, gadis itu sudah berencana untuk mengatakan perasaannya saat bertemu Xiran lagi, maka dengan begitu dia kembali ke kamar dan mengganti pakaiannya dengan gaun pendek terusan berwarna putih dengan motif bunga. Akan tetapi, apa ini? Bukannya terlihat cantik dirinya malah tampak seperti pembunuh psikopat yang mandi darah korbannya. Seakan membenarkan pemikiran itu bukannya berteriak seperti orang normal lainnya Orlen malah diam membatu. Hal itu tampaknya sangat meyakinkan Joan kala menemukannya tak lama setelah itu.

***

"Jadi kau benar-benar tak membunuh Xiran?" Nollan bertanya. Matanya memandang lama Orlen, memperhatikan gadis yang tengah memainkan bilah yang membunuh Xiran. Tak mendapatkan jawaban, pemuda itu menghembuskan napasnya kemudian memilih duduk di salah satu bangku ruangan. "Dengar, tak ada gunanya kau diam seperti ini, semua orang malah akan semakin menganggapmu pembunuh Xiran, mereka pasti akan—"

"Akan apa? Membunuhku? Mengurungku di ruangan apak yang berada di lantai dua ini selamanya? Pilihan apapun tak ada gunanya lagi, semua petunjuk mengarah padaku, bahkan pesan terakhir Xiran pun hanya memuat namaku, seakan menegaskan akulah pembunuhnya, terlihat sengaja membuatku terjebak dalam pembunuhan yang tak aku lakukan!" Tawanya meledak kemudian, bersama tangis yang dia bendung sebelumnya. Tak ada yang mempercayainya, apalagi setelah Joan dengan semangatnya menyudutkan Orlen. Gadis itu bahkan tak bisa berduka, hanya gelang yang Xiran pakailah yang bisa dia ambil setelah Joan melihatnya.

Nollan diam, pemuda yang lebih tua dari Orlen itu sejujurnya juga merasa aneh, mengingat bagaimana kedua muda-mudi itu tak saling bermusuhan dan malah terlihat sebagai orang yang saling menyukai. Bagaimana mungkin Orlen tega membunuh Xiran, jika Nollan yang berada dalam situasi itu dia yakin tak akan melakukannya. Namun, bukti berkata lain dan hal inilah yang memberatkan Orlen.

"Mau bagaimanapun kejadiannya kau akan tetap berada di sini sampai kami yakin siapa pelaku sebenarnya, Vanya dan Adriana yang akan mengawasimu setelah ini termasuk memberikan jatah makanmu. Hanya itu yang bisa kusampaikan, aku permisi." Nollan hilang dari pandangan Orlen, meninggalkan gadis itu sendiri dalam duka yang kian menariknya jauh.

Entah sudah berapa lama dia terkurung, pintu yang sebelumnya terkunci terbuka. Dipadangnya orang di depan kosen pintu, dua orang gadis ada di sana, dengan nampan berisi beberapa potong roti.

Something in The StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang