[Halloween Hunting Festival Series]
Sembilan orang, dari kehidupan yang berbeda, datang ke rumah penginapan yang sama untuk berlibur. Awal yang menyenangkan dan membosankan.
Namun, ketika penginapan di tengah antah-berantah itu mendadak dilingkupi b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adriana mencuri pandang ke arah Orlen yang terlihat dipenuhi rasa gelisah sebab gerak-geriknya tampak aneh. Sedikit tersenyum tipis, Adriana melihat sebuah kesempatan dalam kesempitan. Tanpa menarik perhatian seorang pun, dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Secara diam-diam, dia mengarahkan kamera ponselnya kepada Orlen. Menunggu waktu yang tepat ketika Orlen sedikit menoleh ke arah kamera, barulah jemari Adriana bergerak untuk memotret wajah manis wanita itu.
Adriana kembali fokus mendengarkan perdebatan antar pengunjung resort. Dia memperhatikan Nollan yang tengah berusaha menenangkan kekasihnya Vanya, sembari tetap mempertahankan duduk tenang. Menanti-nanti situasi yang tepat untuk melancarkan rencana dalam benaknya.
"Baiklah, aku akan minta maaf padanya nanti. Kalian tidak ada yang mau menyusul Nan?" Pertanyaan Vanya memberikan Adriana kesempatan emas.
"Aku saja, aku akan coba bujuk dia," ucap Adriana yang seketika berdiri.
Meninggalkan kursinya, Adriana berjalan keluar dari ruangan penuh ketegangan itu. Dia bersandar di balik pintu guna mengatur napas sekaligus memikirkan kalimat macam apa yang harus dia katakan saat bertemu dengan Nan nanti. Adriana sempat mengambil dua kaleng soda dari dapur, sebelum mulai mengambil langkah pertama untuk mencari Nan. Tak butuh waktu lama, Adriana mendapati Nan duduk seorang diri di bangku panjang yang berada di luar resort. Nan tampak sangat kesal, dia menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil terus mengetuk-ngetuk tanah dengan kaki kanannya.
Adriana mendekati Nan, dengan tenang dia meletakkan satu kaleng soda di sebelah Nan. "Kelihatannya kamu marah sekali."
Nan memandangi Adriana dari atas kepala hingga ujung kaki. Dia mengenali Adriana sebagai gadis yang bersikap terlalu tenang di tengah semua kekacauan ini. "Pergilah! Gadis aneh."
"Kasar sekali. Ayolah, aku hanya ingin mengobrol denganmu sebentar."
"Sudah kubilang. Pergilah." Nan memalingkan pandangannya dari Adriana.
"Ya sudah, sayang sekali. Padahal aku ingin berbincang tentang kematian Erika." Nan bergeming, dia tetap tak tertarik dengan Adriana. "Dan juga Rave."
Mendengar nama kekasihnya disebut, perhatian Nan sontak kembali tertuju pada Adriana. "Hei! Duduklah."
Merasa terpanggil, Adriana yang nyaris pergi seketika berbalik. Dia duduk di samping Nan, bersiap untuk mengendalikan arah perbincangan yang sebentar lagi terjadi.
"Ceritakan apa saja yang kamu tahu."
"Jangan buru-buru. Minumlah dulu sodamu, baru kita mulai berbincang serius." Adriana membuka kaleng sodanya, terdengar suara gas keluar dari dalam kaleng.
Walau sempat sedikit ragu, tetapi akhirnya Nan memutuskan meminum soda yang Adriana berikan. Tiga menit berlalu tanpa ada perbincangan sedikit pun, suasana yang semula tegang perlahan mulai mencair.