[Halloween Hunting Festival Series]
Sembilan orang, dari kehidupan yang berbeda, datang ke rumah penginapan yang sama untuk berlibur. Awal yang menyenangkan dan membosankan.
Namun, ketika penginapan di tengah antah-berantah itu mendadak dilingkupi b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kau yakin, Nollan?"
Pemuda itu hanya bisa diam, tak berani berkomentar apapun atas pertanyaan itu. Tatapan mata yang tajam darinya pun rupanya diabaikan oleh sosok yang ia tatap. Ekspresi sosok yang begitu ia sayangi itu ketakutan, sukses mengguncang hatinya.
"Maaf, seharusnya aku memang mempercayaimu lebih dari mempercayai diriku, tapi..."
"Aku sungguh tak melakukannya Nollan! Apa yang membuatmu kurang percaya padaku? Hah!?" tanya Vanya dengan suara yang bergetar kuat.
"Aku ... aku sungguh mempercayaimu, kenapa kau tak percaya padaku?"
"Suaramu ragu Nollan, kau ragu atas cintaku padamu!" seru Vanya penuh kekesalan.
"Kau! DIAM! Kau tak berhak berkomentar apapun tentang hubunganku dan Nollan!" Vanya membentak Joan dengan nada delapan octave-nya, mengancam Joan dengan menodongkan pistolnya.
Air mata tampak berlinang di ujung mata nyoya muda itu. Entah ia menahan tangis karena ketakutan atau ia sungguh marah pada Nollan, sosok kekasih yang tak mempercayainya sama sekali di saat genting seperti ini.
"Nollan ... kau ... apakah hatimu ragu mencintaiku? Kau tidak yakin pada cintaku? Jawab!"
"Aku tidak pernah ragu pada cintamu, Vanya! Aku bahkan membelamu setiap saat! Aku percaya padamu! Aku percaya selalu apa yang kau katakan! Aku percaya kau bukan pembunuhnya..." jawab Nollan dengan tak kalah emosionalnya.
Semua orang menatap tajam Nollan. Tak percaya bahwa kalimat itu sungguh bisa keluar dari mulutnya. Gila memang sudah ia, dibuat buta oleh cintanya pada Vanya. Bahkan membuatnya tak bisa berpikir jernih dalam situasi seperti saat ini.
"Hah!? Tuan Nollan, kau bodoh atau bagaimana sih!? Dia sudah membunuh Rave di depan matamu! Jelas saja dia pembunuhnya! Lihat! Dia bahkan tak merasa bersalah!" jerit Nan kesal.
"Aku tidak membunuhnya tanpa alasan! Aku takut, Nan! Aku takut dia akan membunuhku! Kau tak lihat dia berusaha mendekat!? Tak ada yang bisa kupercaya di tempat ini!" ujar Vanya penuh emosi sembari menahan air matanya yang berlinang.
Ia sungguh tampak ketakutan saat ini, tangannya bergetar, air mata memenuhi pelupuk matanya. Tapi lagi-lagi tak ada yang tahu mengapa. Sungguh hanya Tuhan dan dirinya sendiri yang paham tentang apa yang saat ini terjadi padanya.
"Rave menuduhnya melakukan sesuatu yang tak ia lakukan! Tentu saja Vanya berhak membunuhnya!" bentak Nollan, berusaha membela Vanya mati-matian.
Pembelaan yang tak ada artinya memang selalu tak berguna pada akhirnya. Siapapun tahu itu, bahkan Adri yang notabenenya masih sangat muda. Apa yang Nollan katakan adalah satu di antaranya, pembelaan tanpa arti karena buta oleh cinta.
"RAVE TIDAK SALAH! VANYA MEMANG PEMBUNUH! KAU INI SUDAH DIPERBUDAK CINTA! Satu yang harus kau tahu, Tuan Nollan, tak ada satupun manusia di muka bumi ini yang berhak membunuh sesamanya!"