Adriana berdiri di kaki pohon, menatap lurus ke arah sinyal di pojok kanan atas ponsel yang akhirnya terisi satu bar. Mendongakkan kepala, memperhatikan tiap dahan pohon yang terlihat cukup kokoh. Adriana memutuskan untuk memanjat naik, lalu duduk di dahan terbesar. Mengarahkan ponselnya ke langit-langit, akhirnya Adriana mendapatkan tiga bar sinyal setelah sekian lama berkeliling di sekitar resort. Tersenyum lega, mungkin ini satu-satunya tempat yang bisa menjangkau sinyal.
Telunjuk Adriana menekan aplikasi berkirim pesan dengan nuansa biru dan gambar pesawat kertas pada logonya. Dia membuka sebuah kontak yang disimpan dengan nama Makelar. Adriana mengirimkan beberapa foto jasad Niccolo yang sebelumnya sempat dia ambil. Entah karena sinyal yang buruk, atau seseorang di ujung pesan memang lambat membalas. Pesan jawaban baru Adriana terima sekitar sepuluh menit kemudian.
Makelar
Kerja bagus. Kukirim bayaranmu besok.
Kapan kamu kembali?Adriana
Aku akan menetap di sini untuk beberapa hari.
Makelar
Jadi kamu lanjut berlibur?
Adriana
Tidak. Tapi tempat ini menguntungkanku.
Aku bisa mengumpulkan beberapa stok organ awetan untuk kamu jual.Sinyal di ponsel Adriana turun menjadi satu bar sebelum akhirnya menghilang. Alhasil, tak ada pesan balasan yang masuk dari makelar. Dia menatap ke atas, mengamati langit kelabu yang hampir tertutup oleh rimbunnya dedaunan pohon. Adriana menutup mata, meresapi rasa dingin yang ditimbulkan oleh setetes air hujan yang mendarat di pipinya.
Mungkin sudah saatnya aku kembali ke resort.
***
Dua hari sebelum keberangkatan menuju resort.
Adriana melangkah di trotoar yang ramai pejalan kaki sembari menggenggam tas hitam besar andalannya. Aroma menyengat seperti darah segar yang berpadu dengan daging busuk terbakar terus ditangkap oleh indra penciuman Adriana. Makin lama, aroma itu tercium makin kental. Jantung Adriana berpacu kala dia menemukan sumber aroma tersebut. Seorang pria tua tunawisma yang duduk di depan sebuah gang gelap kecil, beralaskan kardus bekas.
Menghampiri pria tua, aroma khas itu kian menyengat. Adriana memasukkan uang koin ke dalam kaleng kosong di dekat pria, sementara pikirannya berkelana. Aromanya kuat sekali! Pria ini mungkin akan mati besok. Oh, sepertinya tidak. Mungkin dia akan mati beberapa jam lagi.
Pria itu sempat mengucapkan terima kasih, tetapi Adriana hanya diam, lantas beranjak pergi. Adriana memasuki kafe yang berada tepat di samping pria tunawisma, agar dia bisa mengawasinya untuk beberapa jam ke depan. Adriana antre di belakang seorang remaja yang tengah memesan kopi. Tiba-tiba aroma khas kematian kembali menusuk hidungnya, kali ini diiringi dengan suara sapaan dari seorang pria asing.
"Boleh saya duluan? Soalnya sedang sedikit buru-buru," tanya pria itu.
Tidak langsung menjawab, Adriana terdiam sejenak sambil berpikir. Dari aromanya pria ini akan mati dalam dua atau tiga hari ke depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Something in The Storm
Misterio / Suspenso[Halloween Hunting Festival Series] Sembilan orang, dari kehidupan yang berbeda, datang ke rumah penginapan yang sama untuk berlibur. Awal yang menyenangkan dan membosankan. Namun, ketika penginapan di tengah antah-berantah itu mendadak dilingkupi b...