Mas Off - 2. 💔 Sorry, my love

1.1K 52 0
                                    

.

.

.

[ My Sultan Husband ]

Cast :
Off Jumpol (28 tahun)
Gun Atthaphan (28 tahun)
Bright Vachirawit (20 tahun)
Others

Happy Reading....

.

.

.

"Tumben kamu ngajak makan siang bareng, emang nggak sibuk?"

Gun tersenyum kala Bright menggenggam tangannya usai pramuniaga mengantarkan pesanan mereka. Sebelumnya memang mereka berjanji lunch di kafe dekat kampus kekasihnya itu. Tepatnya, Gun lah yang mengajaknya bertemu.

"Sibuk sih, ini aku sempetin." Ujar Gun masih dengan senyum, dan seketika terkesiap kala Bright mengulurkan tangan mengusap jejak peluh di dahinya. Bright memang begitu perhatian padanya, membuat hati pria mungil berdimpel itu semakin tercubit sakit.

"Nggak usah jemput aku tadinya, ketemuan aja di tempat makan deket kantor kamu, biar kamu nggak repot."

"Nggak papa, aku pengen jalan bareng ajah."

Percayalah, bukan hanya itu tujuan Gun, ada sesuatu lain yang begitu berat ia ucapkan. Namun Bright membalas dengan senyum tampan di bibir sexynya yang biasa Gun gigit-gigit saat ia sedang gemas. Tapi mungkin hal itu hanya akan menjadi kenangan manis, membuat Gun kian ingin menangis.

"Maafin aku, harusnya aku yang antar jemput kamu sayang." Ada raut penyesalan yang Gun tangkap jelas dari sorot mata Bright disana, Gun sungguh tidak menyukainya. Bright tidak perlu merasa bersalah, jikapun ada yang bersalah, itu hanyalah dirinya.

"Mulai deh dramanya... Kita udah dua tahun loh, kenapa masih bahas kaya gini ajah."

"Yaudah nggak, ayok dimakan dulu makanannya, kamu pasti laper kan, capek juga pasti sampe keringetan gitu."

Lalu tidak ada percakapan dari keduanya. Bright yang sibuk dengan nasi goreng kambing kesukaannya dan Gun yang tidak tau harus mulai dari mana untuk mengungkapkan semuanya.

"Bai, kamu tau kan kalo aku sayang banget sama kamu." Setelah bermenit-menit akhirnya Gun membuka suara.

"Iya aku tau." Jawab Bright singkat sambil tersenyum, kemudian kembali melanjutkan makannya saat kekasihnya itu tidak lekas mengatakan apa-apa.

"Kamu tau kan kalo aku pengen serius sama kamu." Gun kembali berucap ragu, namun sarat akan sesuatu.

"Iya."

"Kamu juga tau kan kalo aku nggak mungkin ninggalin kamu."

"Iya sayang, aku tau." Bright masih menunggu, kiranya apa yang sebenarnya akan Gun katakan padanya. Perlahan ia genggam tangan sang pujaan, ia sematkan senyum indahnya, berharap kata yang akan Gun katakan padanya hanya tentang cinta. Dan bukan hal yang akan menyakitkannya.

"Maafin aku..."

"Maaf kenapa sayang?"

"Maaf, sekarang aku nggak bisa."

"Nggak bisa apa?" Jujur, Bright tidak mengerti apa maksud Gun. Ia mengernyitkan kening tapi tetap tidak melepaskan genggaman tangan mereka.

"Aku nggak bisa mimpi indah sama kamu terus. Meskipun berat, aku harus bangun dari mimpi, Bai. Kamu cuma mimpi aku, nggak bisa jadi nyata. Karena kenyataan kita beda."

"Maksud kamu apa?" Bright tidak salah kan, semua orang pun akan bertanya demikian jika berada di posisinya.

"Aku nggak mungkin gini-gini terus. Umur aku udah nggak muda. Aku pengen bahagiain keluarga aku. Aku nggak mau egois. Aku pengen nikah, Bai." Gun mengucapkannya dengan sekali tarikan nafas. Kini bola matanya sudah berkaca-kaca, tapi Gun bertekad tidak akan menangis, setidaknya tidak dihadapan Bright.

"Emang kapan aku main-main sama kamu, love? Dari awal aku udah serius sama kamu. Aku cuma minta kamu nunggu sampe aku lulus. Apa itu susah?"

Bright benar, harusnya itu tidaklah sulit seperti rencana indah yang sudah mereka bangun sejak lama. Tapi kini berbeda, Gun sudah pada keputusannya yang berbeda meski hatinya masih sama.

"Iya itu susah. Dua tahun lagi kamu baru lulus, habis itu kamu harus kerja, kamu harus kejar impian kamu, kamu juga harus bahagiain keluarga kamu bukan cuma aku. Dan aku nggak bisa nunggu selama itu." Gun kembali menghembuskan nafas berat. Hatinya sungguh sakit. Bukan hal yang mudah untuk memutuskan seseorang yang dicintainya. Tapi itu satu-satunya jalan yang ia yakini demi kebahagiaan dan kebaikan mereka.

"Kenapa kamu tiba-tiba gini sih Gun. Aku salah apa sayang? Atau kamu suka sama orang lain, iya?"

Gun menggeleng keras. Bright yang terlihat ikut berkaca-kaca hanya semakin menyakitinya. Bright harusnya memaki keras dan memarahinya atau bahkan menamparnya, bukan malah semakin erat menggenggam tangannya.

"Nggak, bukan. Kamu nggak ada salah apapun. Kamu sempurna buat aku. Nggak ada orang lain yang ada dihati aku sampai saat ini. Ini cuma masalah waktu. Aku nggak bisa nunggu lebih lama lagi tanpa kepastian apapun. Maaf."

Finalnya dan Gun segara beranjak, lalu berlari setelah meninggalkan beberapa lembar uang di bill mejanya. Gun tau, ia tidak akan kuat menahan air matanya lebih lama lagi. Hatinya semakin sakit saat mendengar Bright memanggil-manggil namanya dibelakang sana. Berkali ia merapal dalam hati agar tidak kembali menoleh seberapapun ia menginginkannya. Hanya kalimat maaf yang berulang-ulang terucap dari bibir basahnya.

Ia mensugesti dirinya agar tidak menangis, tapi air mata sialannya tanpa peduli terus berjatuhan disepanjang langkah cepat kakinya. Tidak ada yang bisa Gun pikirkan selain mencapai pintu keluar lalu menaiki mobilnya dan meninggalkan semua kenangan pahitnya di tempat ini.

Namun bertepatan itu sebuah Ferrari F8 Tributo tepat berhenti didepan pintu. Sepasang pantofel hitam mahal menapaki teras saat pintu kemudi telah terbuka, dengan kaca mata hitam bertengger di hidung paripurnanya, seorang lelaki berwajah aristokrat melangkah tenang dengan sejuta pesona, mengabaikan fakta bahwa ada seorang pria kecil berlari sambil menangis tepat menuju ke arahnya. Hingga...

Brukkk !!!

"APA YANG KAMU LAKUKAN?!"

.

.

.

Tbc


Mas Off [ My Sultan Husband ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang