Pandangannya kabur, kepalanya berdenyut menyakitkan. Perutnya bergolak dan aliran darahnya dipenuhi alkohol. Dia berkedip, matanya terasa perih. Wajahnya pasti tak karuan sekarang.
"Miss Sterling?"
Dia menoleh ke arah suara yang menyebut namanya. Mulutnya membuka, hendak mengucapkan sesuatu. Namun suaranya berhenti di tenggorokan. Jadi dia hanya mengangguk.
"Mari. Akan kuantar kau pulang."
Pulang?
Setelah memandang sekitar, barulah gadis itu menyadari dia duduk di bagian belakang ambulans yang terbuka dengan selimut mengelilingi bahunya. Dia memandang pemuda yang mengajaknya bicara. Pemuda itu memakai seragam paramedis. Tangannya terulur dan mulutnya membentuk senyum simpati. Dia menyambut uluran tangan tersebut. Tubuhnya limbung saat kakinya menapak tanah.
"Bisakah kau berjalan?"
Dia memicingkan mata, merasa tersinggung, "Tentu aku bisa," suaranya terdengar kasar dan kering.
Paramedis itu hanya tersenyum sambil masih memegangi kedua bahunya untuk menahannya agar tidak jatuh.
"Cara-Louise."
Gadis itu, Cara-Louise, belum sempat melihat siapa yang memanggilnya karena seseorang sudah memeluknya dengan erat—hampir-hampir menjatuhkannya. Paramedis di sampingnya menghela napas panjang, menggerutu pelan.
"Aku lega kau baik-baik saja," ternyata itu Isabelle, "Sungguh, aku takut—"
Isabelle melepaskan pelukan dan Cara-Louise bisa melihat keadaan mereka sama buruknya. Rambut berantakan, mata merah, baju kusut, dan samar-samar berbau wiski.
"Karena apa? Mana yang lain?"
Ingatan semalam serasa kabur. Cara-Louise hanya ingat bahwa mereka berlima berkumpul di apartemen Maven dan Dax—
Seketika Cara-Louise tersadar sepenuhnya.
"Isabelle, dimana Sarah dan Maven?"
"Mereka di sana." Isabelle menunjuk ambulans lain, yang keberadaannya baru dia sadari, "Mereka tidak apa-apa, cuma sedikit terguncang."
Terguncang oleh apa tepatnya?
"Dan Dax?"
Bibir bawah Isabelle bergetar, air mata mengumpul di pelupuk.
"Oh, Cara-Louise..." kalimat Isabelle terputus dan dia menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Cara-Louise menoleh pada paramedis. Pemuda itu berkata, "Semua sudah diurus, Miss. Dia—"
Isabelle memotong ucapan paramedis dengan isakan, "Dia pergi, Cara-Louise. Dax sudah meninggal."
Hening beberapa saat, lalu Cara-Louise menemukan suaranya,"—apa?"
"Kau tidak ingat? Dia tidak bangun. Dia tidak bangun saat kau mengguncangnya dan kau memanggil kami dan Sarah menelepon nomor darurat dan... dan...."
Racauan Isabelle semakin tak jelas dan dunia serasa miring. Dax meninggal? Tapi kemarin dia masih duduk di sampingnya. Masih tertawa, menyenggol bahunya, mengulurkan sebotol minuman, mengedip menggoda padanya—dan sekarang dia hanya sebuah raga tanpa nyawa.
Pandangannya terkaburkan oleh air mata kali ini.
"Keracunan alkohol, Miss," kata paramedis.
Tutup mulut.
"Mr. Sommers tersedak muntahannya sendiri sewaktu tertidur dan—"
Demi Tuhan, jangan lanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRAGMENTS
Short StoryTidak ada orang yang mengenal seseorang seutuhnya. Mereka hanya memperlihatkan fragmen-pecahan, setitik dari keseluruhan hidup yang dijalani. Inilah sebagian dari pecahan-pecahan itu. These are not love stories. These are stories about people. Some...