Aku bisa melihat dan bicara dengan hantu. Atau mungkin aku delusional. Atau mungkin akulah hantunya. Terjebak diantara kenyataan dan ilusi.
Sebagian besar waktu aku merasa seperti melayang dengan rantai tak terlihat yang mengikatku ke tanah. Satu-satunya hal yang mencegahku terbang. Apakah dunia menginginkanku tinggal?
"Kau itu bayangan, sebuah asap hitam," sosok di sebelahku bersuara.
Satu alisku naik, "Bagaimana bisa?"
"Orang-orang melihatmu tapi tak bisa menyentuh. Tangan mereka akan menembus tubuhmu."
"Darimana kau tahu?" aku membentak, "Oh benar, kau hantu. Kau pikir kau tahu segalanya."
Seringai membayang di wajahnya, "Aku? Atau kau?"
"Aku kenapa?"
"Siapa yang sebenarnya hantu, Skye?"
Entahlah, aku hampir berkata. Bagaimana jika ternyata aku? Aku tidak merasa hidup selama ini, mungkin karena sebenarnya aku sudah mati. Aku tidak ingin percaya tapi, berapa kali aku berharap aku mati?
"Tak bisa menjawab?" tawa kasar menggema, "Menyedihkan, ya? Kau jatuh dari singgasanamu. Kau menjadi sudut menghitam yang tak ditoleh siapapun dua kali. Kenapa kau tidak menghemat waktu dan meninggalkan dunia-kau ingin mati, kan?"
Yeah, benar. Mataku pedih karena menahan air mata. Aku tak ingin menangis. Itu akan membuatku lebih menyedihkan. Kugosok mataku dengan gusar. Terkadang aku ingin mencongkel mataku supaya tak perlu lagi menangisi hidup.
"Kau tahu?" aku mendesah, tak punya kekuatan untuk mendebat, "Enyahlah."
Tawanya semakin keras. Bahkan setelah ia memudar, aku masih mendengarnya.
Tawa penuh rasa kasihan.
❇❇❇
Aku dulunya sempurna. Aku punya segalanya. Orang memujiku dan berharap anak mereka bisa sepertiku. Aku merasa bagaikan ratu di kota kecil ini. Aku bukan bangsawan. Aku tak punya kerajaan, tak punya tahta. Aku hanya punya otak dan tahu cara menggunakannya.
Ketika kau bertanya, "Kau tahu Skye Verhalen?" dan mereka menjawab, "Yeah, dia adalah kebanggaan kota ini."
Oh, rasanya dipuja sebagai sebuah kebanggaan.
Kau ingin tahu apa yang berubah setelahnya?
Aku adalah orang yang ambisius. Aku bekerja keras dan mendapat nilai sempurna. Aku tidak pernah gagal. Jadi, bukan hal mengejutkan ketika aku bilang aku ingin masuk ke SMA paling bergengsi di kota.
Ibu dan Ayah saling memandang. Aku tahu yang mereka pikirkan. Biayanya mahal dan tidak mungkin orang tuaku bisa membayarnya. Tapi, aku sudah menemukan solusinya. Aku akan mendapatkan beasiswa penuh. Maksudku, sesulit apa sih?
"Kau yakin?" tanya Ibu, keningnya berkerut.
Aku mengangguk, "Ya. Jangan khawatir masalah biaya. Aku akan berusaha dapat beasiswa."
Ayah memandangku, "Bukan masalah biaya, nak. Kami khawatir. Tidakkah kau bekerja terlalu keras?"
Tidak ada yang namanya bekerja terlalu keras di hidupku. Jika tidak bekerja keras, kau akan kehilangan seluruh mimpimu. Aku bukan orang yang seperti itu. Aku tahu yang kuingin dan akan kulakukan yang terbaik. Akan kuberikan seluruh diriku-darah, keringat, dan air mata-untuk mencapainya.
"Jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja."
Hanya butuh satu setengah tahun untuk menyadari bahwa itu sebuah kebohongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRAGMENTS
Short StoryTidak ada orang yang mengenal seseorang seutuhnya. Mereka hanya memperlihatkan fragmen-pecahan, setitik dari keseluruhan hidup yang dijalani. Inilah sebagian dari pecahan-pecahan itu. These are not love stories. These are stories about people. Some...