Hayley Rogers_Now

7 2 2
                                    

Aku menatap halaman samping rumah dengan mata menyipit. Kemarin malam, seseorang berdiri di sana dengan sebuah jerigen besar dan pemantik. Aku praktis melompat keluar dari jendela menuju atap, nyaris jatuh pada saat itu. Ketika aku melihat ke depan lagi, tidak ada siapa-siapa di sana. Tapi aku tahu itu bukan delusi.

Otakku sakit, yeah, tapi bukan berarti aku gila begitu saja.

Aku tahu seseorang memang telah berdiri di sana, aku tahu dia mempermainkanku. Dia ingin memperingatkan bahwa dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Kalau kau melapor, Hayley, aku bersumpah akan menghancurkan segala yang kau sayang.

Menghela napas, aku membiarkan mataku rileks. Malam ini tidak ada siapapun di halaman samping. Walaupun begitu, rasa khawatir tetap bertumbuh dalam diriku. Itu dan rasa takut. Entah mana yang lebih besar. Aku juga merasa muak-

Aku ingin melapor, ingin menangis histeris dan mengatakan yang sebenarnya pada seseorang. Aku ingin meminta tolong. Apakah mereka akan mendengarkan? Akankah mereka memberi keadilan?

Dengusan keluar secara otomatis, mana ada yang adil di dunia ini.

Yang pihak berwajib lakukan pertama kali saat aku melapor pastilah menanyakan baju apa yang kupakai malam itu. Seolah-olah pilihan baju seseorang layak disalahkan, seolah-olah korban layak mendapatkan perlakuan tersebut.

-aku ingin seseorang membantuku melewati ini. Sesungguhnya, aku belum siap mengakhiri hidupku. Meskipun keinginan itu telah bercokol dan tumbuh semakin besar setiap harinya.

Just kill yourself already.

Aku melirik laci meja. Revolver milik Ayahku ada di sana, aku mengambilnya di gudang ketika keinginanku untuk membunuh diri mulai muncul. Hanya ada satu peluru di dalamnya. Aku sengaja hanya memasukkan satu.

Jika aku memutuskan untuk mati, aku ingin mati tanpa rasa sakit. Cukup satu tembakan-bam dan kemudian gelap. Aku tidak mau menembak diriku berkali-kali, itu buang-buang tenaga dan menambah rasa sakit. Padahal, sudah banyak sakit yang kurasakan dan aku hanya ingin itu berhenti.

Ponselku bergetar sekali. Dua kali. Tiga kali.

Aku mengambilnya.

Tiga pesan dari Logan.

Knp kau tdk sekolah?
Hails... bicaralah.
Please.

Aku meletakkannya kembali di meja. Aku sudah membolos sekolah selama tiga hari. Orang tuaku tidak tahu karena mereka selalu menurunkanku di gerbang sekolah. Saat mobil orang tuaku berlalu, aku tak menoleh sama sekali ke gerbang, justru berjalan ke arah lain. Setelah itu aku menelepon ke sekolah dan meniru suara ibuku, mengatakan aku sedang sakit.

FRAGMENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang