IQ Part 2

10 2 0
                                    

Kamar asrama Lourdes di Gedung Asrama Mahasiswa. Di sanalah Cara-Louise berada sekarang. Setelah klub membubarkan diri dua jam yang lalu, Cara-Louise langsung mengikuti Lourdes tanpa sempat melambai pada Isabelle, Sarah, dan Maven. Ternyata kamar Lourdes berada satu lantai di atas kamar asrama Cara-Louise dan Lourdes tidak punya teman sekamar, yang mana membuat Cara-Louise iri karena teman sekamarnya sering membuatnya emosi.

"Jadi apa?" tanya Cara-Louise memecah keheningan.

Dua jam di sana dan Cara-Louise tidak mengerti alasan Lourdes menyeretnya kemari. Hal yang dilakukan Lourdes setelah masuk kamar adalah melempar tasnya ke lantai, melepas jaket, mengambil lintingan ganja kemudian merokok di samping jendela yang terbuka. Cara-Louise bertanya-tanya apakah Lourdes sudah mulai merasa high karena meskipun tidak mencicipi, sebagian asap dan aroma yang tertinggal di ruangan membuat otak Cara-Louise semakin lambat. Maka Cara-Louise mengibaskan tangan di depan hidung, berusaha mengurangi efek menyenangkan yang diberikan ganja itu.

Setelah menghembuskan asap keluar jendela, akhirnya Lourdes berkata, "Apa kau ingat yang kukatakan saat aku membawamu ke klub?"

"Kau mengatakan banyak hal. Bisa lebih spesifik tidak?"

"Sebelum aku membuka pintu basement."

Otak Cara-Louise berputar. Sayangnya, kerja otaknya yang lambat semakin lambat karena ekstasi. Dia tergoda untuk menghirup asap itu lebih dalam dan mengambang di atas awan. Ugh, sama sekali tak membantu.

"Uh—"  dinding di depannya mulai beriak, Cara-Louise menggelengkan kepala untuk menjernihkannya— "Kau bilang sesuatu tentang... fuck, matikan itu sekarang juga."

Cara-Louise merebut lintingan yang dipegang Lourdes, mematikan baranya, lalu melemparkannya sejauh mungkin.

"Hei, apa-apaan kau?"

"Kau yang apa-apaan. Dasar brengsek. Kau mau mengajakku bicara tapi kau malah merokok dan membuatku tidak bisa berpikir jernih." Cara-Louise melempar jaket yang dilepas Lourdes tadi, "Pakai jaketmu. Kita bicara di kamarku."

Lourdes memutar bola mata tapi tidak memprotes lebih jauh. Dia memakai jaket kemudian mengikuti Cara-Louise—yang kini sedang berusaha meyakinkan Sheena Rayleigh, teman sekamarnya, untuk keluar selama sejam atau dua jam.

"Alasanmu konyol, ah. Aku tidak akan mengganggu kok." Sheena menatap Lourdes dengan penuh minat, "Aku akan duduk sangat diam sampai kalian tidak sadar aku di situ."

Cara-Louise menggertak, "Supaya kau bisa mencuri dengar dan menggosipkannya ke seluruh orang?"

Mulut Sheena membuka, satu tangan menutupinya. Ekspresi terkejut. Tapi kelihatan sekali kalau dibuat-buat. Cara-Louise mulai hilang sabar sedangkan Lourdes mengamati perdebatan itu dengan raut tertarik.

"Aduh, Cara-Louise, kau jahat sekali." Satu tangan Sheena bergerak ke dada, membuat gestur tidak berdaya.

"Sheena," ucap Cara-Louise, "Kalau kau tidak keluar, akan kulaporkan barang selundupanmu dan kau tahu aku tak main-main."

Kepura-puraan lenyap dari wajah Sheena. Dia mengerucutkan bibir, tanda merajuk. Setelah mengambil barang-barang yang diperlukan, Sheena berjalan keluar dengan punggung tegak dan kibasan rambut. Tak lupa berhenti sebentar di pintu untuk memberi Lourdes senyum paling cemerlang. Cara-Louise mengamati semua ini dengan dua putaran bola mata. Lourdes menyunggingkan seringai dan menutup pintu kamar di depan wajah Sheena.

"Astaga. Apa itu tadi?"

Cara-Louise mengangkat bahu, "Sheena. Jangan kaget, dia mengambil jurusan teater dan menganggap dunia adalah panggungnya."

FRAGMENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang