4

108 33 0
                                    

Sinbi tidak mengalihkan pandangannya sedari tadi dari jendela kamar Jungkook yang berseberangan dari balkon kamarnya. Biasanya lelaki itu tidak pernah absen membuka gordennya, Jungkook suka sekali duduk di balkon saat libur sekolah.

"Chat tidak dibalas, telpon tidak diangkat, ditemui di rumah tidak mau menemui," ucap Sinbi mengingat apa yang sudah ia usahakan untuk membuat Jungkook mau memaafkannya.

Tidak berapa lama, ponselnya bergetar. Ia pikir lelaki itu yang baru saja mengirim pesan. Tapi ternyata dari nomor tidak dikenal.

Masih sedih?

Sinbi mengernyit ketika membaca pesan dari nomor yang tidak dikenal itu.

Daripada memikirkan tukang ojek, lebih baik memikirkan Prince Jaehyun saja.

Sinbi mendengus setelah mengetahui jika yang mengirimkan pesan padanya adalah Jaehyun. Bisa-bisanya dia masih memiliki muka setelah apa yang sudah dia lakukan. Gara-gara lelaki itu, Jungkook menjadi salah paham. Ketika Sinbi fokus membaca pesan dari Jaehyun, tanpa ia sadari dari tadi Jungkook sedang memperhatikannya dari balik gorden kamarnya.

"Katanya mau diberi kesempatan, tapi malah sibuk bermain ponsel."

****

"Bibi Somin, apakah Jungkook sudah siap?" tanya Sinbi.

Somin yang baru saja keluar dari dalam rumah mengernyit mendapati Sinbi yang belum berangkat sekolah, karena Jungkook sudah berangkat dari tadi.

"Kok Sinbi belum berangkat?"

Tentu saja Sinbi terkejut sekaligus sedih, ia pikir Jungkook akan memaafkannya. Karena biasanya jika mereka marah-marahan, Jungkook yang mengalah.

"Oh iya, Sinbi lupa. Semalam Jungkook juga sudah bilang mau berangkat lebih dulu karena ada piket pagi," katanya berbohong.

Somin mengangguk paham. "Ya sudah, Sinbi cepat berangkat. Nanti telat, loh."

"Sinbi berangkat bibi," pamitnya.

Sementara itu di tempat lain, Jungkook tak bisa fokus memperhatikan pelajaran yang kini tengah berlangsung. Pikirannya dipenuhi oleh Sinbi. Entah mengapa ia jadi merasa bersalah. Jungkook menggeleng, dia sudah punya teman baru. Pasti tidak susah untuk gadis itu memperoleh tumpangan. Sinbi paling meminta Jaehyun untuk menjemputnya.

Sadukan kecil di lengannya membuyarkan lamunan Jungkook. "Apa sih?"

Mingyu, teman sebangkunya memberi isyarat untuk memperhatikan ke arah papan tulis, namun lelaki itu tidak menggubrisnya.

"Jung, lihat ke depan," bisiknya.

"Berisik!" ujar Jungkook pada Mingyu.

Dan tidak berapa lama namanya pun disebut. "Jeon Jungkook, keluar dari kelasku sekarang!" teriak guru fisika yang sedang mengajarnya.

Ah, benar-benar menyebalkan. Batinnya.

****

"Terima kasih," Sinbi turun dari motor Jaehyun setelah mereka tiba di parkiran sekolah. Disaat Sinbi akan pergi, Jaehyun menahannya.

"Jangan menangis lagi," katanya.

Sinbi menatap Jaehyun, ia bisa merasakan jemari lelaki itu mengusap air mata yang ada di sudut matanya. "Coba saja aku tadi tidak berinisiatif melewati jalan dekat rumahmu, pasti kau akan tetap menangis di halte bus tadi."

Sinbi hanya bisa menghela nafas. Mungkin Jaehyun benar, pasti ia akan bertahan disana jika tidak ada lelaki itu tadi.

"Mengapa kau harus memikirkan lelaki egois itu, sih? Jika dia benar sahabatmu, dia tidak akan pergi karena egonya terlukai."

Everywhen(Sinkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang