PODCAST 18

17 8 0
                                    

"Namaku Kartadi, dan itu anakku, Asnah namanya. Kata lelaki itu kepada ibu."

"Ibu hanya terpaksa tersenyum saat itu."

"Ibu hanya membatin kalau waktunya bakal terbuang sia-sia di rumah Pak Kartadi."

"Sudah berapa hari kamu tinggal di rumah itu? Tanya Pak Kartadi."

"Tidak apa-apa, Mbak. Kami tak bermaksud yang tidak-tidak. Kata Asnah lalu duduk di sebelah bapaknya."

"Hampir tiga minggu, Pak."

"Apa kamu juga pernah melihat lelaki yang menutup dirinya dengan sarung? Tanya Pak Kartadi."

"Kaget ibu mendengar pertanyaan itu."

"Ha! Pak Kartadi tahu kalau di rumah itu ada sosok yang menyembunyikan siapa identitasnya di balik sarung?"

"Begitu yang ibu dengar, Pakde."

"Walah! Ini kok terdengar bahaya, ya."

"Terus?"

"Dari mana Bapak tahu, Pak? Lalu siapa dia sebenarnya, Pak? Jelas ibu makin penasaran kenapa Pak Kartadi tahu akan sosok bersarung itu, Pakde."

"Bagaimana keadaan ibu saya, Pak? Ibu makin cemas setelah mendengar pernyataan Pak Kartadi."

"Ibu langsung melempar pertanyaan yang ada di kepalanya."

"Pergilah dan tinggalkan rumah terkutuk itu. Ibu melihat Pak Kartadi menyulut lagi sebatang keretek yang masih terselip di ujung bibir.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Pak? Tanya ibu makin gelisah."

"Aku tak tahu persis apa yang terjadi di rumah celaka itu. Jawab Pak Kartadi."

"Ibu juga melihat kalau Pak Kartadi membuang sisa rokok di mulutnya."

"Beredar kabar bahwa rumah itu akan selalu meminta korban! Ucap Pak Kartadi kemudian berdiri lalu bersedekap."

"Ha!"

"Jelas ibu tersentak kaget saat mendengarnya."

"Meminta korban, Pak?"

"Tidak aneh bila kamu bertanya itu. Pertanyaan sama seperti penghuni terdahulu. Lalu Pak Kartadi melangkah di samping Asnah."

"Saya jadi tidak mengerti, Pak. Ibu memandang Pak Kartadi dan juga Asnah secara bergantian."

"Setiap tahun selalu saja ada korban di rumah itu. Suara Pak Kartadi setengah berbisik

"Ibu merinding seketika mendengarnya, Pakde."

"Sepertinya Pak Kartadi ini mengetahui akan sebuah peristiwa yang terjadi di rumah itu. Siapa sebenarnya Pak Kartadi itu, Indah?"

"Kita akan tahu itu nanti, Pakde."

"Oke, oke."

"Lalu?"

"Setiap tahun, Pak? Tanya ibu kemudian."

"Iya, Nduk. Setiap tahun. Hingga datang penghuni baru berikutnya. Jawab Pak Kartadi."

"Jadi, kami penghuni ...."

"Kesepuluh. Potong Pak Kartadi."

"Apa! Ibumu jadi penghuni kesepuluh? Bukannya kalau dihitung nenekmu membeli rumah itu dari Pak Wongso. Artinya, penghuni ketiga setelah Pak Wongso yang juga membeli rumah itu dari pemilik pertama, ha? Eh, iya, 'kan? Nenekmu pembeli ketiga, 'kan, Indah."

"Pertama pemilik asli rumah itu, kedua Pak Wongso, dan yang ketiga nenekmu. Benar, 'kan?"

"Seharusnya memang demikian, Pakde."

𝗥𝗨𝗠𝗔𝗛 𝗜𝗡𝗜 𝗗𝗜𝗝𝗨𝗔𝗟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang