Berbaur

2 2 0
                                    

Kami memanggil tukang urut untuk Tring Tring. Dia merintih kesakitan. Tangisannya seperti air bah yang menjebol tanggul. Tring Tring memohon untuk menghentikan aktivitas itu. Namun, kata si Tukang Urut, apa yang dimulai harus diselesaikan. Aku melihat drama antara tukang urut dan si Penyihir dengan duduk menyilangkan kaki.

"Tapi ini sakit. Hentikanlah!" Tring Tring memegang pergelangan kakinya.

"Anak-anak, cepat pegang tangan dan kaki gadis muda ini!" perintah tukang urut.

Candra, Catra, Hadi, dan Anita, masing-masing memegang kepala, tangan kanan, tangan kiri, dan kaki kanan Tring Tring. Suara lolongan kesakitan Tring Tring adalah lagu malam ini.

Untuk sejenak aku bersyukur karena menyuruh Tring Tring meletakan tongkat sihirnya di bawah bantalku. Coba saja kalau Tring Tring sekarang membawanya, ah, aku rasa dia akan mengubah orang-orang ini menjadi katak atau tikus atau hal yang tidak bisa aku bayangkan sebelumnya.

"AAAHHHHHH!" rintih kesakitan Tring Tring.

Setengah jam kemudian, drama urut-mengurut itu telah selesai. Baju Tring Tring basah oleh keringatnya sendiri. Dia sedang menguji kaki kirinya, dengan menginjakan dan mengangkatnya dari lantai. Ketika mengetahui kalau kakinya sudah baik-baik saja, Tring Tring berputar-putar, mengangkat ujung jubah, dan mengajak anak-anak untuk menari bersamanya. Dia terlihat bahagia.

Aku mengucapkan terima kasih kepada Tukang Urut. Di tangannya kuselipkan amplop putih berisi uang lima puluh ribu rupiah.

"Ayo, sekarang kalian belajar. Ambil LKS kalian!"

"Yahhh!" seru adik-adik terkecilku.

"Kami tidak ada PR, Mbak," ucap Candra yang juga mewakili saudara kembarnya.

"Aku juga, Mbak," kata Anita.

"Aku ingin libur belajar hari ini, Mbak." Hadi memelas.

Aku berkacak pinggang. Wajah adik-adikku terlihat memohon. Tring Tring ikutan berjongkok, dia memasang wajah yang juga memelas.

"Biarkan mereka bermain bersamaku, Mbak. Tring Tring kesepian."

Aku tertawa melihat ekspresi Tring Tring. Dia menampakan wajah yang sok dimanis-maniskan. Dia bahkan mengerling kepadaku. "Baiklah, baiklah, hanya untuk hari ini. Besok kembali seperti jadwal. Dan Tring Tring, jangan mencoba untuk merusak jadwal. Kalau kamu juga tidak mematuhinya, aku akan mengusirmu dari sini."

"Jangan usir Tring Tring dari sini, Mbak! Anita suka Tring Tring."

"Mbak Tring Tring," kataku mengoreksi perkataan Anita.

Tring Tring tersipu malu mendengar namanya yang mendapat sapaan Mbak.

"Mbak Tring Tring, rasanya aneh, tapi aku suka," kata Tring Tring seraya menutup mulut.

Aku meninggalkan mereka bermain malam itu. Aku ke kamar, mencoba tidur.

***

Aku tidak bisa tidur. Terlalu berisik. Meskipun aku sudah mengunci kamar, suara tawa Tring Tring dan anak-anak terdengar nyaring. Aku mencoba memejamkan mata. Aku menginginkan ketenangan.

Namun, ketenangan tak kunjung datang. Dari menelentang, aku berbaring menyamping, dan menutup kedua telinga dengan bantal. Lalu, aku meneletang lagi. Aku menarik selimut sampai menutup kepala. Suara tawa masih terdengar.

***

"Apakah kamu sudah tidur?"

Iya, awalnya aku sudah tidur, tapi sekarang terbangun karena mendengar ketukan keras pintu dan pertanyaan-pertanyaan berulang dari Tring Tring. Aku bangkit dari ranjang, membuka pintu untuknya.

Sihir Tring Tring (Trailer Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang