Chapter 2: Tertarik?

21 0 0
                                    

-------------
Bolehkan aku bilang hal naif ini? Bahwa ketidaktertarikanmu lah yang membuatku tertarik?
-
Daffa Aliansyah
-------------

Ehmm

Deheman Novan sontak membuat Daffa dan Nira melepaskan jabatan tangan mereka. Keduanya bersikap seolah tak pernah terjadi apa apa. Tak memperdulikan bagaimana ekspresi Novan yang minta disentil ginjalnya, sangat menyebalkan.

" Ngapa lo?" Tanya Daffa.

Novan menggeleng sambil tersenyum misterius. Daffa menatap tajam Novan. Daffa tahu arti tatapan itu, karena ini bukan pertama kali Novan mengenalkan gadis kepadanya. Ia begitu suka merecoki hubungan percintaannya. Padahal Daffa sudah pernah bilang bahwa ia tak akan tertarik menjalin hubungan percintaan setelah kejadian itu. Namun kebandelan Novan hanya mampu Daffa balas dengan helaan nafas pasrah, membiarkan sahabatnya berlaku sesuai keinginanya.

Dilain sisi, Nira seolah tak peduli dengan tingkah Novan. Ia tahu, secara tidak langsung, Novan berniat mengenalkannya dengan Daffa. But, she don't care. Baginya, menjalin hubungan menjadi tujuan terakhir dalam hidupnya.

Nira masih fokus dengan makanan di depannya. Tak memperdulikan Daffa dan Novan yang nampaknya saling melempar tatapan tajam satu sama lain. Tak bisa ia tampik, apple pie dan guava juice yang ia pesan sangat cocok dengan lidahnya. Ia sudah menjadikan dua kombinasi itu favoritnya.

" Van, pulang yuk. Aku udah selesai."

Nira sudah selesai dengan acara makannya. Novan mengangguk dan berdiri. Ia juga sudah selesai. Nira mulai melangkah, hingga suara Novan membuatnya berhenti.

" Kamu nggak mau pamitan sama doi dulu?" Goda Novan tersenyum tengil sambil menaik turunkan alisnya. Nira hanya melirik sekilas dan kembali melangkah, meninggalkan Novan yang tertawa dan Daffa yang terbengong. Pasalnya, tak biasanya ada gadis yang menolak pesona Daffa. Bukan terlalu pd atau apa, tapi memang begitulah kenyataannya.

Novan menoleh pada Daffa, ia menepuk pundak sang sahabat.

" Gue tahu lo tertarik sama Nira. Perjuangin gih. Dia belum pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun. Kalau lo tanya gue tahu darimana, gue tahu sejak tadi, saat gue ngobrol dengan dia pas perjalanan kesini. Mungkin saat lo mau berjuang nanti, akan cukup sulit. Gue bisa dibilang, dia anti cinta." Jelas Novan.

" Kenapa lo bisa nyimpulin kalau gue tertarik sama dia?"

" Come on man, gue tahu lo better than yourself. Gue tahu arti tatapan lo ke dia, hanya saja lo menampik itu karena alasan trauma lo. Untuk yang ini, gue yakin, kejadian itu nggak bakal kejadian lagi karena Nira nggak seperti mantan terakhir lo."

Daffa terdiam, ingin menampik, tapi yang diucapkan Novan benar adanya. Ia mulai tertarik dengan Nira sejak pandangan pertama. Bukan lebay atau apa, tapi ketidaktertarikan Nira pada Daffa, malah membuatnya tertarik.

Novan bangkit, tangannya menepuk pundak Daffa.

" Gue duluan, Nira udah nunggu di parkiran. Jangan lupa pertimbangkan saran yang gue kasih. Gue mau yang terbaik buat lo. Gue yakin, Nira orang yang tepat untuk membantu lo melawan trauma."

Setelah berucap, Novan melangkah keluar, meninggalkan Daffa yang masih memikirkan ucapannya.

Sampai di parkiran, ia melihat Nira duduk diatas motornya yang ia parkir dibawah pohong rindang depan cafe. Ia tidak banyak bertanya kenapa Novan lama untuk datang ke mobil. Terkesan tak peduli, tapi hal itu yang menjadikannya menarik dan berbeda dengan gadis lainnya.

" Ayo naik." Nira mengangguk.

-----

" Eh, kalian sudah pulang? Gimana kampusnya?" Tanya Tante Sari.

Until We Meet Where stories live. Discover now