Chapter 5: Sempit

14 0 0
                                    

-----
Kenapa dunia sesempit ini?
-
Nira Amalia
-----

" Maaf."

Nira masih terdiam, matanya menatap lurus kedepan. Ia tak menyangka pertemuannya kembali dengan Daffa akan secepat ini. Ia belum mempersiapkan tembok pertahanan hatinya.

" Nira, maaf."

" Maaf untuk apa?" Tanya Nira tenang. Otak dan hatinya sedang berperang.

" Maaf belum menghubungimu sampai saat ini."

Nira masih enggan menatap Daffa. Matanya masih menatap lurus kedepan.

" Aku nggak peduli. Entah kamu mau menghubungiku atau enggak, aku tetap nggak peduli. Sekarang kamu pergi." Balas Nira acuh, ia kembali memakan apple pie nya.

Tak memperdulikan ucapan Nira, Daffa malah mendudukkan diri di kursi seberang Nira. Nira langsung menatap Daffa.

" Aku meminta kamu untuk pergi. Kenapa kamu duduk disini?" Balas Nira kesal.

" Sekali lagi aku minta maaf, Nira. Ada alasan kenapa aku nggak ngehubungin kamu." Jelas Daffa.

" Udahlah, Daffa. Semua yang berlalu biarlah berlalu. Aku nggak peduli lagi tentang itu. Anggep aja kita nggak pernah ketemu sebelumnya."

" Nira."

" Kalau kamu nggak mau pergi, biar aku aja yang pergi." Balas Nira sambil beranjak. Tak lupa ia meletakkan uang seratus ribuan, sebagai bayaran atas pesanannya. Kakinya melangkah keluar dari Daf's Cafe. Sedikit menghembuskan nafas kasar dan segera melangkah pulang ke rumah tante Sari.

Dilain sisi, Daffa masih menatap punggung Nira dalam diam. Di otaknya memikirkan kesalahan yang telah ia perbuat. Andai saja ia dulu tidak terlalu pengecut untuk menghubungi Nira. Andai saja ia tidak terlalu takut untuk kembali menjatuhkan hati. Andai saja ia tidak terlalu memperdulikan rasa sakit yang dulu pernah ia rasa yang meninggalkan trauma. Mungkin ia tidak akan kehilangan Nira saat ini, bahkan sebelum dia memulai.

Sampai di rumah tante Sari, Nira segera melangkah menuju kamar. Tak memperdulikan sepasang mata yang menatapnya aneh dari ruang tamu. Yang Nira tahu, ia hanya ingin langsung ke kamar dan mengistirahatkan otak dan hatinya.

Bruk

Nira menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Sneakers yang ia pakai sudah terlepas dan tergeletak berantakan di lantai. Tas selempang yang dipakainya juga sudah terlempar di sofa kamarnya. Lengan tangannya terangkat menutup sebagian wajahnya. Matanya terpejam dengan deru nafas yang mulai normal.

Cukup tenang, ia bangkit dari tidurnya. Kakinya melangkah menuju kamar mandi, bersiap membersihkan diri. Berharap pikirannya kembali jernih.

15 menit berlalu, Nira keluar dengan rambut basah. Kakinya menuju ke cermin. Kedua tangannya menumpu ke pinggiran meja. Pandangannya lurus kedepan, menatap bayangan dirinya di cermin.

" Kamu harus tegas sama apapun itu, Nira. Kamu nggak boleh gampang terbujuk oleh rayu atau permintaan maaf dari siapapun itu dengan mudahnya." Bisik Nira pada dirinya sendiri.

Merasa puas, Nira segera turun ke bawah. Ia mendengar suara sang mama yang memanggil untuk berpamitan pulang.

" Nira, mama sama papa pulang dulu ya. Kamu baik baik disini. Kalau ada apa apa, kamu bisa bilang sama om dan tante." Ucap mama Nira.

" Iya, ma. Mama dan papa juga hati hati pulangnya. Kenapa nggak nginep aja?"

" Pengennya sih gitu. Tapi papa ada kerjaan keesokan paginya. Kamu disini jaga diri baik baik ya." Nasehat sang papa.

Until We Meet Where stories live. Discover now