Setelah kejadian itu aku tidak ingin bertemu ran sama sekali, setiap aku melihatnya aku selalu teringat tentang kejadian itu, astaga sekarang pipiku pasti sudah semerah tomat
Sudah 3 hari aku menghindar dari ran, aku malu bertemu dengannya, setiap ia datang ke rumah nenek aku slalu pura-pura tertidur agar ran tidak bertemu denganku
"Chi~"
"Sampai kapan kau akan menghindariku?" Dengusnya, menatapku dengan intens
"Aku tidak menghindarimu ran"
"Tatap aku" aku sesegera mungkin memalingkan pandanganku ke arahnya, raut wajahnya terlihat sedih, aku tidak bisa melihatnya seperti ini
"Kenapa kau menghindariku?" Tanyanya lagi dengan tatapan bersalah
"Aku malu semenjak kejadian itu"
"Kejadian? Kejadian ap-"
"Ah maksudmu kecupan itu? Pftt" ia menahan tawanya setelah tau apa yang sedang terjadi
Aku hanya diam menatap wajah itu, jujur saja aku kesal melihatnya aku ingin sekali menjambak rambutnya
"Kau tidak suka aku melakukan itu?"
"B-bukan aku suka, tapi itu terlalu tiba-tiba ran"
ia tersenyum menatap mataku dalam, ran mengelus kepalaku dengan tampang gemas padaku
"Kenapa kau sangat imut chi?"
Aku ingin memalingkan wajahku kembali namun dua tangan itu sudah sigap untuk menahan kepalaku agar tidak berputar
Jujur saja sekarang aku tengah menahan rasa maluku, apa sekarang pipiku sedang memerah? Aku ingin menghilang saja dari bumi
"Sudah lah aku tidak akan menganggumu lagi, aku pergi dulu"
"Aku akan kembali nanti"
Ia melangkah pergi meninggalkanku yang terlihat hanya pungungnya yang semakin menghilang
Matahari mulai terbenam, aku berupaya membantu nenekku menyiapkan makan malam
Nenek selalu saja baik padaku, kadang aku merasa sungkan dengannya
Makanan telah siap untuk di sajikan, aku menyajikannya dengan rapi, nenek menyuruhku untuk memanggil kakek
Aku memanggilnya dan mempersilahkan duduk di tempat yang telah ku siapkan, aku mengambil nasi
Di sini ada tata krama dimana yang lebih tua terlebih dahulu yang bisa menyantap makanan, yang di mulai dari kakekku kemudian nenekku dan yang terakhir aku
Kami menikmati santapan dengan sedikit berbincang-bincang
"Echi, bagaimana sekolahmu?" Tanya kakekku di tengah-tengah makan
"Baik kek, tetapi aku sedikit kesal saat ran mengusikku"
Kakekku dan nenekku tertawa bersamaan sembari menatapku tulus
"Akrab-akrab lah dengan ran dia sudah sangat baik denganmu"
"Echi juga baik nek" ucapku tak mau kalah
Biarlah mereka berfikir aku haus pujian namun yang aku katakan benar adanya aku memang anak yang baik, terlebih lagi yang seharusnya bersikap baik itu ran bukan aku
"Iya echi"
selesai pun kegiatan kami, aku membersihkan piring-piring kemudian pergi ke kamarku berdiri di depan balkon menatap ke arah bulan
"Hari ini bulan purnama? Indah sekali" gumamku
Seumur hidupku aku baru 2 kali menyaksikan bulan purnama, yang pertama bersama ayah dan ibuku di bawah sungai cimalaya dan yang kedua di sini di rumah nenekku, sendiri
Sangat indah sinarnya menerangi seluruh kamarku, aku merasa senang melihatnya walaupun ada perasaan sesak di dadaku
Aku menatap kosong ke arah sinar itu, berharap waktu bisa terulang kembali, jujur saja aku benci untuk mengakuinya, aku merindukan saat-saat itu
Saat dimana keluarga kami masih bisa di sebut keluarga yang harmonis sampai suatu kejadian membuatnya menjadi keluarga yang tragis
Entah mengapa mataku terasa panas, sepertinya ada sesuatu yang akan keluar
Ya benar saja air mata itu keluar, aku tidak bisa menahannya, ini sangat menyesakkan, aku sangat amat merindukan mereka
Flashback on
"Echi kau tahu lingkaran yang bersinar itu namanya bulan purnama" ujar seorang pria dengan nada lembutnya sembari menunjuk ke arah bulan itu
"Bulan purnama?" ujar gadis yang berada di pangkuannya
"Anak ayah pintar, ya itu bulan purnama"
Seorang wanita berjalan menuju ke arah mereka dengan piring yang berisi banyak sosis bakar
"Ibu datangg~"
"Lihat echi apa yang ibumu bawa, siapa yang ingin pesta sosis?" Tanya pria itu bersemangat
"Kalo echi mau sosis, ayo kejar ibu" ujar wanita itu berlari membawa piring itu
Gadis mungil itu berlari mengejarnya, pria itu tertawa melihat tingkah anak dan istrinya itu
Hingga akhirnya gadis mungil itu kehilangan keseimbangannya dan terjatuh, dengan sigap pria itu berlari ke arah gadis mungil, menggendongnya dan menciumi pipinya agar gadis itu berhenti menangis
Wanita itu membawa kotak p3k dari mobilnya, meniup-niup luka yang ada di bagian lutut gadis itu
Mengucapkan maaf berulang kali, dan membersihkan luka anaknya itu
"Echi tidak apa-apa? Maafkan ibu ya"ucap wanita itu khawatir
"Sosis aku mau sosis!" Pekik gadis itu seusai menangis
Wanita itu memberikannya dan memeluk gadis mungil itu dengan rasa sayang, begitupun pria yang ada di sampingnya
KAMU SEDANG MEMBACA
The pluvia
Teen Fiction"bagai hujan, hadirmu menenangkan jiwaku yang beku" Jika aku bisa, aku ingin selalu bisa berada di sampingmu ran Namun sampai kini aku masih mengunci hatiku agar tidak terurai untuk kedua kalinya, berjalan menghadapi kenyataan yang tak dapat ku teba...