[7] BAWALAH PERGI CINTAKU

24 8 3
                                    

Dear Hari

Sepertinya aku lebih sakit, melihatmu menderita seperti itu.

17 Agustus 2014

..oo0oo..

Ku lihat kembali seisi lapangan ini untuk mencari keberadaan Hari.

Tidak ada.

Aku mengingat Aluna yang terburu-buru ke Rumah Sakit setelah mengangkat telefon, dan menyebut nama Hari.

"Hari kecelakaan kemarin lusa waktu pulang futsal, pulang sore ini sih katanya." kata Anis

"Parah?"

"Gak tahu, anak-anak pada mau kesana selesai upacara, ikut aja Ayok."

Aku hanya mengangguk dan kembali ke barisan.

Upacara Hari Kemerdekaan Indonesia berjalan dengan hikmat tanpa satu halangan apapun.

Tentu di ahir acara ada sesi foto dan makan bersama, namun aku langsung mencari keberadaan Anis, "Anis sekarang aja yuk." rengek ku membujuknya.

"Gak enak sama yang lain."

"Bilang aja kalo kita ada kepentingan sama Hari." Anis hanya mengangguk dan langsung menuju ke tempat parkir.

Ruangan Melati no.5 lantai 2.

Bahkan aku tidak sabar menunggu pintu lift membuka.

"Naik tangga aja yuk."

Aku menarik Anis, ia terlihat pasrah atas tingkahku.

Sesampainya di pintu, Anis tidak langsung membukanya, "Kenapa Nis?" tanyaku heran.

"Ada Aluna."

Ku lihat dari kaca pintu Aluna sedang menyuapi Hari, karena tangan Hari sedang di gips.

Tak pantas memang bila aku memutuskan masuk dan mengganggu kebahagiaan mereka.

Aku berjalan menuju anak tangga, turun ke lantai satu, Anis mengekor di belakangku.

"SEN, ada anak-anak naik ke lift." Anis menarik lenganku, saat melihat mereka masuk ke lift.

"Pulang aja yuk." Bujuk Anis.

"Justru kalo aku pulang, bukannya tambah Aneh."

"Iya juga sih, tapi kamu gak masalah lihat Aluna sama Hari?"

"Bismillah." ucapku memantapkan hati, lalu menekan tombol lift.

Kali ini Anis hanya diam mengikuti ku,

Ku lihat lorong ruangan Hari tampak ramai, mereka bergantian untuk masuk.

Kak Nugraha menatapku yang masih mematung depan pintu samping, "Masuk aja." ucapnya menepuk pundak ku.

Pasti aku menarik Zidan dan juga Anis agar tidak terlihat canggung.

Zidan masih terkejut melihat jahitan di dagu Hari, "Bukan kaleng-kaleng ya, lima jahitan." ledek Zidan.

"Ngebut aku, pas denger si Aluna di rumah Anis." kata Hari.

HARI SENINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang