Bagian 11

6.6K 236 5
                                    

"SI ANAK KURANG AJAR, BALIK LAGI SINI TERNYATA!"

"Sambutan yang cukup menyenangkan."

Aku melipat kedua tanganku di depan dada, merasa gak perlu takut dengan ancaman apapun yang mungkin bisa dilakukan ayahnya Farhad padaku. Aku masih merasa punya kendali atas segala hal yang terjadi di sini, terutama terhadap Farhad dan ayahnya.

"Kenapa lu ke sini lagi?"

"Kan Bapak yang nyuruh saya ke sini melalui Farhad. Katanya Bapak kangen dijepit-jepit lagi?"

Aku terus mencoba lebih mengendalikan situasi. Berharap tidak goyah, atau berharap mantraku masih terpatri di dalam sanubari Bapak Tentara satu ini, yang kemarin berhasil membuatku sange berat. Semoga hari ini juga.

"Lah, lah, lah. Berani sekali rupanya kamu, hah?"

Dia berteriak lantang. Apa-apaan ini? Kata Farhad, ayahnya minta aku buat datang lagi. Sampai si Farhad mohon-mohon. Tapi kok sekarang malah ...

Apakah aku dijebak?

Apakah Farhad sedang membalaskan dendamnya padaku?

Oke, aku gak boleh gentar. Aku masih memiliki kekuatan dalam diriku. Aku gak boleh mundur dari situasi begini.

"Karena lu udah di sini, biar gue hajar lu, ANAK SETAN! Biar lu tahu rasa."

Lalu tetiba dia mendekat ke arahku dengan cepat sekali, menarik kerah baju seragamku dan membuat mataku bersitatap lekat dengan kedua matanya. Astaga, ini perkara serius sekali. Matanya tidak main-main, seakan ingin menerkamku dan melumatku utuh. Habis sudah aku di sini.

BUG!

Satu pukulan mendarat di pipiku. Aku tersungkur, jatuh di atas lantai. Bisa-bisanya malah jadi seperti ini. Kutengokkan kepalaku ke arah Farhad dan dia hanya berdiri seraya melipat tangan di depan dadanya, seolah seru sekali menyaksikan peristiwa aku akan dipukul habis-habisan oleh ayahnya.

Gak bisa, gak bisa. Aku harus kasih mereka pelajaran.

Sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, aku segera membacakan mantraku dengan cepat, menjilati tanganku dan langsung kudekati ayah Farhad hendak mengusap kepalanya. Namun dia segera menghindar dan malah mencengkeram lagi kerah bajuku. Sebelum dia siap menghajar bagian sebelah pipiku yang lainnya, aku dengan cepat memanfaatkan situasi untuk mengusap kepalanya. Gak boleh lolos lagi!

BUG!

Saat aku akhirnya tersungkur karena ayah Farhad kembali memukulku, aku sempat mengelus kepala tentara satu ini, dengan tanganku yang sudah dimantrai.

Apakah akan berhasil?

Sial, sial, sial!

Situasi ini jelas tidak menguntungkan. Farhad lalu mendekatiku dan meludahiku, "orang rendahan seperti ingin mengontrol keluarga kita. Cuh!" Dia meludah ke wajahku, ringan sekal seperti yang biasa dilakukannya sebelum-sebelumnya. "Jangan mimpi!"

Di situasi begini, sudah jelas aku boleh marah 'kan? Rasanya aku ingin sekali memukul Farhad balik. Meludahinya, menghinanya, melecehkannya. Bahkan api amarah dalam diriku rasanya berkobar-kobar untuk saat ini. Satu-satunya orang yang ingin kuhancurkan adalah Farhad dan juga ayahnya sekalian.

Tapi tunggu dulu, apakah mantraku sudah berhasil?

Aku menunggu reaksi ayahnya, yang kemudian dia melangkah lagi mendekatiku. Jongkok, menyaksikan wajahku lebih dekat. Ada apa ini? Apakah mantranya kini sudah gak berguna?

Wahai, dimana kamu? Kok aku gak bisa pakai mantraku sih ini?

Aku bersamamu. Aku sedang mengatur agar mantranya bekerja.

Pencarian Lubang PerjakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang