"Cuh!"
"Cuh!"
"Cuh!"
Beberapa kali orang-orang itu meludahiku tanpa perasaan. Mereka membuatku seperti makhluk rendahan, yang bahkan lebih hina dari hewan menjijikan manapun. Aku sangat muak dengan perlakuan mereka, tapi aku gak bisa melakukan apa-apa.
"Lu salah pesanin makanan yang kita mau, bego! Kita bilang ayamnya dada, kenapa lu beliin sayap semua?"
"A-aku udah bilang, ka-kalau dadanya abis!"
"Anjing! Gak usah banyak bacot. Kita-kita maunya dada, bukan bagian lain. Kalau gitu, dada lu aja yang gantiin dah. Buka, Son, Raf! Buka paksa bajunya!"
Farhad yang menjadi ketua geng dari tiga lelaki impian di sekolahku itulah yang memerintahkannya. Mereka sudah merundungku habis-habisan dari kelas satu semester dua. Sekarang kami sudah berada di kelas dua, pertengahan semester satu. Berarti kurang lebih sudah sembilan bulan usiaku dirundung oleh mereka. Jika ini terjadi pada perempuan yang mengandung, mungkin mereka sudah resmi harus melahirkan anaknya ke dunia.
"Ja-jangan. Aku gak punya baju lain," rengekku mencoba memohon welas asih mereka yang sebenarnya pasti sia-sia.
"Mana gua peduli! Robek aja!"
Sony dan Rafa langsung saja menggerayangiku paksa. Mereka bersamaan menarik tanganku yang berusaha menghalangi baju seragamku satu-satunya, agar jangan sampai rusak. Tapi jelas, pertahananku tak kan bisa melawan dua energi manusia yang masih punya banyak cadangan energi untuk melampiaskan rundungan mereka, sedang aku sedari tadi udah dipukul dan didamprat habis-habisan oleh mereka bertiga. Diinjak, diludahi, dihina. Bahkan aku sempat merasa aku tak layak hidup lagi dan ingin sekali menyerah.
Namun apa sekarang?
Membiarkan mereka mencoba untuk merobek bajuku satu-satunya? Harga diriku pasti habis tak bersisa karena hal ini.
KREK!
KREEEEEEK!
Pada akhirnya, aku tak bisa mempertahankan baju seragamku dari dua manusia laknat yang energinya selalu terasa penuh untuk merundungku. Aku yang tak memakai baju dalaman lain (karena jumlah kaus yang kupunya juga terbatas di rumah, berganti-gantian dipakai serta langsung dicuci saking terbatasnya), kini langsung memperlihatkan dua dadaku yang menyembul begitu saja di hadapan mereka. Polos tanpa ada penghalang apapun.
"Apa-apaan ini? Lu punya dada yang bidang rupanya!"
Farhad langsung mendekatiku. Lalu dia meremas dada kananku begitu saja. Sekuat tenaga. Aku bahkan mengerang karena sakit dengan remasannya. Tanganku otomatis berusaha menghentikan tangan Farhad yang semakin memperkuat cengkeramannya di dadaku.
"Son, Raf, pegangin tangannya buru!"
Mereka langsung sigap menarik paksa dua tanganku ke belakang. Bahkan sempat beradu kekuatan dengan tangan kiriku yang sedang berusaha menghentikan cengkeraman dan remasan kuat tangan Farhad di dadaku. Tapi aku sekali lagi kalah. Dua tanganku kini tercekal, tak mampu mengelak. Saat kakiku hendak bergerak, pantat Farhad tiba-tiba dihempaskan begitu saja di pahaku. Membuatku berteriak kesakitan, karena Farhad melakukannya tiba-tiba dan terus menekan serta membenamkan pantatnya kuat-kuat di pahaku. Membuatku mati kutu, tak bisa lagi melakukan perlawanan apapun.
Lalu tangan yang satunya kini mulai meraih dada kiriku. Bersamaan dengan sekuat tenaga, dia meremas dan menggoreskan ujung kukunya ke dadaku.
"ARRRRGGGGGHHHH!"
Aku berteriak kencang. Tak kuat menahan perih yang disebabkan ulah tangan Farhad yang tak mengenal ampun.
Belum selesai dengan rasa sakit akibat remasan dan goresan kukunya, dia tetiba mencapit dua putingku dengan penyatuan antara jari telunjuk dan jari tengah miliknya. Usai dicapit, dia menariknya sekuat tenaga, lalu memelintirnya pula dengan arah putaran berlawanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pencarian Lubang Perjaka
FantastikKisah fantasi ringan, tentang pencarian seorang siswa bernama Yusuf terhadap lubang-lubang perjaka, atas perjanjian balas dendamnya.