Bab. 4 Baku Hantam.

16 3 0
                                    

E M P A T—————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



E M P A T
—————

Setelah sebulan berlalu. Aku jadi semakin akrab dengan Langit dan keluarganya. Tante Rosa sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. Bahkan ia sering mengajakku makan di rumahnya. Tante Rosa juga tak sungkan untuk meminta bantuan kepadaku tiap ada kesulitan yang menurutnya bisa ku tangani. Selain itu, aku juga mendapat banyak info mengenai keluarganya. Terutama tentang perselingkuhan Om Darma, Ayah Langit di masa lalu. Yang akhirnya lahirlah seorang Kevin Argantha ke dunia. Ya, faktanya Tante Susan (Mama Kevin) lah yang merebut Om Darma dari Tante Rosa. Masuk akal, pasalnya usia Langit lebih di atas Kevin. Jadi mereka ini kakak adik satu bapak, beda ibu.

Info lain yang ku dapat adalah tentang Langit. Semakin hari, aku semakin akrab dengan Langit. Kedekatan kami membuatku lebih mengenal Langit. Dia ini sangat dewasa. Tetapi dewasa yang di maksud bukan versi ke-bapak-an. Tapi dewasa yang kalem dan hangat, nggak sembrono. Nampak sekali dari kesehariannya yang rapi, dan gaya hidupnya yang terarah. Berbanding terbalik dengan Kevin. Jika Kevin cenderung kekanakan dan emosional. Bahkan lebih suka maksa dan posesif. Tapi mereka memiliki beberapa kesamaan, salah satunya sama-sama humble.

Oh ya, satu lagi. Tentang perkembangan usahaku mendekati Langit. Ya bisa di bilang jauh lebih baik. Kami sudah saling bertukar nomer hp, melakukan chat intens dan sesekali makan keluar berdua. Langit juga kerap mengajakku ke toko buku, untuk membeli novel. Karena ternyata kami mempunyai kesamaan, gemar mengkoleksi novel fiksi. Ya, cuma itu sih. Tapi cukup untuk di banggakan. Nggak kaya nasib Andi yang masih saja gagal mendekati Monik.

Seperti siang ini, aku sedang duduk di bawah pohon  jambu yang ada di halaman kosku, menunggu Langit. Tadi ia mengirim pesan whatsapp, mengajakku untuk menemaninya makan siang di kafe langganannya.

Suara klakson mobil berbunyi dua kali. Aku segera berlari keluar pagar, dan mendapati Langit sudah berdiri membukakan pintu mobilnya untukku.

"Hai Mas." Sapaku pada Langit yang sudah tersenyum lebih dulu ke arahku.

"Hai Biru."

Aku segera masuk ke dalam mobil hitam itu. Di susul oleh Langit yang berlari kecil memutari bagian depan mobilnya setelah menutupkan pintu untukku. "Udah siap?" Tanyanya ketika sudah berada di balik kemudi.

"Siap." Jawabku bersemangat.

Aku sudah tak canggung lagi sekarang. Karena pembawaan Langit yang cenderung santai, membuatku lebih nyaman saat bersamanya.

Mobil hitam ini sudah melaju membelah jalanan yang ramai oleh lalu lalang kendaraan. Langit bernyanyi kecil mengikuti alunan musik yang ia putar dari audio mobilnya. Sambil jarinya asik mengetuk-ngetuk setir kemudi, terlihat sangat menikmati.

Kami telah sampai di kafe langganan Langit. Sudah kali ketiga dia mengajakku kesini. "Mau ikut masuk atau tunggu sini?" Ucapnya sebelum keluar dari mobil.

LANGIT BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang