4. R and N

0 0 0
                                    

Ares, laki-laki bertubuh jangkung itu berjalan dengan langkah lebar sepanjang koridor sekolah. Kini suara langkahnya yang semakin cepat itu teredam oleh suara hujan deras yang baru saja datang tanpa diminta.

Sesampainya di tempat tujuan, sorot matanya yang menjadi perwakilan isi hatinya itu menyapu pemandangan sekitar, dan ketika menemukan sosok yang dicarinya, Ares berlari menghampiri, mencengkeram kemeja seorang laki-laki yang satu tahun lebih tua darinya. Tangan kanannya yang besar mengepal dengan erat, bersiap menonjok pemuda di hadapannya ini kapan saja.

“Kenapa? Kamu takut?” Laki-laki di hadapan Ares itu tak melawan dan malah tersenyum meremehkan.

Kepalan tangan Ares melonggar. Begitu juga dengan tangannya yang mencengkeram kemeja sosok yang dicarinya.

Pemuda itu melengos. Bagaimanapun ia tidak bisa menyakiti seseorang yang sudah lama menjadi temannya.

“Sudah kuduga.” Noah, pemuda itu kembali menatap Ares dengan remeh. “Kenapa? Apa kamu mau menanyakan hal yang sama seperti yang lain? Jika iya, kamu datang ke orang yang salah,” lanjut Noah yang diakhiri dengan seringainya.

Lebih tepatnya lelaki itu menertawakan dirinya sendiri.

“Laki-laki yang bahkan tidak disampaikan salam perpisahan olehnya ini tidak akan bisa menjawab pertanyaanmu. Carilah jawabannya kepada dia yang sudah kamu anggap seperti adikmu sendiri,” sambung Noah.

Ares masih terdiam, tak menyahut atau menanggapi perkataan Noah. Pikirannya kusut, tapi ia memilih untuk diam.

“Atau kamu sudah menemuinya, kemudian datang menemuiku karena menurutmu akulah orang yang paling bersalah di sini? Iya, akulah orang yang salah di sini. Semuanya, semua yang terjadi belakangan ini, itu semua karena salahku. Itu jawaban yang kamu inginkan kan, Ares?”

Noah menarik napas panjang kemudian menghembuskannya dengan kasar, agak jengkel karena Ares tak kunjung berkata. Namun, Noah yakin tebakannya kali ini tidak salah.

“Ares, kamu pasti mengenalku kan. Aku tidak akan melukai seseorang tanpa alasan. Aku melakukannya karena aku tahu bahwa dia pantas mendapatkannya. Jangan tertipu, Ares.”

Noah menepuk pundak Ares, kemudian melangkah pergi meninggalkan pemuda jangkung yang sedari tadi mengalihkan pandangannya.

Ares berdecap, berbagai pernyataan yang baru diperoleh kini tengah berperang di dalam kepalanya.

Antara menyembuhkan luka atau mencari tahu awal mula, meski salah satunya mungkin bisa membuat keretakan di antara mereka semakin menjadi.

®®®

B MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang