AMBIS DAN EGOIS

5 1 0
                                    

_____________

Azka mengerjakan tugas yang di berikan gurunya itu dengan ambis. Berulang kali dirinya mencoba mengecek apakah jawaban nya benar pada guru di depan nya namun selalu salah. Azka sudah bingung kemana jalan soal ini. Menyerah? Tentunya tidak akan. Gadis ambis itu tidak akan pernah membiarkan orang lain memecahkan soal dari guru lebih dulu. Azka harus berusaha lebih keras dan mencari cara yang benar.

Azka salah satu nya yang pintar dikelasnya, namun Azka selalu merasa tersaingi dengan teman sekelasnya. Bahkan satu kelas tahu jika Azka adalah gadis ambis yang selalu ingin mendapatkan nilai sempurna lebih dulu. Tidak ada yang bisa menandingi Azka di kelas nya. Satu kelas sudah mengakui itu. Sayang nya rasa takut akan tersaingi dan nilai nya akan menurun tidak pernah hilang dalam diri Azka. Dirinya terlalu ambis terhadap nilai.

Sekali lagi Azka maju ke meja guru untuk mengecek tugasnya apakah benar atau salah. Dan akhirnya Azka menyelesaikan soal matematika itu yang cukup sulit untuk Azka.

"Azka sudah lulus, ayo siapa lagi" ucap guru pada seluruh siswa yang ada di kelas.

Mereka yang berada di kelas tidak heran jika Azka dapat menyelesaikan nya dengan cepat. Azka selalu menjadi yang pertama dalam menyelesaikan tugas. Gadis ambis itu sudah terkenal  di kalangan siswa di sekolah ini.

Azka kembali ke kursi nya dengan wajah senyuman nya. Terlihat sangat senang.

"Azka bantuin gua dong" bisik teman sebangku nya.

"Gua cape. Pokoknya, cara nya gak jauh dari situ" jawab nya lalu menelungkup kan kepalanya di atas meja di sela-sela tangan nya.

"Gua udah itung tapi tetep salah ka" sahut Liya lagi, dirinya mulai sedikit kesal.

"Lo salah hitung kali".

"Ih udah bener loh ka, ayolah" rengek nya pada Azka sembari menggoyangkan tangan Azka.

"Is, tinggal itung lagi aja sih Li!" sergah Azka.

Liya memilih untuk tidak lagi menganggu Azka. Azka agak menyeramkan saat dirinya mulai marah. Itu belum sepenuhnya marah. Liya jadi takut lebih baik tidak jadi.

Hampir jam istirahat pertama. Liya belum juga menyelesaikan tugas matematikanya. Azka seperti sudah di dunia lain yaitu dunia mimpinya. Sedari tadi belum juga bergerak. Jika di bangunkan kemungkinan Azka akan marah kembali.

Kringgg......

Jam istirahat. Azka langsung bangun dari tidur nya. Entah karena suara bel yang terlalu keras atau memang dirinya tidak tidur.

"Istirahat?" Tanya Azka pada Liya.

"Iya, Lo ga denger tadi?" Timpal Liya.

"Denger sih, takut cuman pendengaran gua aja makanya gua nanya".

"Baik anak-anak jam istirahat sudah datang, itu berarti siapa yang belum mengerjakan tugas nya di kerjakan di rumah besok di bawa ke sekolah. Selamat siang" pamit guru itu lalu pergi ke luar kelas.

"Kantin yu?!" Ajak Liya pada Azka.

"Yuk lah".

Azka dan Liya berjalan bersamaan menuju kantin. Waktu nya mengisi perut mereka sebelum kembali mengasah otak mereka lagi. Pelajaran tadi membuat tenaga Azka terkuras termasuk Liya yang sudah pasrah dengan tugas itu. Biasanya Liya berada di bawah Azka. Liya selalu bisa menjawab. Meskipun Azka tetap unggul di bandingkan Liya.

____________

Azka pulang ke rumah nya dengan rasa lelah. Lelah mengasah otak nya untuk menjadi lebih unggul. Rumah nya sepi seperti tidak ada orang. Apakah ibunya pergi. Azka masuk sembari memanggil-manggil ibunya. Betapa terkejutnya Azka melihat jika banyak baju ayahnya yang sudah berantakan di ruang tamu rumah nya. Dengan kertas dan tulisan yang sangat besar. Azka tau jika itu pasti tulisan ibunya. Tidak ada yang ada di rumah ini selain ibunya tadi pagi. Tulisan yang berada di atas kertas itu bertuliskan

"PERGI DARI SINI BAJINGAN!
DAN JANGAN PERNAH KEMBALI LAGI!"

Azka tidak menemukan ibunya di rumah ini. Azka takut saat ayah nya melihat ini dan malah akan memarahi dirinya. Namun Azka tidak tahu harus apa. Azka harus pergi dari rumah ini dulu atau diam saja. Biasanya ayah nya akan datang malam hari. Tetapi, sesekali ayahnya akan datang sore atau siang.

"Dina" panggil seseorang dari dekat pintu.

Siapa itu?. Azka tidak tahu, apakah orang jahat?. Tidak mungkin karena orang itu mengetahui nama dirinya. Azka berjalan ke arah pintu dengan yakin dan penasaran siapa yang memanggilnya itu.

"Mamah."

Itu abila ibunya Azkadina.

"Sekarang kamu ikut mamah dulu, sebelum Papah kamu datang ke sini. Ayo!" Abila menarik tangan anak nya untuk segera ikut bersamanya. Azka tidak tahu ibunya akan membawa dirinya kemana.

"Kemana mah? Ini mobil siapa?" Tanya Azka saat mereka berhenti di pinggir mobil dan ibunya membukakan pintu mobil itu untuk Azka agar duduk di kursi depan.

"Masuk saja dulu" desak Abila sedikit mendorong Azka agar masuk ke dalam mobil itu. Abila berada di kursi belakang mobil itu.

"Mahh" rengek Azka dengan sedikit kesal pada ibunya itu.

Ini mobil siapa?. Azka tidak tahu bagaimana jika ibunya hanya ingin masuk mobil ini saja untuk meminta bantuan. Itu memalukan.

"Sudahlah nak, nanti mamah ceritakan. Angkara kita berangkat sekarang saja nak" ucap Abila pada orang yang di sebelah Azka.

"Iss mamah mah" cicit nya.

Azka sampai di sebuah rumah yang cukup besar. Lebih besar dari rumah nya. Ibunya harus cepat-cepat menceritakan apa yang terjadi. Ini semua membuat Azka bingung. Dan laki-laki itu?. Laki-laki itu juga ikut masuk ke rumah itu. Dia terlihat seumuran dengan Azka. Tapi bisa saja tampangnya itu menutupi umur tua nya.

"Mah ini rumah siapa?" Tanya Azka sebelum masuk ke dalam rumah.

"Kita masuk aja dulu, lagian ini rumah temen mamah jadi kamu jangan khawatir atau mikir yang enggak-enggak" timpal Abila menenangkan Azka.

"Terus itu siapa? Laki-laki itu siapa mah?" Tanya nya lagi "dia anak temen mamah" jawab ibunya. Azka ikut masuk ke dalam bersama ibunya. Dengan sedikit keraguan.

"Abila. Akhirnya kamu kembali juga. Aku kira terjadi sesuatu kalian datang sedikit lama membuat ku sedikit cemas" sambut dari sang pemilik rumah sambil menghampiri Abila.

"Tenanglah, tidak terjadi apa-apa. Aku tepat waktu sebelum orang itu kembali ke rumah" Jawabannya.

Mereka berjalan untuk duduk di kursi tamu rumah sang pemilik rumah. Masih ada angkasa. Jelas saja dia kan anak sang pemilik rumah juga. Pasti ada rasa penasaran dengan apa yang terjadi juga kan.

"Bila sebaiknya kamu tinggal disini untuk beberapa hari saja. Rumah ini juga hanya ada kami berdua sekarang. Suamiku sedang berada di luar kota. Aku masih takut jika suami mu itu akan kembali menyakiti mu lagi" ajak Laura ibu dari angkasa itu sekaligus pemilik rumah.

"Ah tidak. Itu merepotkan. Aku dan Dina akan kembali ke rumah sore atau petang nanti" tolak Abila ramah.

Pulang ke rumah hari ini juga tampaknya hanya akan memperumit semuanya. Bisa saja Sadipta akan marah besar dan melakukan hal yang di luar nalar. Sadipta orang yang tidak bisa menahan emosi nya dan mengontrol emosinya sendiri.

____________

Tinggalkan jejak seperti vote atau komen

SUNDAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang