“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-furqan, 74)
🕊️🕊️🕊️
Setelah membelah jalanan kurang lebih 4 jam, kini mereka telah sampai dihalaman pesantren Tahfidzul Qur'an, senyum mengembang di bibir manis Nameera, ia terharu karena kedua orangtuanya beserta bibi dan pamannya datang.
Setelah bersalaman dan basa basi sebentar mereka diperkenankan masuk, Almaira sejak sampai lebih senang bersama dengan Rayyan, celoteh Rayyan membuat Maira terkekeh dengan cara bicara Rayyan yang candel khas anak kecil.
Setelah puas bermain diluar ia mengajak masuk Rayyan dan melihat keluarga besarnya saling bertukar cerita dan sesekali tertawa, ia duduk samping Mbaknya dan Rayyan dipangkuannya.
Maira merasa badannya sangat lelah hingga meminta Mbaknya untuk menunjukkan kamar yang akan ditempati Maira selama berada disana.
"Ini kamar memang mbak persiapkan khusus untuk kamu dek, jadi kalo semisal kamu jadi ke paitonnya bisa pulang kesini." Jelas Nameera sambil menunjukkan kamar yang ia tata rapi untuk sang adik. Maira hanya manggut-manggut sambil melihat-lihat ruangan 3×3 meter tersebut.
Sudah ada kasur berukuran 1 orang dan lemari kecil. Cat warna mint dan pencahayaan yang tak begitu mencolok membuat kamar tersebut lebih nyaman.
"Jadi ndak dek kuliah di Paiton?, Apa mau nikah saja? Hehe." Pertanyaan itu membuat Maira menatap sang kakak.
"Yo ndak lah mbak, aku ndak mau nikah sebelum sarjana." Ucap Maira menirukan logat jawa kakaknya,
"Lagian mau nikah sama siapa toh mbak, jomblo fii sabilillah aku tuh." Sambungnya.
"Hehe, Alhamdulillah lah dek kalau gitu, mbak hanya bercanda. Adek harapan kita semua, jaga diri dan marwah kita sebagai perempuan, juga nama besar yang berada dibelakang kita, Keluarga Darul Islam."
"Pasti mbak, doakan Maira ya supaya Istiqomah."
"Ya sudah istirahat tapi jangan sampai ketiduran yah, nggak baik sore-sore begini tidur, kalo mau mandi ini handuknya, mbak mau keluar dulu."
"Nggeh tuan putri hehe."
"Terimakasih mbak." Imbuhnya setelah tubuh kakaknya menghilang dari balik pintu, ia hempaskan tubuh rampingnya pada kasur, sangat nyaman sekali membuat ia hampir terlelap.
Tak ingin terlena oleh keadaan Maira bangun dan duduk menyandar ke tembok diatas kasur, mengambil ponsel lalu mengaktifkan data selulernya. Notifikasi pesan dari aplikasi hijau menampilkan nomor yang tak dikenal, membuat Maira sedikit bingung sebab ia merasa tidak memberikan nomor pribadinya kepada siapapun.
Dilanda penasaran ia membuka nomor tersebut dan mengecek profilnya hanya menampilkan huruf A warna hitam dengan background putih. Ia ragu akan membalas pesan ucapan salam tersebut,
Walau ia telah membalas secara lisan.Kegamangan hatinya antara ingin membalas atau membiarkan, membalas takutnya hanya orang iseng atau bahkan seorang Ikhwan, kalau dibiarkan takut orang penting. Akhirnya dengan keyakinannya ia membalas pesan tersebut.
|Waalaikum salam, maaf siapa nggeh?|
16:03✓✓|Maafkan saya yang terlalu lancang Ning, tapi perasaan saya benar-benar tidak bisa saya pendam lebih lama lagi, saya mengagumi sampean dan saya tidak akan meminta jawaban Ning sekarang, belum saatnya dan saya belum pantas. Inshaa Allah jika Allah memberi jalan, saya akan datang ke ndalem memohon restu Kiai sepuh dan bertemu Abah yai Ahmad.
BaarakAllahu fiik Wassalamualaikum.|
16:05✓✓
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Takdirku ( On-Going )
RomanceCover by : Pinterest Highest rank 6- #Almaira ( 03-12-2022 ) Almaira khanza Nadia Ketika ia harus memilih, dijodohkan atau ia hadirkan laki-laki yang dengan yakinnya ia katakan bahwa dia akan datang untuk bertanggung jawab dengan kata-katanya. Laki...