Loveless 1 - Axel Adiputra.

3.1K 244 6
                                    

Seorang anak laki-laki sedang tertunduk lemah, duduk diapit kedua orangtuanya, bersila di tengah ruangan berisi sekuruman manusia. Mereka sedang berada di Magelang, tempat Eyang dari Daddy Arjuna yang satu hari lalu meninggal karena sakit. Eyang sudah tua, berumur hampir 90 tahun, sudah terlalu lama hanya tidur di ranjang. Axel pernah bertemu, tiga bulan yang lalu saat kondisi eyang semakin memburuk. Hanya satu hari, dan mereka langsung kembali ke Jakarta.

"Dad, ponselnya ditaroh dulu." Ini sudah ketiga kali, mama mengingatkan daddy-nya untuk berhenti main ponsel. Di acara kirim doa untuk mendiyang eyang, daddy justru bermain ML. Wajar bukan jika mamanya marah?

"Dad, jika kamu tidak segera meletakan ponselmu, aku akan pulang ke Jakarta sekarang juga," ancam mamanya dengan nada berbisik, masih berusaha menahan amarah.

"Sebentar, Ma. Nanggung ini, lagi war."

"Dad!" Mama Ivy mengambil paksa ponsel di tangan daddy, lalu mematikan ponsel itu dan meletakannya di lantai samping tubuhnya. "Lebih susah ngasih tahu kamu daripada Axel," gerutu Mama Ivy lagi.

Daddy sempat ingin protes sebelum akhirnya mengalah, meskipun terlihat macho dan garang, Axel menjamin, laki-laki itu takut jika mamanya marah. Ketika tatapan keduanya bertemu, Axel tersenyum meremehkan.

"Aku hanya menghormati mamamu, tidak lebih," bela daddy tak mau terlihat lemah. Axel hanya mengangguk mengiyakan, meskipun di dalam hati dia tidak melakukan hal yang sama.

Lama, mereka hanya duduk sambil menyapa tamu. Beberapa orang terlalu mudah terpusat dengan keberadaan Axel yang menonjol di ruangan ini. Bahkan ada yang terang-terangan mengagumi dan mencubit pipinya gemas. Siapa yang tidak terkagum? Axel dengan mata biru dan rambut cokelat tembaganya terlalu mudah untuk dikagumi.

"Anaknya ganteeeng banget sih, Bu," puji wanita paruh baya dengan pakaian berwarna warni. Mamanya menanggapi dengan tersenyum ramah, lalu mempersilahkan wanita itu untuk duduk. Setelahnya, banyak macam kalimat pujian yang terdengar menyebalkan. Axel bosan, dia berdiri berniat keluar rumah untuk mencari udara segar.

"Mau kemana?!" hardik Mama Ivy. Wanita itu mencekal tangan Axel yang berniat pergi.

"Bosen, Ma. Mau cari angin."

"Jangan pergi terlalu jauh, kamu sama sekali tidak mengenal daerah sini, Xel," ucap mamanya memberi peringatan.

"Iya," jawab Axel singkat, setelahnya ... wanita itu melepaskan genggaman tangannya di tangan Axel. Bocah laki-laki itu berdecak sebal, berdesis lirih untuk dirinya sendiri. Please, Axel sudah besar, Ma.

Axel berjalan keluar rumah, melewati barisan kursi yang berisi bapak-bapak dengan teh hangat dan berbagai macam makanan ringan di meja. Mereka ngobrol dan saling berbagi asap rokok yang mematikan. Axel beruntung, tak menemukan mata yang mengenalnya meskipun tampang Axel tak cukup mudah untuk dianggap biasa.

Pemandangan asri di belakang rumah sangat menarik perhatian Axel yang terbiasa hidup di kota. Dan ketertarikannya semakin menjadi ketika menemukan seekor kucing berwarna putih bersih berlari menjauh. Axel suka kucing, anak laki-laki itu mengikuti arah kemana hewan mungil itu menghilang.

"Meong, meong," ucap Axel terus menerus, mencoba menarik perhatian hewan bermata biru yang tadi ia temukan. "Hai, puss, ayo kita bermain."

Suara bunyi dibalik semak-semak menarik perhatian Axel. Suara mengeong disusul dengan hewan kecil itu yang kembali berlari menghindar. Axel mengejar, tak sadar langkahnya semakin jauh. Ia sampai di bukit kecil yang berjarak cukup jauh dari rumah Eyang. Ia berlari, lalu tiba-tiba kakinya terjerumus masuk ke dalam lubang yang tertutup semak.

"Fuck," makinya kesal. Tangannya masih berpegangan ke tanah, namun sialnya kakinya terikat sesuatu yang tak Axel ketahui karena berada di bawah dan gelap. Tangannya membawa tubuhnya bergerak naik. Dia sangat beruntung, baik daddy dan papa selalu memaksanya olahraga.

LovelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang