Suara musik bertalu memekakan telinga, dipadu gemerlap lampu warna-warni ditengah gelap ruangan. Anak muda berjoget di panggung, kebanyakan mereka bergerak absurd mengikuti irama yang menggetarkan dada, tak sadar dengan gerakan impulsif akibat pengaruh alkohol yang banyak ditenggak. Wanita-wanita cantik bertubuh sintal menyuguhkan pemandangan menyegarkan mata pria-pria lapar.
"Lagi, Fe?" tawar seorang wanita ke teman wanita satunya. "Nanggung nih, sedikit lagi habis." Satu gelas wine kembali disodorkan.
"Udah nggak kuat gue," tolak wanita itu. Ia menjauhkan gelas itu dari mulutnya, matanya terpejam terlihat kurang nyaman. Perutnya mual, berbanding terbalik dengan matanya yang terasa kuat ingin segera ditidurkan. Tidak biasanya Fe —si paling tahan mabuk justru teler terlebih dahulu.
"Ya udah pulang aja yuk," tawar satu teman lainnya.
"Baru jam dua belas malam, Kuntii. Ngapain pulang jam segini? Party-nya aja belum mulai, baru juga joget sekali," jawab wanita berambut pirang.
Adu pendapat mulai memuakan telinga. Feshikha mencoba berdiri meskipun kesulitan, namun kembali terjatuh di sofa. "Gue pulang dulu aja," putusnya kemudian. "Sumpah gue pengen tidur."
"Gue anterin sampai dapet taksi. Gila lo mau keluar sendiri dalam kondisi kobam gini." Teman wanita Feshikha bergaun backless itu membantu Fe berdiri. Ia menautkan tangan kanan Fe dipundaknya, lalu menuntun wanita itu keluar club.
"Ntar aja ih, Mey. Ngapain sih bawa Fe pulang? Nggak rame tahu."
Wanita yang kerap dipanggil Memey itu mendengus sebal. "Gila lo, Ra. Fe udah kobam gini, masih juga disuruh party. Udah, gue cuma anterin dia sampai dapat taksi doang kok, nanti gue join lagi," janjinya. "Gue keluar dulu."
Cukup kesulitan, Memey membawa Feshikha keluar ruangan club yang luas. "Gila, berat juga badan lo, Fe," gerutu wanita itu, namun hanya mendapat geraman tak jelas dari sahabatnya.
Mereka melewati kerumunan manusia, ditengah remang-remang lantai dansa. Setelah sampai di luar club, Memey mendudukan tubuh Fe di tanah asal saat matanya tidak menemukan tempat yang bisa mereka duduki. Memey mengambil ponsel lalu mencari taksi online untuk Feshikha.
Sebuah mobil berwarna mencolok berhenti di depan Memey dan Feshikha. "Butuh tumpangan?" Seorang laki-laki berjaket denim dengan anting di telinga yang berada di dalamnya menawarkan tempat duduk di belakang kemudi.
Dari tampangnya saja sudah jelas kalau laki-laki itu menginginkan hal lain. "Pergi lo," usir Memey.
Laki-laki itu justru turun dari mobil mendengar usiran Memey, berniat membantu Feshikha berdiri. "Sayang kalau sahabat lo cuma duduk di tanah, biar dia duduk di mobil gue."
Memey menyentak tangan laki-laki itu yang kurang ajar menyentuh sahabatnya. "Apa'an sih lo, pergi nggak?" Usir Memey marah. "Gue panggil satpam kalau lo mau aneh-aneh."
Tawa menggema, diikuti beberapa teman laki-laki itu yang ada di dalam mobil. "Udah masuk aja, lo juga boleh masuk deh, dijamin ... puas."
"Anjing yaa ... aaarrgh!" Tangan Memey diputar ke belakang tubuhnya, membuat gadis itu kesakitan tak bisa bergerak.
Semua laki-laki yang sebelumnya hanya berada di dalam mobil ikut turun. Sama seperti laki-laki yang sekarang ini mencengkeram tangan Memey, mereka semua berpenampilan urakan, seperti berandalan, dengan anting dan tatto di beberapa bagian tubuh yang bisa terlihat. "Aku janji, malam ini akan lebih menyenangkan jika kalian ikut di dalam mobil bersama kami," bisiknya di telinga Memey.
"Jangan mimpi ..."
"Aaargh!" Bukan teriakan Memey ataupun Feshikha, melainkan salah satu teman laki-laki itu yang terpental jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loveless
RomanceSpin off cerita kamu yang kusebut rumah. Axel Adiputra. Rumah itu kosong, tak berpenghuni. Kuncinya disimpan, agar tak ada lagi yang datang. Terlalu banyak harapan, tertimbun kenangan. Ini bukan tentang rumah, melainkan hati yang sudah lama tak teri...