5. Belajar Berjarak (2)

1.4K 222 34
                                    

"Ayah, udah berapa hari Reka perginya?" Fino bertanya saat dia baru saja selesai makan buah pepaya.

"Fino gak inget? ... kayaknya udah lima hari deh." Theo mengingatkan sambil mengelap tangan Fino yang lengket akibat memakan buah pepaya tadi.

Fino cuman mengangguk, dia sudah sadar kok bahwa mengamuk setiap ingat bahwa Reka sedang pergi, tidak akan membuat Reka ada kembali.

Jadi, diam sepertinya lebih baik.

"Fino, waktunya mandi." Bunda tiba tiba menyahut dari arah kamar Nata, adiknya sudah wangi dan siap main. Sedangkan kakaknya masih sibuk makan sambil melamun.

"Fino gak mau mandi." Fino mulai memberontak. Sengaja, supaya bunda tidak langsung pergi meninggalkannya disini.

"Fino mau ikut sama bunda, sama Nata."

Susan mendekat lalu menggelitik perut Fino, lalu menarik tangan anak sulungnya ini kearah kamar mandi.

"Justru itu, kalau mau ikut harus mandi dulu."

"Enggak! Mandinya abis main."

Susan dan Fino saling menatap. Sepertinya ada perbedaan besar antara ibu dan anak ini.

Susan pikir, lebih baik mandi dulu baru main ke luar. Biar kelihatan lebih mempesona. Apalagi niatnya kan cuman jalan jalan biasa ke taman.

Sedangkan yang ada di pikiran Fino, kalimat "main ke luar" artinya benar benar main. Seperti naik perosotan, main jungkat jungkit, mengejar kucing, main layangan, sepedahan dan lain lain. Jadi lebih baik mandinya nanti setelah main.

Tidak ada yang salah dari niat keduanya. Yang salah hanya keduanya tidak mau saling mengalah.

Alhasil, Nata keburu menangis karena sudah kesal.

"Ya sudah deh... yuk pake sendalnya." Susan mengalah juga pada akhirnya, tapi kemudian dia tersenyum setelah mendengar jawaban ceria dari Fino.

"Yeey-!"

****

"Loh, Ka! Reka! Ngapain lo diem diatas pohon rebun-rebun begini!?" Danu bertanya, niat hati pas baru bangun tidur mau melihat pemandangan desa yang asri, eh malah dikagetkan dengan penampakan Reka diatas pohon mangga.

"Gue nyari sinyal." Jawab Reka sambil menggoyang goyangkan ponselnya kesana kemari.

"Haduh... kalau orang-orang desa ngeliat lo kayak gini, mereka pasti tersinggung." Danu berkata sambil celingukan, mencari penjual Bajigur yang biasanya lewat.

"Yang mesti tersinggung ya pemerintah, kok ke desa bagus begini gak disediakan listrik yang memadai." Reka menjawab tidak mau kalah.

Lalu terdengarlah suara kekehan dari pak kepala desa, beliau yang menyediakan tempat tinggal untuk mereka.

Reka yang merasa kurang sopan duduk diatas dahan mangga ini pun turun lalu menyapa pak kepala desa.

"Heheh... disini memang susah sinyal. Kalau dapet yang lancar biasanya kudu turun ke dekat jalan raya. Disana ada warnet."

Reka cuman tersenyum lalu mengangguk seadanya, dia kemudian menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Reka ingat jika hari ini mereka akan keliling desa untuk observasi lapangan. Tepatnya merasa kurang tepat untuk berleha leha perkara sinyal.

"Mau ngabarin siapa? Keluarga, temen... atau pacar ya?" Pak Hendri bertanya sambil menggoda.

"Istrinya pak." Danu yang menjawab. Karena dia sudah hafal tabiat Reka, yang ketika ditanya orang asing, pasti jawabnya mesti pake kata istri.

My Boyfriend has a Little Space 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang