"Udah bangun lo?" todong Haekal menyadari lelaki berambut putih itu sudah siuman dari pingsannya. Bau karbol rumah sakit langsung menyengat di hidungnya.
"Udah. Anak-anak?"
"Gue paksa mereka pulang buat jaga Kalahari,"
"Oh." Daniel memejamkan matanya lagi. Tanpa perlu membuka matanya pun, ia merasakan ada jarum infus menancap di punggung tangannya. Mulutnya terasa pahit seperti bekas muntah dan tubuhnya lemas tak berdaya.
Belasan tahun ke belakang Daniel sudah terbiasa dengan rumah sakit, bahkan tangannya pun sudah terlihat menghitam di tempat yang sering disuntik infus.
Daniel juga kaget sekaligus geli sendiri karena kini ia sudah terbiasa terbangun di atas bed rumah sakit karena percobaan bunuh dirinya seperti overdosis atau meminum banyak obat sekaligus.
Dan sepertinya sahabatnya ini pun terbiasa dengan kelakuan Daniel, tapi kali ini, Haekal tanpa peduli melemparkan sebuah handuk basah ke wajah Daniel.
"Lap wajah lo," ujarnya dingin.
"Gue kan pasien, Kal. Lapin gue dong,"
"Pasien tuh sebutan buat orang yang mau sembuh, bukan buat orang suicidal kaya lo." Cibir Haekal tajam. Daniel tertawa kering dengan sindiran tajam Haekal tapi tak terasa sedikitpun penyesalan telah mencoba untuk membunuh dirinya sendiri. Yang ada malah rasa kecewa karena setelah sekian lama ia tidak berusaha membunuh dirinya, ia malah gagal mati.
Daniel pikir, kalau ia bisa mendetoks tubuhnya selama beberapa tahun, maka percobaan bunuh diri selanjutnya tubuhnya akan langsung menyerah. Siapa sangka, tubuhnya malah semakin kuat menahan usahanya itu.
Ah, tapi meminum obat terus menerus juga bisa membuat livernya rusak, bukan? Itu pun bagus, tapi prosesnya terlalu lama karena setiap kali ia ngefly, livernya mungkin rusak tetapi Manda juga sudah tak jelas terlihat.
Menunggu livernya rusak sembari kesulitan melihat Manda setiap kali ia OD atau bunuh diri dan segera bertemu Manda?
Daniel pilih yang kedua. Setidaknya kalaupun tak bertemu Manda, ia bebas menghabiskan keabadian, tak terkekang oleh waktu yang membatasinya.
Daniel hanya ingin bunuh diri dengan tenang. Bunuh diri seperti menabrakkan diri pada kereta yang melaju kencang atau jatuh dari ketinggian itu bukan hanya merepotkan baginya, tapi juga merepotkan orang lain, bukan? Kalau ia melakukan itu, banyak orang akan terlibat untuk 'membereskan' kekacauan yang dilakukannya.
Sementara bunuh diri dengan menenggak racun atau overdosis obat, kan, tidak merepotkan siapapun. Daniel hanya akan mati sendiri, tak perlu ditemani dan tak pula menjadi tontonan.
"Mau sampe kapan sih lo sia-siain diri sendiri, Dan?" Pertanyaan Haekal itu hanya membangkitkan sebuah senyum lebar di wajah tampan Daniel, tanpa makna atau rasa apapun tersirat disana, hanya sebuah senyum kosong.
Haekal bergidik. Bertahun-tahun bersahabat dengan Daniel, baru kali ini ia sungguh-sungguh mendapati sosok sahabatnya itu tak lagi dikenalnya. Ia laksana sebuah enigma, sebuah kejanggalan yang tak seharusnya berada disana.
"Salah gue nanya kaya gitu. Ga ada gunanya gue nanya ke orang suicidal kayak lo." Ujar Haekal menepis pertanyaannya sendiri. Senyum Daniel semakin melebar.
"Nah, itu paham." Ditatapnya tangannya yang terasa kaku karena jarum infus itu menancap di punggung tangannya dan dibalut. Sepertinya perawat sengaja membalut tangannya sekencang itu karena dulu Daniel pernah mencabut paksa jarum infusannya. Ia tertawa pelan, namun kering terdengar.
"Lagian lo ga akan ngerti, Kal, soalnya Riona masih hidup dan lo hidup bahagia sama Riona dan Kalahari, ditambah si kembar juga."
"Lo iri sama gue, Dan? Bukan salah gue untuk punya istri dan anak kan? Si kembar bukan anak gue, Dan. Mereka anak-anak lo. Gue rawat mereka sejak bayi karena pure sayang sama mereka dan gue ga mau mereka kenapa-kenapa. Lo jangan lupa, waktu Manda meninggal--" Haekal sedikit sengit menaikkan nada bicaranya, tetapi belum sempat Haekal mengungkapkan senua unek-uneknya, mendengar nama Manda disebut, Daniel memotong dengan sedikit kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Winter Sun | whitory jaeminjeong
Fanfic[Whitory Naguri Jaeminjeong Jaeminju] Empat belas musim dingin telah berlalu sejak kepergian Manda dan Daniel terus melanjutkan hidupnya bersama dengan kedua anak kembarnya, Adimas dan Adinda. Bagi Adinda, sudah saatnya Papa move on dari Mama yang s...