35 : Waktu Sendiri

9.3K 1.4K 106
                                    

35 : Waktu Sendiri

Rasanya ... jantungnya merosot hingga ke perut. Dia menemukan satu berita yang menggelitik jarinya untuk membuka. Jika biasanya Miwa menghindari berita-berita terkait keluarga Boureen—yang memang tidak sering muncul di media, akhir-akhir ini dia malah menunggu-nunggu semua kabar dari mana saja. Termasuk dari artikel yang bahkan masih diragukan keabsahannya. Masokis, Miwa tahu. Tapi tidak ada cara lain karena dia mulai frustrasi.

Miwa yakin kali pertama dia memutuskan mengakhiri segalanya dengan Arsya dulu, semuanya tidak semenakutkan ini. Dia dilanda kecemasan, persis saat pertama kali ia melihat Arsya begitu kesal kepadanya bertahun-tahun yang lalu. Setelah sekian lama, akhirnya ia kembali merasa takut akan Arsya tak akan pernah kembali.

Gundah dalam hatinya semakin menjadi tatkala Arsya turut mendukung semua pikiran buruknya. Laki-laki itu tak pernah lagi menghubunginya. Pun, Miwa tak pernah mencoba lagi melakukan hal yang sama. Ia hanya diam di tempatnya. Entah jika Arsya kembali atau tidak, Miwa yakin Tuhan akan memberikan yang terbaik kepadanya.

Setidaknya sampai Nazira menyatakan bahwa Arsya mundur dari posisinya beberapa hari yang lalu. Berita yang cukup ... menggemparkan semua orang.

Dan saat ini, keberadaan laki-laki itu tak diketahui semua orang.

Miwa membiarkan jarak membentang mereka. Bagi Arsya, mungkin sudah tidak ada lagi yang mungkin dibicarakan. Tapi bagi Miwa, mereka masih butuh berbicara. Mengesalkan memang, segalanya menjadi jelas dan pasti saat diantara mereka Arsya yang memutuskan. Selalu seperti itu. Dari dulu, Miwa tak pernah menjadi pihak yang menentukan pilihan.

Keluarga Boureen dan Keluarga Ryadh segera menjadi besan? Perjodohan antara Arsyanendra dan Citra mulai jadi perbincangan netizen!

Namun kenyataannya, ia tak sekuat itu. Baru setengah membaca artikel yang menyebutkan betapa seringnya mereka melihat dua keluarga itu akhir-akhir ini, Miwa menutup matanya. Ada sesak yang mulai menggerogoti kecemasannya. Membuat kalut. Ia menabahkan diri sendiri.

Lagi. Kali pertama mereka mengakhiri, rasanya Miwa tak sekacau ini. Tangannya tak pernah bergetar memegang ponsel dan perutnya tak juga melilit seperti saat ini.

Satu hal yang ada di terus-terusan muncul di pikirannya.

Kenapa?
Kenapa harus sekarang?

Ia mengambil napas panjang. Rasanya sakitnya begitu menghentak. Tidak adil! Kenapa saat dia pergi kemarin dia begitu mudah untuk meninggalkan dan di saat laki-laki itu pergi, kenapa menjadi sesulit ini untuk merelakan?

Bukankah Arsya hanya meminta jeda? Bukan perpisahan? Miwa yakin tak salah dengar. Berhenti sementara.

Dan kenapa pula laki-laki itu malah menghilang?

Apa segalanya memang sudah saatnya berakhir?

Miwa ingin memukul kepalanya karena terus-terusan berpikir. Awalnya dia hanya diam menanggapi permintaan Arsya karena tahu laki-laki itu akan kembali. Tapi sepertinya ... segalanya malah berbalik arah. Harapan Miwa mulai dia ragukan sendiri. Dia berusaha untuk tenang, namun pada akhirnya ... pikirannya mulai mengatakan bahwa dia sebaiknya bersiap untuk kemungkinan terburuk.

Terburuk.

Miwa beranjak dari sofa ke dapur. Sepertinya dia perlu membuat jus segar untuk menjernihkan pikiran. Dia membutuhkan ketenangan, lebih penting dari apapun sekarang ... termasuk ketidakrelaannya Arsya menghilang.

Setelah membuat jus mangga, ia kembali ke depan sofa. Jemarinya mengambil remote, menghidupkan televisi. Acara hari jadi CBN sudah dimulai secara live.

We Have To Break Up | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang