Chapter 04 - Fuchsia

29 6 2
                                    

💞________________💞

𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠💕

      Membuat film pendek itu tugas yang sangat memuakkan untukku. Maksudku, bukan hanya durasinya yang hampir lima puluh menit; pengerjaannya bahkan bisa memakan waktu dua minggu; dan ditambah dengan penulisan jurnal. Ah, rasanya otakku seperti terbakar dari dalam sana.

      Nasib baiknya, sih, aku tidak perlu repot-repot mencari anggota kelompok. Angel Voice sudah cukup. Namun, kami hanya berempat—jumlah yang kurang memadai untuk menciptakan film. Kalau urusan jurnal, kami bisa menyerahkannya kepada Melissa; dia jago menulis, jadi aku tak begitu pusing akan hal ini.

      Sungguh, aku tidak mengajak Lucian dalam proyek ini. Mungkin, Teressa yang telah mengundangnya? Tapi itu mustahil. Atau mungkin ada hal lain yang belum kuketahui dari hubungan mereka yang sudah tidak ada. Entahlah, itu bukan urusanku.

      Kurapatkan hoodie-ku, suhu ruangan ini dinginnya bukan main, dan aku harus bertahan berjam-jam.

      "Sepertinya, dugaanku benar, 'kan?" seloroh Melissa dengan cekikikan, menggodaku.

      Alih-alih aku menanggapi, aku justru memandang Claude. "Bagaimana dengan 'Casino Tower'? Novel milik Teressa bisa kita jadikan referensi, kan? Kurasa kita tidak perlu membuat naskah baru."

      Melissa terlihat celingukan ke sana kemari. "Masalahnya, di mana dia?"

      Claude berdiri dan berjalan agak menjauh dari kami, bermaksud menelpon pacarnya. Ekspresinya terlihat sedikit cemas dan gugup, sayangnya aku tidak tahu pasti. Biasanya, yang datang paling awal ketika ada pekerjaan seperti ini adalah mereka. Bertengkar? Mengapa aku menjadi berpikiran sejauh itu?

      Aku agak terkejut karena tiba-tiba Lucian duduk di sampingku. Well, aku belum terbiasa dengannya—meskipun kami pernah melakukan kontak fisik. Termasuk ciuman di area parkir Albert Hall, aku tidak bisa tidur dengan baik akibat mengingat kejadian itu. Dia memegang satu rahasiaku, dan aku juga melakukan hal yang sama. Kurasa kita sudah impas.

      "Bagaimana dengan novelnya? Bagus? Aku hanya membaca judulnya." terangku padanya tanpa diminta.

      Ia hanya mendeham pendek, kemudian menegaskan. "Itu novel Teressa yang pertama diterbitkan, aku sudah pernah membacanya."

      Senyumku terkembang. "Baguslah, apa yang istimewa?" tanyaku polos.

      Lucian menjawab dengan nada malas. "Aku yang membuat 'Casino Tower' bersamanya."

      Hatiku mencelus.

      Tanpa kusadari, tanganku sudah mengepal di bawah meja. Sekaligus gemetar hebat yang mengingatkanku ketika dirundung lima siswi yang iri dengan barang-barang mewahku. Ya, meskipun aku pernah melakukan perlawanan dengan cara merusak wajah mereka menggunakan pensil yang baru diraut.

      Aku tak pernah segugup ini sebelumnya.

      "Pernah mencicipi Classmild?" Melissa menyodorkan sebungkus rokok pada Lucian.

      Bah. Dia benar-benar perusak suasana, kadang aku bertanya-tanya mengapa aku harus bergabung dengan band ini hingga mau tak mau harus bertemu Melissa.

      Lelaki itu masih dalam posisi sama; menyangga dagu, bosan. "Nope."

      Claude menaikkan nada bicaranya, aku dan Melissa berjengkit. Suara di seberang sana terdengar patah-patah dan kurang jelas. Namun, aku tahu ciri khas suara merdu Teressa—agak sesenggukan, sehabis menangis? Claude mengusap wajahnya kasar, aku hanya bisa memandangnya dengan nanar.

𝐒𝐜𝐚𝐭𝐭𝐞𝐫𝐞𝐝 𝐇𝐞𝐚𝐫𝐭 [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang