Perempatan jalan lebar beraspal menjadi titik pusat kecamatan Tebing Lumbah. Sepanjang bahu jalan terdapat toko-toko serta warung makan. Pasar tradisional, Sekolahan, Kantor Pos, Bank, bahkan warnet pun bisa ditemukan di sini. Suasana layaknya sebuah kota kecil dengan lalu lintas yang tidak seberapa ramai.
Aspal masih basah. Got di sepanjang jalan digenangi air berwarna kecoklatan sisa hujan semalam. Wajah cakrawala muram. Sebuah mobil Toyota Hilux Doble Cabin warna putih meluncur pelan, lalu menghentikan lajunya di depan salah satu warung yang menyediakan menu sarapan pagi.
Dua orang keluar dari dalam mobil. Lelaki paruh baya berperawakan sedang, serta gadis yang memiliki garis wajah yang mirip dengannya, tetapi versi perempuan. Mereka adalah Pak Burhan bersama anak gadisnya -- Tiyur, yang masih belia.
Dari gestur mereka terlihat sangat familiar pada tempat yang didatangi. Terbukti begitu masuk, langsung bertegur sapa akrab dengan pemilik warung.
"Burasnya setangkup pakai mie habang, telur asin terus bawang gorengnya yang banyak, Cil!" pinta Tiyur.
Gadis berambut lurus, tebal sedagu itu tampak antusias, berdiri di depan etalase makanan. Berbinar mata beningnya memperhatikan Acil pemilik warung menyiapkan pesanannya. Sudah lama Tiyur merindukan kuliner kampung halaman.
"Beres, Acil masih ingat kesukaanmu, Ti." Acil warung tersenyum semringah. Ditaburkan seraup bawang goreng ke atas buras dan mie merah yang telah disiram saus kacang. "Tak terasa waktu berlalu. Lama tak kemari sudah jadi gadis cantik rupanya kau sekarang, Ti," ujarnya lagi.
"Aih, bisa saja Acil. Acil juga tambah cantik, hihi." Tiyur tertawa kecil. Tampak gingsul pada kedua sudut bibir plum yang membuat wajahnya terlihat semakin manis.
Gadis itu kemudian berlalu menuju meja, tempat ayahnya telah duduk menunggu. Membawa serta dua buah piring berisi makanan.
"Nih, nasi sop punya abah. Yang ini punya Tiyur." Tiyur meletakkan piring ke atas meja mereka. Ditariknya kursi yang berhadapan dengan sang ayah, lalu duduk dengan nyaman.
"Wuih, sedap betul ini!" Pak Burhan menghidu aroma sedap nasi sop, lalu menggeser nampan kecil di sudut meja. Diperasnya sepotong jeruk nipis, sambal serta kecap sebelum mulai menikmatinya.
"Berdua saja kah, Pak Burhan?" Acil warung menyusul, dengan dua gelas teh manis di atas nampan.
"Iya, Cil, berdua. Si Tiyur pun kebetulan saja ikut. Lagi libur dia," sahut Pak Burhan, menunjuk Tiyur dengan sudut bibir.
"Bela-belain Tiyur ikut, Cil. Habisnya kangen buras buatan Acil. Di tempat lain tak ada yang seenak ini." Gadis itu nyengir.
"Kalau macam tu, sering-seringlah kau ikut abahmu ke mari." Tersenyum dikulum perempuan baya itu. Tiyur kerap tak segan memuji masakannya.
Sambil mengunyah sarapan, ayah dan anak saling menceletuk. Keduanya bernostalgia mengingat saat-saat keluarga mereka makan di luar setiap akhir pekan.
Tempat itu menjadi salah satu tujuan favorit. Meski sederhana tetapi pemiliknya selalu menjaga kualitas cita rasa. Sayangnya kali ini mereka datang hanya berdua.
Tak jauh dari sana. Tanpa mereka sadari beberapa pasang mata sedang mengawasi dari halaman parkir sebuah bangunan toko. Menunggu keduanya selesai makan, lalu menggunakan kesempatan yang ada.
Darma -- lelaki yang tadi menduduki jok motor Yamaha R15 warna merah kemudian turun. Gigi depannya yang kehitaman menyembul di antara senyum lebar. Sambil menyulut sebatang rokok, lelaki besar berkulit gelap itu melangkah mendekat ke warung.
"Selamat pagi, Pak Burhan. Wah, senang sekali kita bertemu di sini. Kebetulan ada yang mau saya bicarakan. Boleh saya ikut bergabung?" tanyanya. Tanpa menunggu jawaban, Darma menarik kursi plastik di samping Tiyur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILUMAN PENGGODA
HororSiluman betina itu siap meruntuhkan iman lelaki yang datang ke sana. Sekuel SUSUR Baca SUSUR dulu sebelum ini Sudah tamat di aplikasi Joylada