01 - I can't hold it anymore.

621 33 1
                                    

Seorang pria berkemeja putih dengan bagian lengan baju yang dilipat ke atas terlihat sedang duduk menyendiri di salah satu sudut ruangan. Wajahnya tampak pucat dan dengan napas yang terengah-engah, ia kembali menenggak wine-nya yang entah sudah gelas ke berapa hingga tandas.

"Sial! Kenapa masih tidak hilang juga?" gumam Alaric sembari menggigit rahangnya kuat-kuat. Pria itu terus merasa haus yang tak tertahankan. Padahal, biasanya dengan segelas wine saja sudah cukup untuk menghilangkan rasa hausnya untuk sementara waktu.

Bartender yang ada di hadapannya pun mengangguk patuh ketika Alaric memberi kode untuk menuangkan wine itu lagi. Namun, sewaktu hendak kembali menenggaknya, ia terkejut saat ada yang menyentuh pundaknya dari belakang.

"Hai, sedang menunggu seseorang?" sapa wanita berambut pirang lurus seraya langsung duduk di bangku kosong sebelahnya. "Ingin minum beberapa gelas lagi denganku?"

Alaric menatap wanita cantik itu sejenak lantas menaruh gelas wine yang tadi hendak diminumnya ke atas meja. "Tidak. Aku sedang ingin sendirian."

"Oh, ayolah! Menyedihkan sekali rasanya kalau kau hanya minum-minum sendirian di sini. Apa kau baru saja putus cinta? Atau ... sekadar butuh hiburan karena lelah bekerja barangkali?" balas wanita itu sembari mengusap paha lawan bicaranya dengan tatapan menggoda.

Aku?

Butuh hiburan?

Pft - Hahaha!

Alaric terkekeh seraya berdecih kecil. Sudut bibirnya memberikan kesan mengejek seolah-olah itu adalah hal remeh yang bahkan tak pernah ia pikirkan. "Well, baiklah kalau begitu. Setelah kulihat-lihat, sepertinya aku memang perlu mencoba hiburan. Setidaknya sekali dalam seumur hidup, bukan?"

"Yeah, tentu saja. Jadi, mau kutemani? Aku bisa membuat malam ini menjadi malam yang tidak akan terlupakan untukmu."

Seringaian miring Alaric semakin terangkat. Parasnya menunjukkan ketertarikan misterius. Ia kemudian beralih menatap bartender tadi yang kini sedang melirik mereka berdua dengan rasa penasaran. Bartender itu sontak terkesiap, mengerti apa yang dimaksud olehnya.

"Uh-oh, ruangan VIP ... ada di lorong sebelah kanan, Tuan. Kau bisa langsung menggunakannya sesuai keperluanmu."

Alaric pun beranjak dari tempat duduk lalu melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu. Mereka lantas berjalan pergi dari sana serta menghilang di balik dinding kaca. Sewaktu tiba di depan ruangan VIP yang dibicarakan, Alaric melepaskan pelukannya. Ia masuk terlebih dahulu ke dalam dan duduk di sebuah single sofa sementara wanita tadi segera menutup pintu.

Tanpa diminta, wanita berambut pirang itu langsung menghampiri Alaric lalu duduk di pangkuannya. Ia mengusap dada bidang pria itu sembari mendekatkan wajahnya.

"Oh, kau tampan sekali. Boleh kutahu siapa namamu?"

Alaric menggeleng pelan. "Aku tidak mau bersenang-senang dengan wanita yang sama dua kali."

Wanita tersebut tampak sedikit kecewa. Kendati begitu, sentuhan jemarinya yang nakal tak lepas dari bagian sensitif tubuh Alaric. "Baiklah, kita lihat nanti. Kau pasti akan membuat pengecualian untukku."

"Yeah, silakan ... dengan senang hati." Alaric merentangkan kedua tangannya pasrah.

Wanita itu tertawa pelan kemudian melepas satu per satu kancing kemeja Alaric. Dibuangnya sembarangan dasi pria itu ke lantai.

Alaric diam saja. Ia tak peduli apa yang akan dilakukan oleh wanita itu karena ada hal lain yang lebih menggodanya ketimbang bercumbu, bahkan dengan wanita tercantik di dunia sekalipun. Tatapan matanya sejak tadi terus tertuju pada leher wanita tersebut. Ia bisa merasakan ada aliran darah yang mengalir deras di sana.

"Apa kita bisa mulai sekarang?" tanya si wanita dan langsung mendapat anggukan persetujuan. Ia pun mulai menciumi Alaric, dan pria itu tanpa pikir panjang membalas dengan ciuman yang memabukkan. Hal ini tentu adalah keahliannya. Akan tetapi, ia kini betul-betul sudah tidak bisa menahan haus darah yang menguasainya. Aroma tubuh wanita itu membuatnya semakin menggila.

Setelah memberikan ciuman panas, Alaric segera melepaskan lumatan bibirnya dari wanita tersebut. "Cukup ... aku ingin yang lain."

Wanita itu terkekeh. "Apapun akan kuberikan untukmu, Tuan."

Alaric tersenyum seraya bangkit berdiri dari sofa. Ia perlahan melangkah maju-menghimpit tubuh sang wanita ke dinding. Dipindahkannya rambut pirang wanita itu ke samping, memperlihatkan leher dan bahu yang begitu mulus tanpa cela. "Kau betul-betul akan memberikan apapun untukku?"

Ia mengangguk. Tangannya menyelusup masuk ke balik kemeja. "Tentu saja."

"Kalau begitu, sekarang tutup matamu. Biar aku yang mengambil alih untuk bagian ini," ujarnya lembut seraya menatap lekat.

Wanita itu kembali mengangguk seolah telah terhipnotis dengan segala pesona yang dipancarkan oleh pria berparas rupawan ini. Satu tangan Alaric beralih memegangi leher belakang wanita itu. Ia segera membuka mulut dan dalam sekejap, kedua taring tajamnya muncul. Mata yang sebelumnya berwarna biru pucat pun kini tiba-tiba berubah menjadi semerah darah. Sesaat berikutnya, Alaric benar-benar menggigit leher wanita itu.

Satu detik ...

Dua detik ...

Tiga detik ...

Wanita berambut pirang tersebut mulai merintih kesakitan ketika Alaric berusaha mengisap darahnya dengan lebih agresif. Entah mengapa ia sungguh menyukai sensasi ini. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding mendapat santapan gratis secara sukarela.

Karena merasa kesaktian, wanita itu sontak berupaya melepaskan diri dari Alaric dengan mendorong tubuhnya. Ia menggeliat dan sedikit memberontak. Namun, Alaric yang seakan-akan sudah kehilangan kendali justru semakin mempertahankan gigitannya lebih dalam.

Bersambung ...

🍷🍷🍷

Dr. Vampire: Who's The Predator?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang