***
Leo.. Leo.. Leo!!
Nama yang kuukir di dalam hati ku, penuh dengan kebencian..
Aku sangat yakin yang membunuh Baro adalah dia. Namja terakhir yang bertemu dan berkelahi dengan Baro. Namja sialan itu tak muncul di sekolah pada saat kejadian.. Pembunuh keji yang tega mempertunjukan hasil perbuatanya di depan umum.
Setelah kejadian perkelahian itu, aku sangat yakin ketika aku dan Na Eun pergi, Leo saat itu juga menghabisi nyawa Baro.
Baro.. maafkan aku, aku sudah meninggalkanmu waktu itu..
Sampai saat ini juga teman teman Baro belum ditemukan.
Sialan! Karena sekolah ditutup untuk beberapa waktu malah membuatku sulit bertemu dengan namja sialan itu.
Aku akan membunuhnya! Aku akan membalaskan dendam Baro..
***
"Ibu.. bolehkan aku lepaskan perban ini?" Suara lugu seorang anak laki laki berumur 5 tahun bergema disebuah ruangan berbau obat obatan. Hanya cahaya dari jendela kecil di dekat atap yang menerangi separuh wajah anak kecil itu.
"Diam!" Seorang wanita muda berpakaian serba hitam dan topi khas eropa jaman dulu membentak anak kecil lugu itu.
Seluruh tubuh anak itu terikat oleh sebuah pakaian khusus pasien sakit jiwa yang tak siapapun bisa melepas ikatanya, kecuali dibantu oleh tangan orang lain tentunya.
Bukannya kecewa anak kecil itu malah tertawa tawa histeris sambil menatap kosong kejendela kecil itu.
"Kau itu sampah. Memuakkan, tunggu sampai saatnya aku membakarmu sampai debumu debu mu kubuang ke selokan.." Ibunya berkata dengan nada lembut dan tersenyum lebar.
Anak kecil itu terdiam lalu tersenyum mengerikan. "Ibu.. bolehkan aku membunuhmu terlebih dulu.."
Ibunya tertawa keras. "Bocah tengik, coba saja kalau kau bisa.."
"Baiklah ibu.. kalau aku sudah membunuh ibu... berarti aku anak baik kan bu..."
"Hahaha.. jangan banyak bermimpi.."
Ibunya lalu menginstruksikan petugas rumah sakit untuk mengunci kembali ruangan itu setelah wanita berpakaian serba hitam itu keluar dari ruangan dalam tanah yang sangat gelap itu.
***
Kasus kasus berjalan begitu rumit, kasus Tuan Song belum kelar dan sekarang muncul lagi kasus seorang bocah SMA yang tergantung terbalik di lapangan sekolah.
Aku melemparkan satu persatu foto foto korban ke atas meja kerjaku. Memandang foto foto korban yang diterangi cahaya redup lampu kerjaku membuat gairahku semakin naik.
Kasus yang menarik.. kau semakin memancingku kedalam duniamu kawan..
"Yak! Jayden.. kemana saja kau?" Suara Shin Dong hyung membuatku tersadar dari lamunanku.
"Di tempat kerja, dari tadi.. wae hyung?". Aku memberikan sekaleng kopi dingin ke Shin Dong hyung. Aku tahu sekali seharian ini aku sudah membuatnya kerepotan.
"Kau ini menyusahkan ku saja, kau tahu? Tadi pagi ada kasus pembunuhan anak SMA di sekolah yang sama.."
"Aku sudah tahu.."
Shin Dong hyung mengernyitkan dahinya. "Kau bilang kau daritadi ada disini?"
"Yah.. bukan berarti aku bermalas malasan disini karena tidak ikut ke tkp kan hyung?" Aku mengambil sebatang rokok dan menyalakannya dengan korek milik hyung.
"Oh.." Shin Dong hyung menatapku dengan tatapan sinis lalu duduk di depan meja kerjaku. "Oh iya.."
"Apa?"
"Bukan kah aneh? Kalau dikaitkan satu per satu kasus pembunuhan berantai sadis dari 2 tahun kemarin sampai terakhir ini, kasus kasusnya sangat tidak terkait.." Shin Dong menerawang ke langit langit.
Hm.. benar juga perkataan hyung, kasus pembunuhan berantai ini dimulai dari seorang politikus ternama, Tn. Park. Tak terdengar berita apapun dari dirinya sebelum istrinya menemukannya mati dalam kondisi kepala menusuk ujung pagar kebun belakang rumah dan kakinya yang terpaku ke tanah. Anehnya setelah diotopsi, jasadnya menghilang entah kemana.
Setelah itu, muncul kasus pembunuhan istri Tn. Park yang seluruh tubuhnya terjerat benang jarum yang sangat tajam sampai hampir membelah dua kepalanya. Jasad Ny. Park ditemukan di dasar kolam yang diberi pemberat batu bata dalam mulutnya. Dan seperti halnya jasad Tn. Park, jasad istrinya pun lenyap saat diotopsi.
Setelah itu kabar baru datang dari kepala sekolah Cheon Nam Senior High School yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal hal berbau politik.
Dan terakhir, bocah bernama Baro itu, sangat jauh dari dunia politik.
Tapi kemungkinan itu justru tampak semakin besar dipandanganku. Siluet pemuda itu semakin jelas tampak di benakku, menyeringai, tertawa terbahak bahak. Meledekku.
"Eoh.. baiklah, kalau begitu kau sudah mendapatkan bukti apa saja?" Shin Dong hyung menantangku dengan wajah uniknya itu.
"Banyak sekali.."
***
"Hiyaaahhh..."
Aku mengarahkan buku fisika tebalku ke kepala Leo yang sedang berjalan dengan tenangnya kearah kelas. Hari pertama masuk sekolah, hatiku seakan membara ingin menghajar dirinya.
"Brakkk.."
Tak sesuai dugaanku, Leo justru menghindar saat seinci lagi buku yang mengajarkan berbagai macam gaya ini mendarat di kepalanya.
Aku tersungkur di lantai dan seluruh tubuhku jadi kotor. "Kyaaa.."
"Kau berisik.." Ucapnya singkat lalu kembali berjalan kea rah kelas.
Apa apaan itu? Dasar namja sialan!
"Hey! Urusanmu denganku belum kelar ya!" Teriakku, lalu langsung bangkit dan membereskan bajuku yang lecek.
Tapi tetap saja, namja itu terus melangkahkan kakinya, seakan akan tidak ada yang berbicara padanya.
"Yak?! Apa kau mendengarku?! Dasar pembunuuh! PEMBUNUH!!" Teriakku sampai seisi lapangan memerhatikan aku dan Leo. Namja itu mengernyitkan dahinya saat dia mendengarku menuduhnya pembunuh.
Leo pun menoleh dan menatapku, seketika ekspresinya yang datar itu berubah menjadi ceria. "Wah, bagus sekali latihan drama mu.. Hye Mi-ssi.. banyak libur pasti membuatmu rajin latihan, kau tak perlu repot repot menawarkanku untuk ikut ekskul drama sampai seperti itu... aku sudah bilang kan,aku tidak suka berakting.."
Leo memasang wajah sumringah dan menggaruk garuk kepalanya. Sial! Pintar sekali dia berkelit.
"Eh.. tunggu.. haaa..."
Leo tanpa banyak bicara lagi langsung masuk kedalam kelas.
Pria yang menyebalkan!
***
Hm.. saya cuma mau bilang.. kalo saya ga mau bilang apa apa *plak* #Authormahjujurorangnya wkwk. Stay read aja yaa.. setiap satu viewer itu berharga lho menurut author *siapaluthor*. Thank you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho Party
FanfictionTiap tetes percikan darah hangat mereka hampir membuatku gila.. siapa yang akan menolak darah hangat dari orang orang yang kalian sayangi? rasanya setangkup darah saja tak mampu menghilangkan hausku yang membunuh.. Rasa haus mencekik.. membuat matak...