Jam menunjukan pukul sembilan pagi ketika semua orang berada di kursi masing masing. Ditengah-tengah para tamu undangan Yosua berdiri dalam diam. Semua mata tertuju padanya yang masih berdiri dengan muka datar tanpa senyuman. Harusnya ini menjadi hari bahagia baginya, namun sulit sekali mengeluarkan senyuman diwajahnya.
Musik mengalun lembut membuat suasana menjadi sendu. Beberapa orang mulai terlihat menitihkan air matanya. Pintu di buka lebar diujung saja membuat semua mata tertuju pada sosok yang berada di ujung sana.
Pengantin wanita...
Ada siluet dua orang yang berjalan memasuki area altar, di antara taburan bunga yang sudah ditebar oleh anak-anak kecil lucu mereka. Semakin masuk semakin orang-orang dapat melihat pengantin wanitanya, wanita yang paling bahagia itu masuk dengan senyuman lebar di wajahnya. Namun pengantin wanita ini masuk dengan kursi rodanya di dorong oleh pria paruh baya dibelakangnya.
Lucy
Dia memegang rangkaian bunga dengan senyum lebar, baju putih pengantinnya terlihat sedikit longgar dikenakan oleh tubuh kurusnya, make up yang di oleskan di wajahnya tidak sepenuhnya bisa menutup rona lelah dan wajah pucat nya. Tubuhnya masih rentan dan tidak bisa banyak bergerak, namun Lucy sangat tidak ingin melewati ini, hari pernikahannya.
Lucy akhirnya sampai ke samping Yosua, ayahnya mengecup kening nya dan memeluknya erat sebelum benar-benar menyerahkan tangan anaknya pada Yosua. Yosua memaksakan senyum kecilnya sebelum mengambil alih tangan Lucy.
"Hai," Sapa Lucy dengan suara lemahnya.
"Hai." Balas Yosua.
"Terima Kasih telah memberikanku kesempatan, aku akan berusaha dengan biak menjadi wanita yang diharapkan kakak. I love you." Ucap Lucy dengan Yakin.
"Terima Kasih."Yosua kembali tersenyum kali ini senyuman yang miris. Kata-kata yang sangat baik dari Lucy namun hati kecilnya tidak merasakan percikan apapun saat mendengarnya.
Yosua mendengar isak tangis dari bangku yang ada di paling depan sebelah kirinya. Yosua menoleh sekilas, di sana ada ibu Jeane yang sudah rapih di rangkul oleh suaminya dengan sedih. Namun ayah Jeane masih menunjukan senyuman yang ramah walaupun dimatanya menunjukan kesedihan yang mendalam.
Yosua tau jelas hari ini sangat bertolak belakang dengan apa yang dia bayangkan. Harusnya ini menjadi hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya karena ini adalah hari pernikahannya. Namun bukan dengan Jeane lah dia menikah. Dia harus menerima keputusan yang sangat berat dalam hidupnya. Melepaskan orang yang paling dia sayangi.
Kalau saja.. Kalau saja..
Hanya itu yang dapat dipikirkan oleh Yosua dua hari kebelakang. Namun Yosua menoleh lagi kepada bunda nya. Di sana bunda nya sudah cantik dengan pakaiannya yang rapih dan cantik. Namun bunda sesekali menjatuhkan air mata sedihnya, Yosua tau itu. Berbeda dengan Yemima yang memang tidak mau sama sekali melihat ke depan, dia sudah tertunduk dan bersandar pada Thomas sedari tadi.
"Boleh kita mulai?" Tanya pastur yang berdiri di depan Yosua membuatnya menjadi kembali tersadar.
"Silahkan" Yosua menanggapi.
Rangkaian upacara pernikahan pun bejalan dengan semestinya dan lancar. Tapi tidak satupun kata-kata ataupun kejadian yang di perhatikan oleh Yosua. Tatapannya kosong, seperti raga nya tidak ada di sini sekarang. Semuanya seakan ikut pergi menjauh perlahan-lahan dari hadapannya. Jauh.. sampai menariknya keruang kosong dalam pikirannya.
"Yos," Lucy menyentuh lengan Yosua kecil, membuat Yosua tersadar sejenak dari lamunannya. Dia menatap Lucy bingung, namun yang di temukannya adalah semua orang yang menatapnya, menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choose
RomanceDisaat pilihan itu datang tiba-tiba, tapi mampu membuatku nyaman. Tapi sepertinya rasa nyaman tidak cocok untuku. -Jenifer Agatha Lalamentik Pilihan yang tidak ku pilih mampu membuatku merubah pilihan awalku pada pilihan aneh itu. Pilihan yang merub...