Dua - the opera

5.1K 400 27
                                    

Tak hentinya aku mencengkram bajuku untuk menghilangkan rasa gugup pada diriku. Tapi sepertinya itu tidak berhasil mengingat mobil yang Yosua kendarai sudah memasuki rumah besar yang indah.

Dapat ku lihat mamanya Yosua keluar dari mobil dan memberi kode pada kami untuk masuk. Yosua mengangguk dan tersenyum.

"Dengar," suara Yosua membuatku menoleh. "Aku sangat membutuhkan bantuanmu. Kerja samamu. Boleh?" Yosua menatapku penuh harap.

"Apa itu?" Tanyaku tak yakin. Tapi Yosua hanya tersenyum.

"Beroperalah sedikit." Yosua membantuku melepas sabuk pengamanku dan keluar dari mobilnya.

Saat sudah turun dari mobil, Yosua langsung menarik tanganku dan menggenggamnya.

"Lepas." Ucapku judes sambil mencoba melepaskan tautan jarinya ditanganku.

Bukannya melepas, Yosua memelototiku dan menggenggam jemariku makin erat. Sia-sia sudah semua usahaku untuk melepaskan pegangan kami.

"Huh! Seenaknya!" Aku sudah berhenti berusaha melepaskan jemari kami karena sepertinya ini tidak buruk. Memang sepertinya aku membutuhkan pegangan untuk menghadapi apapun yang ada dibalik pintu rumah ini.

Yosua membuka pintu rumahnya dan disambut oleh mamanya Yosua yang sudah berdiri sambil menyilangkan tangan didada. Bukan cuma kami bertiga yang ada diruangan ini. Ada seorang lagi yang sedang sibuk bermain game disofa tak jauh dari kami, dan seorang yang asik membaca majalah sambil meletakan kakinya dipangkuan orang yang sedang bermain game tadi.

Semua yang sedang sibuk itu langsung menoleh saat kami masuk ke dalam rumah.

Rasa gugupku makin bertambah. Dengan reflek aku mencengkram lengan Yosua lebih erat.

"Hai bun." Yosua melambai dengan senyuman manis.

"Hai honey. Lelah?" Mamanya mendekati Yosua dan mengusap wajah anaknya sayang.

"Kebetulan iya bun. Aga pegel badan aku." Adu Yosua sambil memegangi lehernya.

"Kasian anak bunda." Dengan perhatian mamanya Yosua mulai memijit bahu anaknya. "Ini pasti karena kamu tidur di KANTOR POLISI KARENA LAPORAN WARGA KAMU MESUM DIDAERAH UMUM!" Nada awal yang lembut langsung berubah menjadi bentakan disertai jeweran ditelinga Yosua.

"Aduh bunn! Aaawww! Sakit bun!" Yosua merintih kesakitan tapi tidak berusaha melepaskan jewerannya. Tautan tanganku dan Yosua sudah terlepas, dan aku sudah tak punya pegangan lagi.

"Kamu ini ya! Apa bunda pernah ngajarin kamu kaya gitu Yos? Astaga! Untung kamu anak bunda, kalau engga, bunda udah biarin kamu nginep lagi dikantor polisi! Kalo perlu bunda sewain penjara buat jadi kamar kamu!" Bundanya menarik Yosua ke sofa dan menyuruh anaknya duduk.

"Bunda udah sering bilang sama kamu Iyos, kamu anak sulung! Kamu punya adik-adik yang harus kamu kasih contoh yang baik. Jadi teladan. Kenapa malah yang ga baik yang kamu lakuin?" Yosua hanya menunduk.

"Maafin Iyos bun. Iyos ga bakalan ngelakuin lagi. Janji." Ucap Yosua meyakinkan. "Janji lain kali ga bakalan ketauan." Mendengar jawaban Yosua, Bundanya langsung melotot dan menjitak kepala Yosua dengan jarinya yang dihiasi cincin bermata besar yang ku yakin itu sakit.

"Aww! Sakit bun!" Keluh Yosua.

"Wahahahahaha bang, bang. Mau jadi apa perusahaan papa kalo dikasih ke abang?" Ujar laki-laki yang tadi bermain game.

"Tau! Ga bisa jadi pemimpin yang baik!" Timpal perempuan yang masih memegang majalahnya.

"Yee anak kecil ikutan aja!" Protes Yosua.

ChooseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang