Part 14 - The Rays of the Setting Sun

355 53 0
                                    

Danau itu benar-benar penuh oleh hawa kematian. Jimin mampu merasakannya.

Pantas saja orang-orang yang dulu menetap di sekitar danau memilih untuk menjauh dan pindah.

Sudah lama danau itu disebut-sebut angker oleh para warga. Banyak orang yang tenggelam di sana, anak-anak, orang dewasa maupun orang tua renta. Kabarnya, tubuh mereka tidak pernah ditemukan. Danau lebar itu diyakini tidak memiliki dasar dengan air bercampur lumut-lumut hijau yang mampu menjerat korban agar tetap berada di air hingga perlahan tenggelam kehabisan tenaga.

Warga sepakat memagari wilayah danau. Dimaksudkan agar tidak ada lagi yang datang ke sana. Namun kemalangan memang tidak bisa diterka. Masih saja banyak anak-anak kecil yang dilaporkan hilang.

Pernah ada satu kejadian yang membuat warga heran. Seorang laki-laki berkeluarga menceritakannya pada sang mudang. Hal itu terjadi sekitar lima belas tahun lalu. Seorang anak yang tubuhnya basah penuh lumut, diperkirakan sudah tenggelam, akan tetapi anak laki-laki itu tetap bernapas. Anehnya lagi, tubuhnya ditemukan tidak sadar di tepian danau. Coba jelaskan bagaimana tubuh sang anak bisa berada di sana? Tidak mungkin ada orang yang menyelamatkannya. Warga pun yakin, anak itu bukanlah anak biasa.

Tubuh Jimin berdiri di tepian danau. Sebuah pelita api menemani Jimin diletakkan di atas rumput bersama lonceng kecil yang terus dibunyikan di tangan kanan. Untuk membuat sedikit kebisingan, Jimin melempari beberapa kerikil kecil ke dalam danau yang telah sepenuhnya berwarna kelam.

"Keluarlah. Apa kamu tidak lelah bersembunyi?"

Hening langsung menelan kalimat Jimin. Tangan kanannya berhenti bergerak. Makin jelas kesunyian yang mencekik. Kesiur angin pun rasanya mampu menusuk gendang telinga.

"Kamu ... menginginkan anak itu. Aku bisa membantumu."

Suara Jimin mengalun tenang. Tak lama, sesuatu muncul dan bergerak di tengah-tengah danau. Seperti suatu letupan kecil dari dalam air. Berangsur-angsur, air danau bergolak pecah. Sang penunggu danau mulai menampakkan diri. Kabut pekat bermunculan, menghadang pengelihatan. Jimin mengangkat lenteranya tinggi-tinggi. Sekitarnya terkena cahaya suram dari benda bercahaya itu.

Itu dia!

Sosok asap gelap yang bergumpal-gumpal layaknya awan badai terlihat terapung-apung di atas permukaan danau. Suara berat seperti geraman hewan buas itu pastinya mampu menggiris keberanian siapa saja. Tetapi Jimin? Sungging samar malah menghias salah satu sudut bibirnya. Tidak peduli sosok mengerikan itu semakin membumbung dan berlipat-lipat ukurannya seakan hendak meneguknya bulat-bulat.

Anak itu....

"Dia sudah pergi jauh. Dia juga sudah tumbuh besar."

Suara geraman itu kian memberat. Kemarahan menyelubungi sosok roh jahat sang penunggu danau.

"Kamu tidak bisa terus berdiam diri di sini," ucap Jimin tenang.

Aku terjebak!! Dikutuk selamanya untuk meninggali tempat menjijikkan ini!

Seringai lebar muncul di bibir mungil Jimin. Tangannya turun, meletakkan kembali lenteranya pada rerumputan. Sang mudang mengambil sesuatu yang tersimpan di balik hanbok kebesarannya. Sebuah guci kecil berukir dari tembaga. Tutupnya langsung Jimin buka. "Masuklah ke dalam guci ini. Maka, kamu akan bebas. Kamu memerlukan wadah untuk membawamu pergi, bukan?"

Roh jahat itu mulai melayang lebih rendah. Bentuknya menyusut agar mampu masuk ke dalam guci tembaga. Berduyun-duyun asap hitam itu mengisi tiap sisi kosong benda di dalam tangan Jimin, sebelum benar-benar lenyap tak bersisa. Jimin segera menutupnya lagi. Senyum timpang nan licik benar-benar terlukis abadi pada bibirnya.

Finding Light - NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang