Part 4 - The Murder?

580 74 0
                                    

"Tuan, percayalah! Tanah yang digunakan sebagai hotel itu dulunya adalah tanah sengketa. Seseorang telah menaruh kutukan di sana. Berapa kali aku memperingatkan sebelum hotel dibangun?"

Lagi-lagi Namjoon hanya dijejali pemikiran kolot sarat klenik dari Pak Han. Untuk saat ini, dia bahkan memaksa Namjoon agar percaya pada ucapannya. Sembari memijat leher yang sedikit kaku, Namjoon menengadah. Ada sisa-sisa terbakar yang menyeruak dari salah satu jendela di lantai enam. Kamar itulah yang dilalap api tadi malam. Katanya, api bersumber dari lilin yang lebih dulu menyambar gorden, beruntung penyewa kamar tidak berada di dalamnya.

Kepala Namjoon kembali menunduk. Sepertinya, posisi duduknya saat mengemudi tadi tidak benar. Belum lagi perjalanan jauh dari Bundang ke Geoje yang sempat-sempatnya harus menghadapi macet. Tapi, sudahlah. Tidak ada banyak waktu untuk beristirahat.

"Apalagi yang harus diragukan? Hotel itu sudah enam kali mengalami kebakaran dalam waktu satu tahun. Tiga orang bahkan tewas saat kebakaran dua bulan lalu. Anda sendiri juga tidak ingin menginap di sana kan?"

Namjoon tidak menyangkal ucapan laki-laki berambut serba kelabu di sampingnya. Bangunan hotel di depannya itu memang sangat megah, arsitekturnya juga mewah dan berkelas. Namun, Namjoon juga turut merasakan ada hawa aneh yang membuatnya tidak nyaman. Dan setelah kali ketiga dia datang, tempat itu benar-benar menyeramkan. Namjoon yakin sepenuhnya.

"Lalu, solusi apa yang kamu miliki?"

"Kita datangkan seorang mudang. Dia pasti mampu mengusir seluruh energi jahat yang ada."

(Mudang : seseorang yang memiliki kekuatan supranatural dalam shamanisme Korea. Tugasnya meramal nasib, menyelenggarakan upacara persembahan, menyembuhkan penyakit, serta medium untuk berkomunikasi dengan arwah.)

Maka begitulah. Seorang laki-laki dengan hanbok warna-warni yang disebut mudang tengah menari di tengah-tengah lobi hotel. Katanya, itu adalah ritual pengusiran terhadap hal-hal buruk di atas tanah yang dikutuk. Jujur, bebunyian alat musik pukul semacam gong itu akan membuat telinga Namjoon rusak. Pun suara-suara lonceng kecil yang digerakkan oleh sang mudang di tangannya. Entah sampai kapan ritual aneh itu akan berlangsung. Doakan saja agar Namjoon tidak pingsan.

Selama satu jam Namjoon bertahan dan akhirnya ritual berisik itu pun rampung dilakukan. Pengiring mudang yang berjumlah dua orang mulai membereskan perlengkapan ritual. Sementara Pak Han tengah beramah-tamah dengan mudang bermata sipit. Ujungnya, Pak Han menyerahkan amplop berisi bayaran atas jasanya yang tidak terlihat sama sekali.

Namjoon berdecih. Kertas jimat yang ditulisi mantra oleh sang mudang nyatanya mampu dihargai begitu tinggi. Untuk soal itu, Namjoon mulai percaya. Rasa-rasanya, kertas jimat itu memang ampuh mengusir roh jahat serta menangkal hal buruk. Seokjin bahkan langsung terbirit ketika Namjoon menunjukkan selembar kertas yang seingat Namjoon sudah dilemparnya ke tempat sampah.

Entahlah. Apapun itu. Namjoon hanya ingin menyumpal mulut tua Pak Han yang terlalu percaya pada hal-hal mistik. Jika terjadi kebakaran lagi, salahkan saja kekuatan mudang yang begitu dipercayainya.

Namjoon ingin melangkah menuju ujung lobi, namun sebentuk lengan mungil menghadang, pun langsung melebarkan kipas yang berada di genggaman.

"Aku meminta bayaran lebih!"

Pandangan Namjoon beralih. Meneliti sosok laki-laki mudang itu pelan-pelan. Dia memiliki rambut yang panjang dan gelap. Kedua bongkahan pipinya tembam, bibir mungil sewarna bulu flamingo, hidung mancung dan sepasang mata sipit yang jernih. Kipas terbuka di tangannya beralih menutupi wajahnya, menyisakan sepasang matanya saja.

"Bayaran apa lagi? Amplop cukup tebal itu memangnya belum sesuai dengan tarian-tarian anehmu itu?!"

"Laki-laki mudang Park. Angin Selatan dari Gyeongsang. Namaku cukup dikenal masyarakat di daerah ini." Sang laki-laki mudang menyerahkan selembar kartu nama.

Finding Light - NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang