Part 19 - Walking with a Steady Beat

276 52 5
                                    

"Orang itu adalah Kim Namjoon!" tandas Hoseok tajam.

"Bagaimana kamu yakin?" balas Jimin tenang. Tangan kanannya meletakkan segelas teh hangat berasap untuk Hoseok. Karena hujan bercampur angin yang menderu-deru kencang, Jimin membiarkan Hoseok tetap tinggal dan menginap di rumahnya. Tak lupa meminjami sepotong pakaian karena Hoseok datang bermodalkan nekat saja, juga menuruti dendamnya.

Jimin kembali duduk berhadapan dengan Hoseok. Dilihatnya laki-laki dengan helai-helai gelap yang mengkilap basah itu membuka lembar jurnal hati-hati agar tidak merobeknya. "Insoo menulis semuanya di dalam jurnal. Lihat, Insoo bilang, dia menyukai Namjoon. Seorang chaebol seperti dia, aku takut Insoo hanya akan terluka. Dan kenyataannya memang begitu. Insoo kecewa dan memilih pergi begitu cepat."

"Bagaimana jika ada alasan lain?"

"Siapapun yang bertanggung jawab atas kematian adikku, aku akan memberinya neraka! Mengirim nyawa manusia secara paksa menemui malaikat maut itu tidak sulit, Park Jimin-ssi."

Kedua mata Hoseok menjadikan kuncup api gemulai sebuah lilin untuk memutar suatu memori yang pastinya terasa kelam. Jimin mampu merasakan hal itu.

"Kami dibesarkan dengan kebencian. Orang tua kami tidak pernah menganggap kami sebagai manusia. Sekalian saja, aku mengubah diriku menjadi iblis dan mereka pasti menyesal. Aku membunuh mereka dan membakar penjara itu! Wush! Mereka dikelilingi oleh api layaknya neraka." Senyum lebar membuat sepasang pipi Hoseok naik. Akan tetapi, bengis dan mengerikan justru muncul, membuat Jimin sedikit bergidik."Jadi, tidak akan sulit untuk membunuh Kim Namjoon—"

Sesumbar Hoseok mendadak terputus ketika sebentuk guci tembaga yang letaknya di atas rak terjatuh dengan keras menghantam lantai. Sontak kepala dua orang itu beralih ke bawah, tersulut penasaran.

Bagaimana benda itu bisa jatuh?

Tanya di benak mereka pasti serupa. Akan tetapi mata Hoseok memincing manakala asap-asap hitam menyembul dari mulut guci tembaga yang berada dalam posisi terbalik. Asap gelap itu makin bergumpalan dan bertambah besar seperti monster mengerikan.

JANGAN MEMBUNUHNYA!!

Suara menggelegar yang muncul menyaingi sambaran petir seketika membuat banyak perabotan terlempar kuat, begitupun tubuh Hoseok yang terhempas dari kursinya, cukup jauh menghantam lantai.

Raut ketakutan sekaligus heran muncul samar pada wajah Hoseok. Roh jahat penunggu danau itu terlihat begitu murka. Jimin sedikit merasa heran. Tiga tahun menghuni guci tembaga itu dan berapa kali orang-orang hilir mudik mendatanginya, tapi sang roh tidak pernah merasa terganggu. Bahkan Jimin selalu membawa guci itu ketika menyelenggarakan upacara persembahan di tengah-tengah khalayak. Bukan lain, untuk membantu roh jahat itu berburu tubuh yang akan diambil alih. Namun, sang roh belum kunjung menemukannya.

"Berhenti!" sentak Jimin kuat. Rumahnya jadi bergetar karena tubuh roh jahat itu yang semakin berbuntal-buntal. Semua perabotnya bisa jatuh dan rusak. "Tuan Roh! Kalau kamu membuat guci tembaga itu pecah, kamu akan kembali terjebak di danau itu, jadi lebih bersyukurlah dengan rumah barumu sekarang! Lagipula, kenapa kamu harus marah jika Hoseok-ssi ingin membunuh orang itu?"

Aku melihat di matanya, orang yang dimaksud adalah tubuh anak yang kucari!

"Bukannya itu bagus?" tambah sang mudang itu. Matanya bertambah sempit. "Kamu gagal menguasai tubuh anak itu dulu karena tubuh dan jiwanya menolak, bukan? Teman-teman hantunya tidak dihitung, karena kamu telah melenyapkan mereka semua. Jadi sebaiknya kalian bekerja sama."

Finding Light - NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang