Part 18 - Dead Butterflies

299 53 8
                                    

Tuan Kim dengan seikat mimosa di dalam genggaman tangan kiri mendekati sebuah vas. Bunga-bunga kuning mimosa yang menyembul dari mulut vas sudah mulai layu. Maka, Tuan Kim selalu menggantinya dengan tangkai-tangkai mimosa baru yang masih segar.

Begitu rampung, sepasang mata kendur milik Tuan Kim menatap kumpulan bingkai di sebelah vas bunga itu, di atas nakas panjang di dekat jendela.

Seokjin yang sudah mampu mengatur sengguk tangisnya, turut pula mendekat. Semua gambar-gambar di situ ialah potret wajah Seokjin. Ada yang tersenyum, tertawa maupun pura-pura menangis. Konyol sekali. Akan tetapi, sendu malah muncul memuramkan paras kedua sosok yang berada di dalam kamar.

"Papa, aku ada di sini...." Sayangnya, sampai kapanpun suara lirih Seokjin tidak akan pernah bisa didengar oleh sang papa.

Tangan keriput Tuan Kim meraih salah satu bingkai. Seokjin sedang dalam tampang seriusnya menatap kamera yang memotretnya.

"Siapa menyuruhmu menunjukkan wajah jelek itu, huh?! Mau adu tatapan mata denganku? Kamu pasti akan kalah."

Seandainya saja kondisinya tidak digelayuti lara seperti ini, mungkin Seokjin akan meraung marah atas candaan papanya. Pose keren begitu malah dibilang jelek?!

Berkebalikan dengan gerutuannya, setitik air mata malah menggulir jatuh begitu deras pada pipi Tuan Kim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berkebalikan dengan gerutuannya, setitik air mata malah menggulir jatuh begitu deras pada pipi Tuan Kim. Tangan Seokjin spontan terjulur, menyentuh pipi kendur papanya. Akan tetapi, yang Seokjin lakukan takkan mampu menghapus air mata itu. Justru jari-jarinya malah menghilang, menembus permukaan kulit yang nyata milik seorang manusia. Oh, Seokjin merasa tidak berguna sekali!

Foto berbingkai itu diletakkan kembali. Tuan Kim benar-benar mendudukkan tubuhnya. Membuka salah satu laci dan mengeluarkan sebuah kotak dari dalamnya.

Untuk ulang tahun Papa.

Seokjin membaca tulisan itu pada sebuah kertas kecil yang ditempel pada tutup kotak sewarna roti jahe. Ada pita kecil warna putih susu juga di atasnya. Penutup kotak itu diangkat perlahan. Beberapa lembar kertas musik tersimpan di dalam sana.

"Kapan kamu akan pulang dan memberikannya sendiri padaku?"

Mendengar kalimat itu, Seokjin kembali tertegun. Seokjin tak paham maksudnya.

Kotak itu ditutup dan diletakkan di tempat semula. Tuan Kim beranjak bangun, berjalan tidak tergesa menuju pintu. Setelah terdengar suara pintu tertutup, Seokjin mengeluarkan kotak hadiah tadi dari dalam laci. Diamatinya sejenak lembar pertama yang letaknya paling atas. Itu terlihat seperti rangkaian nada yang Seokjin tulis sendiri. Namun, lembar seterusnya masih kosong, belum terisi apapun.

Seokjin belum sepenuhnya ingat, memang. Tetapi, hadiah untuk papanya yang belum selesai itu, mungkin salah satu masalah yang perlu dituntaskan. Sebuah janji yang membelenggunya terus-menerus di dunia manusia.

Berarti, Seokjin harus segera menyelesaikannya.

.

.

Finding Light - NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang