08

4.9K 612 36
                                    

Nathan mencoba sabar dalam satu hari ini. Helaan napas panjang dan frustasi terus keluar dari sela mulutnya.

Kedua bersaudara itu terus saja muncul dan mengganggunya. Entah bergilir atau bersamaan.

Hingga saat bel pulang berbunyi nyaring. Nathan masih harus berurusan dengan kedua saudara itu. Satu sekolah sampai hapal jika Nathan tengah menjadi incaran mereka.

"Ayo, yang."

Levin berjalan tenang saat guru baru saja keluar. Dia tidak peduli dengan semua anak kelas yang kini menatapnya menghentikan aktivitas masing-masing. Terus berjalan ke arah Nathan.

"Udah belum? Yuk, mau es krim gak? Ada kedai yang baru buka. Jatahnya si Kevin buat traktir. Kita sikat habis atmnya."

Nathan berdecak pelan, menyeletingkan tasnya lalu berdiri menatap Levin yang sudah tersenyum lebar.

Ganteng sih, tapi sayang Nathan keburu risih sama ini orang.

"Gak." Tolaknya tegas. Lalu berjalan melewati Levin.

Lelaki dengan penampilan badung itu mengerut tidak suka, berbalik badan dengan wajah yang merengut. Mengekori Nathan dengan rengekan pelan.

"Jangan enggak.. ayo kita kencan, gue udah bela-belain jual motor demi bisa beli mobil. Kan biar lo gak kepanasan. Ayolah.." tangannya meraih tangan Nathan, menggoyangkan lengan yang lebih kecil itu layaknya merayu seorang ibu untuk membelikan mainan.

Nathan jelas risih, dia tidak suka. Apalagi Levin mencekalnya lumayan kencang. Mereka malah berhenti didepan kelas dan tidak sadar menjadi tontonan.

"Enggak mau! Gue gak suka es krim dan gue gak suka elo. Jadi lepasin dan biarin gue pulang dengan tentram."

Levin menggeleng keras, "apa susahnya sih iyain aja. Lo mau gue gendong paksa?"

"Kok lo maksa banget?" Tanya Nathan sewot.

"Ya kan mau jalan sama elo. Udah cepetan, si Kevin udah nungguin didepan."

"Enggak!"

Levin merubah ekspresinya menjadi datar, baru kali ini mendekati seseorang harus pakai tenaga dan mikir otak lebih dulu.

"Gue cium disini atau cepet kita jalan?" Desisnya penuh peringatan.

Nathan memutar matanya malas saat mendengar peringatan yang selalu sama, "cium cium, enteng banget lu ngomong. Bodo amat! gue gak takut!"

Nathan memutar badannya kembali menghadap pintu kelas, dia melewatkan bagaimana mata Levin berkilat dengan bahaya dan lelaki itu tersenyum miring.

Tangan Levin terjulur kedepan menangkap bahu Nathan dan memutar menghadapnya.

Kejadiannya begitu cepat berlalu, hingga Nathan saja belum sempat menghirup napas maupun memberontak.

Levin sudah membungkam bibirnya.

Didepan kelas.

Dimana semua orang memekik kaget.

"Gila, manis banget." Bisik Levin rendah. Dia memundurkan wajahnya sedikit. Hanya sekedar menempel, nyatanya ketika ingin melumat bibir tipis milik Nathan dia sadar kalau mereka tengah menjadi tontonan bahkan kelas sebelahpun ikut-ikutan.

"Yuk, yang. Kita jalan." Katanya sumringah.

Tidak peduli dengan Nathan yang masih diam. Wajah manis itu terlihat syok, memerah parah bahkan sampai menahan napas.

Levin meraih tangan Nathan, menariknya keluar hingga sampai ke tempat parkiran.

Kelas langsung ramai begitu keduanya menghilang. Anji dan Hanif sudah lunglai di meja masing-masing dengan wajah tak bisa berekspresi apapun selain menganga kaget.

Gebetan Satu KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang