10

4.7K 615 41
                                    

Sampai di sekolah bukan hal aneh lagi kalau sekarang Nathan menjadi pusat perhatian. Dia bisa melihat beberapa wanita menunjuknya dengan pekikan. Entah memang menunjuknya atau menunjuk mobil yang sangat keren ini ataukah pemiliknya.

Nathan tidak peduli, tanpa mengucapkan terimakasih dia langsung berlalu setelah keluar dari dalam mobil. Meninggalkan Kevin dan Levin yang sedang terkekeh gemas.

"Oh iya. Ayah lagi di luar kota kan? Gue gak bakalan pulang malem ini. Lu aja yang di rumah sendiri, ya. Bang Ervin kan lagi di rumah temennya." Ucap Levin.

Kevin mengangguk santai, "jangan ke club malam. Ayah bisa tahu."

"Kagak. Gue cuma mau balapan. Ada yang nantangin. Lumayan taruhannya bisa gantiin motor gue."

Kevin mengangguk lagi. Mereka berjalan beriringan disertai tatapan dari para penghuni sekolah, rata-rata para perempuan yang menatap mereka kagum.

Namun keduanya hanya acuh, diam berjalan lurus tanpa mau melirik kesana kemari.

Berbeda dengan Nathan yang tengah mengerang kesal, dia menelungkupkan kepalanya diatas meja ketika dua teman laknatnya sudah tersenyum bahagia menunggu kedatangan dirinya.

"Ayolaah.."

"Gak!"

"Ck, elah. Apa susahnya, sih?!"

Nathan mendelik, menatap Anji yang sedari tadi tengah membujuknya melakukan sesuatu.

"Udah gue bilang gue gak mau! Apalagi urusannya sama si ketua osis. Elo yang di tugasin kenapa malah nyuruh gue?" Berang Nathan, dia kesal tidak terima.

Baru saja duduk, tanpa tedeng aling-aling apapun mereka berdua rusuh menyuruhnya meminta izin pada Kevin agar memperbolehkan memakai salah satu ruangan kelas yang tidak terpakai, berada paling belakang dekat dengan gudang untuk menjadi ruangan penerimaan anggota klub musik.

Anji dan Hanif daftar di eskul itu. Dan berhubung semua orang tahu kalau teman keduanya tengah dekat dengan ketua osis, ketua klub musik meminta mereka untuk membujuk Kevin agar mau memperbolehkan eskul musik menggunakan ruangan itu.

"Emang ruangan eskul musik gak guna lagi?" Tanya Nathan sinis.

Hanif menggeleng, "bocor, mana kotor. Banyak air rembesan." Jawabnya.

"Ya bersihin, dong. Ah, gak kreatif lu pada."

Anji berdecak, "bukan gak kreatif tapi masalahnya tu ruangan sempit sedangkan yang daftar tahun ini katanya banyak. Bahkan lebih banyak dibanding tahun kemarin. Makanya kita perlu ruangan baru. Kebetulan buat mindahin beberapa alat musik juga. Takut rusak kena rembesan."

Nathan menghela napas, kalau dia sendiri masuk klub futsal. Hanif juga ikutan, tapi ikut klub musik juga. Sedangkan dia dan Anji hanya satu kegiatan.

Masalahnya bukan tentang diberikan izin atau enggak. Tapi si ketua osisnya. Bahkan belum meminta izin saja Nathan sudah tahu akan seperti apa nantinya.

Nathan akhirnya berdecak keras, kesal sekali rasanya. Dengan wajah ogah-ogahan akhirnya dia mengangguk. Mengiyakan permintaan keduanya dan disambut pelukan heboh.

"Gitu, dong! Anjir, lo emang the best." Sorak Hanif.

Anji terkekeh senang, menepuk bahu Nathan bangga.

"Kalau bisa pas masuk pelajaran udah istirahat lo harus dapet izinnya, ya."

"Ngelunjak lo babi!" Seru Nathan kesal.

Hanif dan Anji hanya tertawa renyah.

***

Istirahat.

Gebetan Satu KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang